Categories
Customs

SKA sebagai Syarat Eksportir dalam Mengekspor Barang

Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean ke daerah pabean negara lain. Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pda Januari sampai dengan Desember 2022 mencapai US$291,98 miliar atau naik 26,07 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai US$275,96 miliar atau naik 25,80 persen (BPS, 2023).

Sebelum melakukan kegiatan ekspor ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh para eksportir, yaitu dengan kelengkapan dokumen. Salah satunya yang akan dibahas ialah Surat Keterangan Asal atau bisa disebut dengan Certificate of Origin. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 32 Tahun 2022 Pasal 1(4) Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) adalah dokumen yang membuktikan bahwa barang ekspor Indonesia telah memenuhi Ketentuan Asal Barang (KAB).

Oleh karena itu, adanya kesepakatan antar negara yang mewajibkan SKA disertakan pada barang eskpor akan membuktikan barang tesebut berasal dari negara pengekspor. Dengan memiliki SKA, terdapat beberapa kemudahan bagi para eksportir seperti keringanan bea masuk hingga preferensi pembebasan sebagian atau seluruh bea masuk impor yang dikenakan oleh negara tertentu.

SKA dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

  1. Surat Keterangan Asal Preferensi

SKA Preferensi adalah dokumen yang digunakan untuk memperoleh fasilitas pengurangan atau pembebasan tarif bea masuk yang diberikan oleh suatu negara atau sekelompok negara berdasarkan Perjanjian Internasional atau penetapan sepihak dari suatu negara atau sekelompok negara tujuan ekspor.

      2. Surat Keterangan Asal Non-Preferensi

Jenis dokumen SKA yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan/atau dokumen penyerta asal barang ekspor untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu.

Selain itu, terdapat juga Surat Keterangan Asal (SKA) Elektronik yang penyampaiannya dilakukan secara daring kepada negara tujuan ekspor sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan internasional. Sistem yang disebut dengan e-SKA ini bisa diakses melalui laman e-ska.kemendag.go.id untuk pengajuan dan penerbitan SKA dan DAB secara elektronik.

Selama Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 muncul Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2020. Peraturan ini mengatur tentang pelaksanaan ketentuan prosedural dalam rangka pemanfaatan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA selama pandemi Covid-19, meliputi:

  1. Penyerahan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA;
  2. Tanda tangan pejabat yang berwenang dan/ atau stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  3. Tanda tangan eksportir; dan
  4. Overleaf Notes.

Peraturan ini berlaku khusus selama masa Pandemi Covid-19. Namun, mengutip dari laman beacukai.go.id Pemerintah kembali mengatur ketentuan tata cara penyerahan Surat Keterangan Asal (SKA) dan/atau Deklarasi Asal Barang (DAB) dalam rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional. PMK Nomor 35 Tahun 2023 ini mencabut PMK Nomor 45 Tahun 2020 dan berlaku sejak tanggal 28 April 2023.

Jadi, SKA atau Certificate of Origin adalah dokumen bukti asal barang yang diterbitkan oleh pemerintah (instansi penerbit SKA) negara pengekspor. Dokumen ini digunakan sebagai dasar pengenaan tarif bea masuk sesuai dengan perjanjian atau kesepakatan internasional (tarif preferensi). Sementara DAB adalah dokumen bukti asal barang yang dibuat oleh eksportir atau produsen sesuai masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional, yang digunakan juga sebagai dasar pemberian tarif preferensi.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Referensi:

Permendag Nomor 32 Tahun 2022

PMK Nomor 35 Tahun 2023

Categories
Customs

Apa itu Deklarasi Asal Barang (Origin Declaration)?

Definisi Deklarasi Asal Barang (DAB)

Deklarasi Asal Barang (DAB) merupakan pernyataan asal barang yang dibuat oleh Eksportir Teregistrasi (ER) atau Eksportir Tersertifikasi (ES) untuk barang ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian atau kesepakatan internasional yang berlaku, yang akan digunakan sebagai dasar pemberian tarif preferensi.

Ketentuan pembuatan deklarasi asal barang

Ketentuan pembuatan deklarasi asal barang terdapat 2 macam yaitu untuk eksportir teregistrasi dan eksportir tersertifikasi. Dibawah ini dijelaskan mengenai hal tersebut.

  1. Untuk eksportir teregistrasi dalam skema Generalized System of Preferences (GSP)
    • Negara tujuan:

    • Ketentuan ketentuan untuk pembuatan deklarasi asal barang, antara lain:
      1. Pembuatan DAB harus melalui e-SKA.
      2. DAB dibuat untuk ekspor dengan nilai paling sedikit ekuivalen dengan EUR 6.000,-.
      3. DAB dibuat pada saat ekspor atau ketika terdapat kepastian ekspor.Contoh: DAB dibuat setelah diterbitkannya dokumen Bill of Lading/ Airway Bill/ Cargo Receipt/ dokumen transportasi lainnya.
      4. DAB berupa kalimat: “The exporter … (1) of the products covered by this document declares that, except where otherwise clearly indicated, these products are of …. (2) preferential origin according to rules of origin of the Generalised System of Preferences of the European Union and that the origin criterion met is … (3). Penjelasan:
        1. Nomor ER
        2. Negara Asal Barang
        3. Barang Wholly Obtained: “P”; Barang yang secara substansial dikerjakan atau diproses: “W” diikuti dengan Kode Pos Tarif dalam 4 digit (Heading). Jika sesuai, keterangan tersebut di atas dapat digantikan dengan kode berikut:
          • dalam hal akumulasi bilateral: “EU Cumulation”;
          • dalam hal akumulasi dengan Norway, Switzerland, atau Turki: “Norway Cumulation”, “Switzerland Cumulation”, atau “Turkey Cumulation”;
          • dalam hal akumulasi regional: “Regional Cumulation”; dan
          • dalam hal extended cumulation: “Extended Cumulation with Country X”.
      5. DAB harus dicetak pada commercial document atas barang yang diekspor (seperti: Invoice, Billing Statement, Delivery Note, atau Packing List).
      6. DAB harus mencantumkan kode autentik yang diperoleh melalui e-SKA.
      7. Commercial document atas barang yang diekspor sebagaimana dimaksud pada angka 5 berisikan paling sedikit:
        • nomor ER;
        • nama dan alamat lengkap Eksportir;
        • pos tarif/HS 6 (enam) digit beserta uraian barang yang telah didaftarkan melalui sistem e-SKA;
        • jumlah dan satuan barang;
        • negara asal barang;
        • nomor dan tanggal pembuatan commercial document; dan
        • tanda tangan Eksportir atau penanggung jawab perusahaan dan stempel basah perusahaan.
      8. Dalam hal tertentu, DAB dapat dibuat setelah ekspor dan hanya dapat diterima oleh kepabeanan negara tujuan ekspor paling lama 2 (dua) tahun setelah importasi Barang. Dalam hal ini DAB tersebut berstatus DAB “retrospective statement“.
      9. Masa berlaku DAB adalah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pembuatan commercial document.
  1. Untuk eksportir teregistrasi dalam skema Generalized System of Preferences (GSP)
    • Negara tujuan:
      1. Filipina
      2. Laos
      3. Thailand
      4. Vietnam
    • Ketentuan ketentuan untuk pembuatan deklarasi asal barang, antara lain:
      1. Pembuatan DAB harus melalui e-SKA.
      2. DAB dibuat pada saat ekspor atau ketika terdapat kepastian ekspor. Contoh: DAB dibuat setelah diterbitkannya dokumen Bill of Lading/ Airway Bill/ Cargo Receipt/ dokumen transportasi lainnya.
      3. DAB berupa kalimat:”The exporter of the product (s) covered by this document (Certified Exporter Authorization Code …………………. (1) declares that, except where otherwise clearly indicated, the products (HS Code/ s: ……………………. (2) satisfy the Rules of Origin to be considered as ASEAN Originating Products under ATIGA (ASEAN country of origin: ………………. (3) with origin criteria: ……………….. (5)

        ………………………………………………..

        Signature Over Printed Name of

        the Authorized Signatory

        Penjelasan:

        1. Nomor ES
        2. Dalam hal tidak terdapat cukup tempat pengisian daftar HS barang ekspor pada DAB, Eksportir dapat menggunakan lembar tambahan yang mencantumkan pos tarif/ HS, origin criterion, dan nama beserta tanda tangan Eksportir atau penanggung jawab ES.
        3. Negara asal barang.
      4. DAB harus dicetak pada invoice atas barang yang diekspor.
      5. DAB harus mencantumkan kode autentik yang diperoleh melalui e-SKA.
      6. Invoice atas barang yang diekspor sebagaimana dimaksud pada angka 3 berisikan paling sedikit:
        • nomor ES;
        • pos tarif/ HS 6 (enam) digit beserta uraian barang yang telah didaftarkan dalam sistem e-SKA;
        • jumlah dan satuan barang;
        • origin criterion;
        • negara asal barang;
        • tanggal pembuatan invoice; dan
        • nama dan tanda tangan Eksportir atau penanggung jawab ES yang telah didaftarkan dalam sistem e-SKA serta stempel basah perusahaan.
      7. Masa berlaku DAB adalah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pembuatan invoice.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2018 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pembuatan Deklarasi Asal Barang (Origin Declaration) untuk Barang Ekspor Indonesia

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2022 tentang Ketentuan Penerbitan Dokumen Keterangan Asal Untuk Barang Asal Indonesia Berdasarkan ASEAN Trade In Goods Agreement (Persetujuan Perdagangan Barang ASEAN)

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal dan/atau Deklarasi Asal Barang Dalam Rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional.

Categories
Customs

Tarif Preferensi terhadap Barang Impor

Badan Pusat Statistik mencatat nilai impor Indonesia pada Desember 2022 mencapai US$19,94 miliar, naik 5,16 persen dibandingkan November 2022 atau turun 6,61 persen dibandingkan Desember 2021. Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2022 adalah Tiongkok senilai US$67,16 miliar (34,07 persen), Jepang senilai US$17,08 miliar (8,66 persen), dan Thailand senilai US$10,85 miliar (5,50 persen). Impor nonmigas dari ASEAN senilai US$32,85 miliar (16,67 persen) dan Uni Eropa senilai US$11,63 miliar (5,90 persen).

Adanya kegiatan ekspor impor ini merupakan bentuk komunikasi atau kerja sama pada tiap negara. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, tujuan dilakukannya kegiatan impor adalah meningkatkan neraca pembayaran dan mengurangi pengeluaran devisa pada negara lain.

Indonesia merupakan anggota dari AFTA. AFTA (ASEAN Free Trade Area) adalah suatu organisasi perdagangan bebas di wilayah Asia Tenggara untuk mempermudah dan meningkatkan perdagangan di antara negara-negara Asia Tenggara.

Per Januari 2023, Indonesia memiliki 17 skema perjanjian perdagangan internasional dengan berbagai negara mitra, yaitu:

  1. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
  2. ASEAN – China FTA (ACFTA)
  3. ASEAN – Korea FTA (AKFTA)
  4. ASEAN – India FTA (AIFTA)
  5. ASEAN – Australia – New Zealand FTA(AANZFTA)
  6. ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)
  7. ASEAN – Hongkong FTA (AHKFTA)
  8. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
  9. Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA)
  10. Indonesia – Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICCEPA)
  11. MoU Indonesia – Palestina
  12. Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA)
  13. Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA)
  14. Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (D-8 PTA)
  15. Indonesia – Mozambique Preferential Trade Agreement (IMPTA)
  16. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
  17. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership (IKCEPA)

 

Berikut ini merupakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Terkait Tarif Preferensi

ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) PMK Nomor 25/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 43/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN Trade in Goods Agreement

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Barang Antar Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN Trade in Goods Agreement)

ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA) PMK Nomor 26/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 46/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat Tiongkok (ASEAN-China Free Trade Area)

ASEAN-Korea Free Trade Area( AKFTA) PMK Nomor 24/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 45/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-KOREA Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antar Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea (ASEAN-Korea Free Trade Area)

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA) PMK Nomor 30/PMK.010/2017

 

 

PMK Nomor 51/PMK.010/2022

 

 

 

 

PMK Nomor 50/PMK.010.2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi

 

Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan skema User Spesific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership)

 

Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic Of Indonesia And Japan For An Economic Partnership)

ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA) PMK Nomor 27/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 47/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India (ASEAN-India Free Trade Area)

ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA) PMK Nomor 28/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 44/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area)

Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA) PMK Nomor 29/PMK.010/2017

 

 

 

PMK Nomor 52/PMK.010/2022

 

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan

 

Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan (Preferential Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Pakistan)

 

Dengan adanya perdagangan bebas, hal ini dapat membantu perusahaan untuk masuk dan bersaing lebih mudah dalam pasar global melalui tarif nol atau pengurangan dan ketentuan lainnya. Meskipun spesifikasi setiap perdagangan bebas berbeda-beda, pada umumnya perdagangan bebas menyediakan pengurangan hambatan perdagangan, menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih baik serta investasi yang lebih dapat diprediksi juga transparan. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk mengekspor produk dan layanannya ke pasar mitra dagang.

Kegiatan ekspor dan impor suatu negara ditambah dengan adanya perdagangan bebas menyebabkan diberlakukannya tarif preferensi terhadap barang impor. Dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.04/2019 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (stdtd) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/PMK.04/2020 , tarif preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam PMK mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Sementara itu, International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) International tax Glossary (2015) tarif preferensi adalah tarif khusus yang mengenakan tarif lebih rendah atas impor dari negara tertentu atau impor barang tertentu. Tarif preferensi dapat dilihat melalui Indonesia National Trade Repository (INTR) atau melalui Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Jika melakukan impor dengan negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia maka barang tersebut dapat memanfaatkan tarif preferensi. Untuk mendapatkan tarif preferensi, harus membuktikan barang tersebut berasal dari negara yang tercantum dalam perjanjian perdagangan bebas. Adapun macam-macam bentuk dari bukti asal barang adalah sebagai berikut:

  • Surat Keterangan Asal (SKA)

Dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang menyatakan bahwa barang yang akan memasuki Daerah Pabean dapat diberikan Tarif Preferensi.

  • Surat Keterangan Asal Elektronik (e-Form)

SKA yang dikirim secara elektronik antar negara anggota. Saat ini skema FTA yang memiliki mekanisme SKA elektronik adalah ATIGA (e-Form D), ACFTA (e-Form E) dan AKFTA (e-Form AK)

  • Deklarasi Asal Barang (DAB)

Pernyataan asal barang yang dibuat oleh Eksportir Teregistrasi, Eksportir Bersertifikat atau eksportir sebagaimana diatur dalam masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional, yang digunakan sebagai dasar pemberian tarif preferensi. Saat ini skema FTA yang mengakomodasi DAB adalah ATIGA, IACEPA dan IECEPA.

Pada Tahun 2020 terganggunya aktivitas impor akibat pandemi Covid-19 berdampak pada proses penerbitan dan pengiriman SKA oleh negara mitra dagang Indonesia. Hambatan dalam proses penerbitan dan pengiriman SKA menimbulkan efek domino terkait dengan proses klaim tarif preferensi atas barang impor dikarenakan SKA menjadi salah satu syarat agar importir dapat menggunakan tarif preferensi.

Selama pandemi Covid-19, tata cara penyerahan SKA mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional Selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan ketentuan prosedural dalam rangka pemanfaatan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang meliputi:

  1. penyerahan SKA atau Invoice Delaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA;
  2. tanda tangan pejabat yang berwenang dan/ atau stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  3. tanda tangan eksportir; dan
  4. overleaf Notes.

 Form SKA yang Digunakan di Indonesia:

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA): Form D atau e-Form D
  2. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA): Form E
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA): Form AK
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA): Form IJEPA/JIEPA
  5. ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA): Form AI
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA): Form AANZ
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): Form IP
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership(AJCEP): Form AJ

Tarif preferensi dapat diberikan terhadap:

  1. Impor barang untuk dipakai;
  2. Impor barang untuk dipakai dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Prefernsi;
  3. Impor barang untuk dipakai dari Pusat Logistik Berikat (PLB), yang pada saat pemauskan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferesi; atau
  4. Pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean (TLDDP),
  5. Bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  6. Pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
  7. Dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

Tarif Preferensi dapat dikenakan kepada:

  1. Importir perseorangan atau badan hukum
  2. Penyelenggara/pengusaha TPB
  3. Penyelenggara/pengusaha PLB
  4. Pengusaha di Kawasan Bebas

Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) merupakan ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Tarif Preferensi yaitu:

  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan procedural (procedural provisions).

Kriteria asal barang yang harus dipenuhi agar dapat diberikan Tarif Preferensi meliputi:

  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau wholly produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau not wholly produced) yang mencakup:
  3. barang yang diproduksi di Negara Anggota dengan hanya menggunakan Bahan Originating yang berasal dari 1 (satu)atau lebih Negara Anggota;
  4. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan hasil akhir memiliki kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau kandungan Bahan Non-Originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  5. barangyang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originatingdan seluruh Bahan Non-Originatingtersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi Change in Chapter(CC); Change in Tariff Heading(CTH);atau Change in Tariff Sub Heading(CTSH); dan/atau
  6. barang yang termasuk dalam daftar Product Specific Rules (PSR) sesuai denganketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.

Barang yang termasuk dalam kategori wholly obtained/produced meliputi:

  1. Tanaman dan produk tanaman;
  2. Binatang hidupyang lahir dan dibesarkan di satu Negara Anggota pengekspor;
  3. Produk yang diperoleh dari binatang hidup di satu Negara Anggota pengekspor;
  4. Hasil perburuan, perangkap, pemancingan, pertanian dan peternakan, budidaya air, pengumpulan atau penangkapan yang dilakukan di satu Negara Anggota pengekspor;
  5. Mineral dan produk alam lainnya;
  6. Hasil penangkapan ikan di laut yang diambil oleh kapal yang terdaftar di satu Negara Anggota dan berbendera negara tersebut, dan produk lain yang diambil dari perairan, dasar laut atau di bawahnya di luar wilayah perairan teritorial (misal Zona Ekonomi Eksklusif) Negara Anggota, sepanjang Negara Anggota memiliki hak untuk mengeksploitasi perairan, dasar laut dan di bawahnya tersebut sesuai dengan hukum internasional;
  7. Hasil penangkapan ikan di laut dan produk laut lainnya dari laut lepas oleh kapal yang terdaftar di satu Negara Anggota dan berbendera Negara Anggota tersebut;
  8. Produk yang diproses dan/atau dibuat di kapal pengolahan hasil laut (factory ship) yang terdaftar di satu negara anggota dan berbendera Negara Anggota, hanya dari produk sebagaimana dimaksud pada huruf g;
  9. Barang yang dikumpulkan, tidak dapat lagi berfungsi sesuai fungsinya semula, tidak dapat dikembalikan kepada fungsi semula atau tidak dapat diperbaiki dan hanya cocok untuk dibuang atau digunakan sebagai bahan baku, atau untuk tujuan daur ulang;
  10. Sisa dan scrap yang berasal dari proses produksi di satu Negara Anggota pengekspor; atau barang bekas yang dikumpulkan di satu Negara Anggota pengekspor, asalkan barang tersebut hanya cocok untuk diambil bahan mentah; dan
  11. Barang yang diproduksi atau diperoleh di satu Negara Anggota pengekspor dari produk sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai huruf j.

Jadi, dengan adanya perjanjian perdagangan bebas antar negara mitra saat melakukan impor akan dapat memanfaatkan fasilitas tarif preferensi yang harus dibuktikan dengan persyaratan dokumen-dokumen sesuai dalam perjanjian atau yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Referensi:

https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/1961/ekspor-desember-2022-mencapai-us-23-83-miliar–turun-1-10-persen-dibanding-november-2022-dan-impor-desember-2022-senilai-us-19-94-miliar–naik-5-16-persen-dibanding-november-2022.html#:~:text=Nilai%20impor%20Indonesia%20Desember%202022,23%20persen%20dibandingkan%20Desember%202021.

https://news.ddtc.co.id/apa-itu-tarif-preferensi-21024

https://e-ska.kemendag.go.id/home.php/home/preferensi

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta#:~:text=Syarat%20Barang%20Impor%20yang%20Mendapat,of%20Origin%20pada%20saat%20importasi

https://kumparan.com/berita-bisnis/apa-peran-indonesia-sebagai-anggota-afta-dalam-perundingan-g20-ini-jawabannya-1xhAG13PSGp

https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/17/060000369/asean-free-trade-area-afta-sejarah-tujuan-dan-dampaknya

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta

Categories
Customs

Apa itu Most Favoured Nation (MFN)?

Menurut IBFD International Tax Glossary (2015) menyebutkan, Most Favoured Nation (MFN) merupakan perjanjian perdagangan dua negara yang berisikan klausul “most favoured nation” di mana semua pihak sepakat setiap konsesi perdagangan yang diberikan ke mitra dagang akan diterapkan ke pihak lain dalam perjanjian tersebut.

Dalam artian aturan yang lebih menguntungkan tidak dibagikan ke negara lain dengan tidak memberikan konsesi yang sama ke mitra perjanjian yang lain. Klausul MFN juga terdapat dalam tax treaty.

Sedangkan menurut Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO), MFN didefinisikan sebagai prinsip yang menekankan perlakukan yang sama untuk semua negara anggota WTO.

Biasanya klausul ini mempunyai efek mewajibkan negara tax treaty untuk memberikan manfaat pajak yang sama ke negara lain contohnya lewat perjanjian bilateral. Dengan hal itu MFN sebagai klausul non diskriminasi dengan tolok ukurnya perbandingan, perlakukan antara nonresiden satu yurisdiksi dan nonresiden lain.

MFN sebagai sebuah prinsip dasar sistem perdagangan multilateral yang ada dalam banyak dokumen kesepakatan WTO. Kesepakatan yang didalamnya terdapat prinsip MFN di antaranya yaitu Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT).

Berdasarkan Article I GATT mengenai General Most Favoured Nation Treatment secara khusus mengatur tentang MFN. Di dalam Article tersebut disebutkan bahwa prinsip MFN mewajibkan setiap anggota WTO dalam menggunakan segera dan tanpa syarat perlakuan yang sama bagi impor dan ekspor tanpa membeda-bedakan asal dan negara tujuan impor dan ekspor tersebut sepanjang menyangkut anggota dari WTO.

Sedangkan untuk Article II berkaitan dengan keterikatan tarif, dimana setiap negara anggota harus menyesuaikan perlakuan perdagangan yang tidak lebih merugikan kepada negara partisipan lainnya sesuai dengan jadwalnya.

Kedua article ini membentuk prinsip MFN yang mengharuskan negara anggota menyesuaikan segala bentuk tindakan di perbatasan secara langsung dan tanpa syarat termasuk di dalamnya yaitu tarif, sehingga berlaku untuk seluruh negara partisipan lainnya tanpa terkecuali.

Semua keuntungan atau keistimewaan yang suatu negara bagikan kepada negara lain harus dibagikan secara otomatis dan tanpa syarat kepada produk serupa yang berasal dari anggota WTO lainnya. Kemudian keistimewaan atau keuntungan tersebut bisa berbentuk penurunan tarif prosedur bea cukai atau akses pasar. Seperti penurunan tarif untuk produk beras impor harus dibagikan kepada semua anggota WTO tanpa diskriminasi.

Dalam prinsip ini, keadaan atau kondisi tertentu yang diperkenankan melakukan tindakan pengecualian atas prinsip MFN. Pengecualian tersebut diberikan ketika anggota GATT membentuk suatu customs union atau free trade area yang melengkapi persyaratan kemudian tidak perlu memberikan perlakuan yang sama untuk negara anggota lain.

Pada intinya prinsip ini bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap praktek perdagangan internasional dan juga dengan adanya prinsip ini maka akan menjamin dan melindungi hak-hak dari negara-negara berkembang dalam mendapatkan keuntungan dari kondisi-kondisi perdagangan terbaik yang dinegosiasikan oleh negara-negara berkembang.

Berdasarkan informasi dari laman Kementerian Perdagangan, MFN didefinisikan menjadi tarif bea masuk yang dikenakan terhadap barang impor yang masuk ke sebuah negara dari negara lainnya dikecualikan pada negara yang mempunyai perjanjian khusus tentang tarif bea masuk dengan negara itu.

Singkatnya ada dua macam tarif bea masuk diantaranya MFN atau tarif yang berlaku secara umum dan tarif yang berlaku secara khusus (tarif preferensi). Ketentuan tarif tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal Dan/Atau Deklarasi Asal Barang Dalam Rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

https://www.ibfd.org/sites/default/files/2022-05/15_043_IBFD_International_Tax_Glossary_7th_Edition_final_web.pdf

https://pertapsi.or.id/apa-itu-most-favoured-nation-mfn#:~:text=Secara%20lebih%20sederhana%2C%20laman%20resmi,bea%20masuk%20dengan%20negara%20tersebut.

https://www.oecd.org/investment/internationalinvestmentagreements/40077165.pdf

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-most-favored-nation/6306/2

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal Dan/Atau Deklarasi Asal Barang Dalam Rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional

Categories
Customs

Mengenal Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) adalah suatu dokumen pemberitahuan kepada bea dan cukai atas barang impor, berdasarkan dokumen pelengkap pabean sesuai dengan prinsip self-assessment. Menurut penjelasan UU KUP self-assesment mempunyai arti bahwa penentuan penetapan besarnya pajak yang terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak sendiri untuk menghitung, melapor, dan membayar sendiri sejumlah pajak yang terutang. Dengan demikian, dalam hal Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yakni membayar sendiri Bea Masuk yang terutang.

Pemberitahuan Impor Barang (PIB) umumnya digunakan oleh perorangan ataupun perusahaan, yaitu Wajib Pajak Badan. Terdapat beberapa dokumen yang termasuk dalam dokumen pelengkap Pemberitahuan Impor Barang (PIB), di antaranya ialah invoice, bill of lading/airway bill asuransi, dan packing list. Dokumen-dokumen tersebut memuat rincian atas jumlah pajak, barang impor, dan bea masuk yang harus dibayar oleh importir kepada bea cukai.

Pemberitahuan Impor Barang adalah pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai. Dalam PMK Nomor 144 Tahun 2007 Pasal 2 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (stdtd) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190 tahun 2022 pengeluaran barang impor dari kawasan pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai, wajib menggunakan PIB, kecuali untuk:

  • barang pindahan;
  • barang impor sementara yang dibawa oleh penumpang;
  • barang impor melalui jasa titipan;
  • barang penumpang dan awak sarana pengangkut;
  • barang kiriman melalui PT. (Persero) Pos Indonesia;
  • barang impor pelintas batas; atau
  • barang impor tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

Dasar Hukum Pemberlakuan Formulir Pemberitahuan Impor Barang

  • Undang-Undang No 10 Tahun 1995 mengenai Kepabeanan yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2006
  • Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor P-22/BC/2009 mengenai Pabean Impor sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan PER-23/BC/2022 Perubahan Kelima atas Peraturan Direktur jenderal Bea Cukai tentang Pemberitahuan Pabean Impor.
  • Perturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 155/PMK.04/2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (stdtd) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 201/PMK.04/2019 Perubahan Keempat tentang Pemberitahuan Kepabeanan

Fungsi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) serupa dengan faktur, yaitu sebagai bukti sah atas transaksi impor yang telah dilakukan berkaitan dengan perpajakan, selain itu PIB berfungsi sebagai berikut:

  • Sebagai bukti untuk Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP);
  • Sebagai sarana kredit pajak masukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang membeli Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP);
  • Sebagai bukti pembayaran PPN yang dilakukan pemberi Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP); dan
  • Sebagai bukti pemungutan pajak seperti PPN atau PPnBM terhadap BKP yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).

Agar dapat digunakan sebagai faktur pajak, maka Pemberitahuan Impor Barang (PIB) pun harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengisiannya, yaitu:

  • Harus mencantumkan identitas pemilih barang secara lengkap (nama, alamat,NPWP);
  • Melampirkan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP);
  • Melampirkan Surat Setoran Pajak (SSP);
  • Bukti pemungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC);
  • Melampirkan surat penetapan pabean;
  • Menyetarakan surat penetapan tarif atau nilai pabean;
  • Melakukan validasi Pemberitahuan Impor Barang pada aplikasi e-Faktur; dan
  • Memiliki surat penetapan kembali tarif atau nilai pabean yang mencantumkan identitas pemilik barang (nama, alamat, dan NPWP) yang merupakan satu kesatuan tak terpisahkan dari Pemberitahuan Impor Barang untuk impor Barang Kena Pajak (BKP) dalam hal penetapan kekurangan nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor oleh bea cukai.

Komponen yang terdapat dalam formulir Pemberitahuan Impor Barang (PIB) menurut PER-23/BC/2022 adalah sebagai berikut:

 

Sumber : PER-23/BC/2022

Berikut ini merupakan bagian-bagian yang harus diperhatikan sebelum mengisi formulir PIB sesuai dalam PER-23/BC/2022 adalah sebagai berikut:

  1. Kantor Kepabeanan

Diisi pada kolom yang disediakan dengan nama dan kode kantor pabean tempat didaftarkannya Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Contoh:

PIB didaftarkan di KPU BC Tanjung Priok.

Kantor Pabean: KPU BC Tanjung Priok

  1. Nomor Pengajuan

Diisi pada kolom yang disediakan dengan nomor pengajuan yang terdiri dari 26 (dua puluh enam) digit dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal penyampaian Pemberitahuan Impor Barang (PIB) melalui sistem komputer pelayanan atau media penyimpan data elektronik, nomor pengajuan sesuai dengan nomor yang diberikan oleh Modul Aplikasi PIB; atau
  2. dalam hal penyampaian Pemberitahuan lmpor Barang (PIB) secara tertulis di atas formulir, nomor pengajuan diisi dengan tiga kelompok data yang berupa:

1) Kode pengguna yang diberikan oleh Kantor Pabean;

2) Nomor pembuatan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dari importir; dan

3) Tanggal pembuatan Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

Contoh:

Kode pengguna adalah 990111;

Nomor pembuatan Pemberitahuan lmpor Barang (PIB) adalah 1125; dan

Tanggal pembuatan Pemberitahuan lmpor Barang (PIB) adalah PIB 14 April 2023.

Nomor Pengajuan: 990111 1125 14/04/2023

  1. Tanggal Pengajuan

Diisi oleh sistem komputer pelayanan atau Pejabat Bea dan Cukai pada kolom yang disediakan dengan tanggal diajukannya/ diberitahukannya Pemberitahuan Impor Barang (PIB) ke Kantor Pabean.

  1. Jenis Pemberitahuan Impor Barang (PIB)

Diisi pada kotak yang disediakan dengan kode jenis Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang terdiri atas:

  1. Jenis PIB biasa (kode 1); atau
  2. Jenis PIB berkala (kode 2).

Terdapat 2 jenis Pemberitahuan Impor Barang, yaitu:

  • Pemberitahuan Impor Barang Biasa

PIB yang diajukan untuk satu kali impor, baik untuk barang impor yang sudah tiba dan yang diajukan sebelum barang impor tiba.

  • Pemberitahuan Impor Barang Berkala

PIB yang diajukan untuk lebih dari satu kali impor dalam satu periode. Pada periode ini, barang impor biasanya dikeluarkan terlebih dahulu dari kawasan pabean.

Contoh:

JENIS PIB               1. Biasa          2. Berkala

  1. Jenis Impor

Diisi pada kotak yang disediakan dengan kode jenis impor yang terdiri atas:

  1. Impor Untuk Dipakai (kode 1);
  2. Impor Sementara (kode 2);
  3. Pelayanan Segera (kode 5); atau
  4. Gabungan 1 & 2 (kode 9).

Jenis impor “Gabungan 1 & 2” dipilih dalam hal jenis impor yang dilakukan terdiri dari impor untuk dipakai dan impor sementara.

Contoh:

JENIS IMPOR                  1. Untuk Dipakai              2. Sementara

5. Pelayanan Segera        9. Gabungan 1 & 2

  1. Cara Pembayaran

Diisi pada kotak yang disediakan dengan kode cara pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terdiri atas:

  1. Pembayaran biasa/tunai (kode 1);
  2. Pembayaran berkala (kode 2);
  3. ·Pembayaran dengan jaminan (kode 3); atau
  4. Lainnya (kode 9)

Pembayaran lainnya dipilih dalam hal pembayaran dilakukan secara tunai dan menggunakan jaminan.

Contoh:

CARA PEMBAYARAN                   1. Biasa/Tunai                         2. Berkala

3.  Dengan Jaminan                  9. Lainnya

       7. Nama Pemasok

Berisikan identitas lengkap oleh pihak eksportir disertai dengan kode negara pengekspor.

  1. Importir

Berisikan data-data perusahaan pengimpor seperti NPWP, identitas, Angka Pengenal Importir (API), dan status.

  1. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan

Berisikan identitas lengkap pemilik jasa kepabeanan yang diinput secara langsung oleh pihak penyedia jasa kepabeanan.

  1. Perkiraan Tanggal Tiba

Berisikan estimai waktu sampai yang dapat dilihat berdasarkan Bill of Lading yang sudah dimiliki.

Pemberitahuan Impor Barang berisikan perincian atas barang impor, termasuk dengan jumlah pajak dan bea masuk yang harus dibayarkan atas barang impor. Pemberitahuan Impor Barang disampaikan dalam data elektronik melalui sistem kepabeanan atau menggunakan media penyimpanan data digital. Pemberitahuan Impor Barang juga dapat disampaikan melalui tulisan di atas sebuah formulir khusus.

Pemberitahuan Impor Barang kemudian akan dilaporkan bersamaan dengan beberapa dokumen pelengkap serta bukti pembayaran bea masuk, cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang disampaikan kepada pejabat di kantor pabean. Barang Kena Cukai (BKC) dapat dilunasi dengan pelekatan pita cukai yang dokumen pemesanannya pun telah disampaikan kepada pejabat di kantor pabean tempat pengeluaran suatu barang.

Untuk dokumen seperti Surat Pemberitahuan Jalur Kuning, Surat Pemberitahuan Jalur Merah, dan SPPB untuk jalur hijau pelunasannya akan dilakukan dalam jangka waktu 3 hari kerja setelah tanggal. Kemudian, dokumen SPPB yang berada di dalam jalur MITA Non Prioritas dan jalur MITA Prioritas, maka sistem pelunasannya akan dilakukan dalam rentang waktu 5 hari kerja.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

By Olina Rizki Arizal
Partner

 

 

Referensi:

https://www.pajakku.com/read/629f02bba9ea8709cb18a364/Apa-Itu-Pemberitahuan-Barang-Impor-(PIB)

https://bppk.kemenkeu.go.id/sekretariat-badan/berita/peran-pemeriksa-pajak-dalam-sistem-perpajakan-self-assessment-710361

UU Nomor 17 Tahun 2006

PER-23/BC/2022

PMK 201/PMK.04/2019

 

Categories
Customs

Apa itu Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)?

Pemberitahuan ekspor barang (PEB) merupakan dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau media elektronik. PEB ada 2 jenis yaitu PEB biasa dan PEB berkala. PEB biasa diajukan untuk setiap transaksi ekspor. Sedangkan PEB berkala diajukan untuk seluruh transaksi ekspor dalam periode waktu tertentu.

Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dan didaftarkan ke Kantor Pabean dengan menggunakan PEB. Penyampaian PEB ini dapat dilakukan secara langsung dengan tulisan diatas formulir atau melalui media elektronik. Eksportir wajib mengisi PEB dengan lengkap dan benar dan bertanggung jawab atas kebenaran hal-hal diberitahukan dalam PEB.

Barang yang diberitahukan dalam PEB yang telah didaftarkan pada penjelasan diatas, akan dimuat atau telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean, dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor. Dalam hal PEB disampaikan melalui media elektronik, pesan elektronik, dan hasil cetak PEB yang telah didaftarkan diperlukan sebagai PEB yang sah.

Menurut pasal 4(a) Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor, disebutkan bahwa PEB yang tidak diperlukan terhadap ekspor, antara lain:

  • barang pribadi penumpang, barang awak sarana pengangkut, dan bekal kapal dengan menggunakan daftar bekal;
  • barang pelintas batas yang menggunakan Pemberitahuan Pabean sesuai ketentuan perjanjian perdagangan lintas batas;
  • barang dan atau kendaraan bermotor yang diekspor kembali dengan menggunakan dokumen yang diatur dalam ketentuan kepabeanan internasional (ATA CARNET, TRIPTEK, atau CPD CARNET); serta
  • barang kiriman melalui PT. (Persero) Pos Indonesia dengan menggunakan dokumen Declaration En Douane(CN.23).

Batas ekspor barang komoditi tertentu yang menurut ketentuan dikenakan pungutan ekspor terutang Pungutan Ekspor. Jenis dan besarnya tarif Pungutan Ekspor diatur tersendiri dalam Keputusan Menteri Keuangan. Pembayaran Pungutan Ekspor dilakukan secara tunai melalui Bank Devisa atau Kantor Pabean sebelum atau pada saat PEB didaftarkan dengan kurs yang berlaku pada saat pembayaran.

Eksportir dapat memberitahukan ekspor barang yang dilaksanakan dalam periode waktu tertentu dengan menggunakan PEB Berkala. Penggunaan PEB Berkala dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya. Persetujuan barang ekspor dapat diberikan dalam hal eksportir mempunyai reputasi yang baik, dan:

  • frekuensi ekspornya tinggi;
  • jadual sarana pengangkut barang ekspor tersebut tidak menentu;
  • lokasi pemuatan barang ekspor tersebut jauh dari Kantor Pabean dan atau Bank Devisa;
  • ekspor melalui saluran pipa atau jaringan transmisi; atau
  • berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya, pengeksporan barang perlu menggunakan PEB Berkala.

Eksportir dikategorikan mempunyai reputasi yang baik apabila:

  • tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai yang dikenai sanksi administrasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir;
  • tidak mempunyai tunggakan hutang bea masuk, cukai, pajak, dan pungutan negara lainnya; dan
  • sudah menyelenggarakan pembukuan sehingga dapat dibuat laporan sesuai Standar Akuntansi Keuangan Indonesia.

Tata Cara Pembuatan PEB

Adapun prosedur-prosedur dalam pembuatan PEB agar kegiatan ekspor semakin mudah dan lancar, antara lain:

  1. Eksportir menyampaikan mohon pembuatan dokumen PEB ke kantor Bea dan Cukai.
  2. Menjabarkan barang yang akan diekspor dalam bentuk dokumen.
  3. Pihak terkait melakukan pemeriksaan terkait barang yang akan diekspor.
  4. Jika terdapat kesalahan dalam penulisan data, akan diterbitkan NPP (Nota Pemberitahuan Penolakan).
  5. Jika ada dokumen persyaratan yang belum terpenuhi, akan diterbitkan NPPD (Nota Pemberitahuan Persyaratan Dokumen).
  6. Jika semua dokumen dan data sudah lengkap dan sesuai, dokumen PEB akan diterbitkan melalui NPE (Nota Pelayanan Ekspor).
  7. Semua barang ekspor akan diperiksa secara fisik, lalu diterbitkan juga PPB atau Pemberitahuan Pemeriksaan Barang.

Dokumen yang Diperlukan Dalam PEB

Adapun dokumen yang wajib dilampirkan oleh pelaku ekspor ketika akan membuat dokumen PEB, antara lain:

  1. surat invoice dalam ekspor;
  2. surat packing list;
  3. surat izin ekspor digunakan untuk barang-barang yang bersifat terbatas dalam kegiatan ekspor;
  4. cukai dan pajak dalam rangka kegiatan ekspor; serta
  5. dokumen tambahan sesuai kebutuhan karakteristik barang yang akan diekspor.

Data Informasi dalam PEB

Berikut ini terdapat data informasi yang wajib ada dalam PEB yang harus diketahui eksportir, antara lain:

  • Nomor pengajuan.
  • Data kantor pabean.
  • Data kantor pabean untuk ekspor.
  • Jenis barang yang akan diekspor.
  • Kategori barang yang akan diekspor.
  • Cara perdagangan yang dilakukan.
  • Cara pembayaran yang disepakati.
  • Kolom khusus bagi Bea dan Cukai.
  • Nama eksportir.
  • Nomor NPWP eksportir.
  • Alamat eksportir.
  • Data penerima barang ekspor.
  • Data pengangkutan barang yang akan diekspor.
  • Data pelabuhan untuk memuat barang yang diekspor.

Contoh Dokumen PEB

Berikut ini terdapat contoh dokumen PEB, sebagai berikut.

Sumber: Universitas Muhammadiyah Makassar

Manfaat PEB dalam Kegiatan Eksportir

Adapun manfaat yang diperoleh pelaku ekspor dari PEB dalam kegiatan eksportir barang, antara lain:

  • Mempermudah kegiatan ekspor.
  • Mempermudah administrasi ekspor.
  • Mempermudah pencatatan data statistik ekspor.
  • Menjadi penjamin keamanan barang yang akan diekspor.
  • Memudahkan kinerja Bea dan Cukai untuk mendokumentasikan barang yang akan diekspor.
  • Menjadi tanda bukti untuk menjamin legalitas bahwa barang yang akan diekspor tersebut merupakan legal.

Kerugian jika Ekspor tidak Memakai PEB

Berdasarkan pasal 3 ayat (2) Peraturan Dirjen Pajak No. PER – 07/PJ/2021 disebutkan bahwa PEB memiliki kedudukan yang sama dengan faktur pajak. maka, jika sebuah kegiatan ekspor tidak menggunakan PEB, pelaku bisnis akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajak.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

 

Categories
Customs

Mengenal tentang Investment Aggrement dan Bilateral Investment Treaty (BIT)

Investasi merupakan salah satu hal yang penting bagi negara karena salah satu pendapatan terbesar suatu negara diperoleh dari investasi. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai strategi dan upaya guna membuat para investor merasa aman dan terjamin selama berinvestasi di Indonesia, salah satunya adalah dengan melakukan perjanjian bilateral investasi di Indonesia dengan negara mitra investasi.

Apa itu Investment Aggrement (Perjanjian Investment)?

Perjanjian investasi merupakan perjanjian yang dibuat antara investor dengan perusahaan yang dimana investor akan menanamkan modalnya. Hal-hal yang diatur dalam perjanjian investasi antara lain berkaitan dengan jumlah investasi, skema, investasi, imbal balik, hingga peran investor dalam bisnis tersebut. Perjanjian ini memuat berbagai ketentuan, hak, kewajiban, dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak terkait investasi.

Investasi sendiri dalam bisnis memiliki peran penting sebagai tambahan modal, modal utama untuk ekspansi, dana untuk melengkapi fasilitas usaha, meningkatkan aset, hingga menyokong peluncuran produk atau tempat baru. Umumnya suntikan dana investor ini diperlukan untuk memenuhi aset perusahaan, saham, dan pembagian keuntungan.

Perjanjian ini juga bertujuan untuk memberikan kejelasan dan kepastian hukum kepada kedua belah pihak, serta menjadi landasan dalam menjalankan investasi secara profesional dan transparan.

Manfaat Perjanjian Investasi

Berikut ini terdapat manfaat dari perjanjian investasi, antara lain:

  • Memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak, terkait hak, kewajiban, dan tanggung jawab mereka dalam investasi, seperti yang sudah disepakati dalam perjanjian investasi.
  • Melindungi kepentingan kedua belah pihak, seperti pembagian keuntungan, pengelolaan investasi, serta hak dan tanggung jawab masing-masing.
  • Menguraikan dengan jelas persyaratan dan ketentuan, termasuk jumlah investasi, jangka waktu, tingkat pengembalian yang diharapkan, serta aturan terkait penarikan dana.
  • Membantu dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan investasi.

Jenis Perjanjian Investasi

Berikut ini terdapat jenis-jenis dari perjanjian investasi, antara lain:

  1. Perjanjian investasi usaha

Dalam perjanjian investasi usaha ini, identitas dari kedua belah pihak harus dimuat secara detail. Pihak pertama sebagai perusahaan atau entitas bisnisnya dan pihak kedua sebagai orang yang hendak berinvestasi di perusahaan tersebut. Kemudian, diatur sejumlah pasal yang berisi nilai investasi atau besaran uang atau aset yang ingin diinvestasikan.

Perjanjian ini digunakan ketika investor memberikan modal kepada pihak usaha untuk mendukung kegiatan operasional, ekspansi, dan pengembangan bisnis tersebut.

Perjanjian ini juga mencakup sejumlah komponen lain yang harus masuk dalam perjanjian investasi adalah peruntukan penggunaan modal yang diinvestasikan, penghitungan pembagian laba, jangka waktu investasi, pengambilan keputusan, serta mengatur risiko kerugian.

  1. Perjanjian investasi syariah

Perjanjian investasi syariah ini digunakan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Isi dalam perjanjian investasi syariah ini sebenarnya tidak jauh berbeda dari perjanjian investasi usaha. Namun, dalam klausul perjanjian investasi syariah ini, harus menyertakan istilah yang umum dalam konsep keuangan syariah. Seperti larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian).

Sama seperti perjanjian investasi usaha, perjanjian investasi syariah ini juga mengatur pembagian keuntungan, peruntukan penggunaan modal, jangka waktu investasi, pengaturan risiko kerugian, hingga kesepakatan penghentian kerja sama. Selebihnya, kamu dan pihak lain yang membuat kesepakatan dapat menambahkan klausul lain jika memang diperlukan, seperti misalnya pengelolaan atau penanganan apabila terjadi perselisihan, bencana alam, dan lain-lain.

  1. Perjanjian investasi bagi hasil

Selain berinvestasi, perjanjian investasi bagi hasil ini dapat digunakan juga untuk membuka usaha bersama. Elemen penting yang tidak boleh terlewat dalam perjanjian investasi ini adalah identitas kedua belah pihak beserta kedudukannya, baik sebagai kedua belah pihak yang menjalankan usaha atau salah satu sebagai pemodal dan satunya sebagai investor.

Dalam perjanjian investasi ini, dijelaskan juga bagi hasil adalah pembagian keuntungan yang diberikan kepada investor bila perusahaan mengalami keuntungan. Perhitungannya adalah dividen berasal dari laba bersih dikurangi laba ditahan. Di sini, juga diatur mengenai pembagian saham jika memang kedua belah pihak yang menjalankan usaha.

Apa itu Bilateral Investment Treaty (BIT)?

Bilateral Investment Treaty (BIT) atau perjanjian investasi bilateral merupakan perjanjian yang bersifat timbal balik diantara 2 (dua) negara untuk peningkatan dan perlindungan investasi di wilayah masing-masing negara. Pengaturan BIT di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Saat ini di Indonesia telah menandangi perjanjian investasi bilateral (BIT) dengan 52 negara, seperti Switzerland, United Arab Emirates, Singapore, Serbia, Libya, dan masih banyak yang lainnya. Indonesia telah melakukan BIT sebanyak 74 dengan berbagai status yaitu Signed (not in force), in force, dan terminated.

Salah satu BIT yang telah ditandatangani dan telah diratifikasi oleh Indonesia adalah BIT antara Indonesia dengan Belanda (1994 Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of the Netherlands on Promotion and Protection of Investment) yang ditandatangani di Jakarta pada 6 April 1994 oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Belanda ini disahkan dan diratifikasi melalui Keppres No. 58 Tahun 1994. Namun pada Maret 2014 lalu Indonesia mengumumkan bahwa Indonesia ingin menghentikan BIT- nya dengan Belanda melalui pengiriman Nota Diplomatik No. D/00405/02/2014/60 tanggal 17 Februari 2014 kepada Keduataan Belanda di Jakarta. Perjanjian tersebut resmi berakhir pada 1 Juli 2015.

Perjanjian investasi bilateral bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada penanam modal asing terhadap terjadinya tindakan-tindakan Host Country yang diskriminatif, serta dapat menghalangi penanaman modal asing mendapatkan hak dan kepentingan atas aset yang dimiliki. Selain itu, BIT juga memiliki tujuan khusus yaitu untuk mengurangi risiko non-ekonomi yang akan membuka peluang investasi.

Tujuan pembentukan perjanjian investasi bilateral ini dapat dilihat dari dua sisi. Dari sisi negara maju sebagai negara penanam modal, perjanjian investasi bilateral dibentuk untuk menjamin perlindungan bagi investor dan investasi yang dilakukannya. Sedangkan dari sisi negara berkembang sebagai negara penerima modal.

Fungsi dan Tujuan Lain dari BIT

Berikut ini terdapat beberapa fungsi dan tujuan lain dari BIT, antara lain:

  1. Perlindungan terhadap penanaman modal oleh para investor dari kedua negara
  2. Mendorong penanaman modal di antara kedua negara
  3. Mempromosikan investasi

Contoh Bilateral Investment Treaties (BITs) Indonesia dengan Negara Lain

Indonesia sendiri sudah melakukan perjanjian investasi bilateral sebanyak 74 kali. Berikut ini terdapat contoh-contoh Bilateral Investment Treaties (BITs) Indonesia dengan negara lain, antara lain:

  1. Indonesia – Switzerland BIT (2022)
  2. Indonesia – United Arab Emirates BIT (2019)
  3. Indonesia – Singapore BIT (2018)
  4. Indonesia – Serbia BIT (2011)
  5. Indonesia – Libya BIT (2009)
  6. Dan masih banyak yang lainnya.

Kerja Sama Investasi Indonesia – Singapura

Dikutip dari Laman Kemlu.go.id, Menlu RI pada acara Pertukaran Piagam Ratifikasi Persetujuan Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M) atau Bilateral Investment Treaty (BIT) RI – Singapura, dengan Menteri Perdagangan dan Industri Singapura, dan disaksikan oleh Kepala BKPM.

Pertukaran Piagam yang dilaksanakan secara virtual tersebut menandai mulai berlakunya P4M RI-Singapura, yang telah ditandanga-tangani sejak 2018. Proses ratifikasi ini dilakukan setelah kedua negara menyelesaikan prosedur internal di dalam negeri masing-masing. Untuk Indonesia, melalui Keppres No. 97/2020.

P4M RI – Singapura ini merupakan perjanjian investasi pertama yang diberlakukan Indonesia sejak Pemerintah mengkaji ulang berbagai perjanjian investasi dengan berbagai negara. “Perjanjian dengan Singapura ini memberikan pengaturan yang seimbang antara perlindungan terhadap investor dan hak negara melaksanakan kebijakan publiknya demi kepentingan umum”, ucap Menlu Retno.

Singapura menjadi mitra pertama dalam kerja sama investasi ini, mengingat statusnya sebagai negara penanam modal utama di Indonesia. Sejak tahun 2014, Singapura selalu menduduki peringkat pertama dalam realisasi penanaman modal di Indonesia, meliputi antara lain sektor minyak, gas, dan keuangan. Total investasi Singapura di Indonesia pada tahun 2019 mencapai USD 6,5 miliar, dan pada 2020 naik hingga USD 9,8 miliar. Perjanjian ini juga diharapkan akan mendorong investor Indonesia untuk berinvestasi dan mengembangkan jaringan usahanya di Singapura.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

https://bmoney.id/blog/surat-perjanjian-investasi-116580

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/05/08/surat-perjanjian-investasi#:~:text=Surat%20perjanjian%20investasi%20merupakan%20dokumen,investor%20dan%20pihak%20penerima%20modal.

https://kemlu.go.id/portal/id/read/2239/berita/babak-baru-kerja-sama-investasi-indonesia-singapura

https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss4/22/

https://fiskal.kemenkeu.go.id/files/berita-kajian/file/Proteksi%20Komitmen%20Sektor%20Jasa%20Indonesia%20Dalam%20Perjanjian%20Bilateral.pdf

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-bilateral-investment-treaty-bit/14609/2

https://investmentpolicy.unctad.org/international-investment-agreements/countries/97/indonesia

https://ejurnal.politeknikpratama.ac.id/index.php/jhpis/article/download/798/803

Categories
Customs

Mengenal Perjanjian Perdagangan Bebas: Jenis dan Contoh Implementasinya

Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) adalah perjanjian antara dua negara atau lebih di mana negara-negara tersebut menyepakati kewajiban tertentu yang memengaruhi perdagangan barang dan jasa, dan perlindungan bagi investor serta hak kekayaan intelektual.

Perdagangan bebas bisa membantu perusahaan untuk masuk dan bersaing lebih mudah dalam pasar global melalui tarif nol atau pengurangan dan ketentuan lainnya. Meskipun spesifikasi masing-masing perdagangan bebas berbeda-beda, pada umumnya perdagangan bebas menyediakan pengurangan hambatan perdagangan, menciptakan lingkungan perdagangan serta investasi yang lebih dapat diprediksi juga transparan. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk mengekspor produk dan layanannya ke pasar mitra dagang.

Perjanjian perdagangan bebas (FTA) terdiri dari tiga hal, yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Perdagangan barang bertujuan untuk menghapuskan tarif dan menangani hambatan non tarif, sedangkan dalam perdagangan jasa, FTA berusaha untuk menjaga akses pasar dan memastikan kondisi yang kondusif bagi penyedia produk jasa untuk berkembang. Untuk investasi, FTA bertujuan untuk melindungi dan mendorong investasi di Indonesia.

Per Januari 2023, Indonesia memiliki 17 skema perjanjian perdagangan bebas dengan berbagai negara mitra beserta peraturan di tingkat nasional yang mengatur lebih lanjut. Perjanjian Perdagangan bebas ini terbagi menjadi dua kategori yaitu regional sekaligus multilateral dan bilateral. Kategori regional dan multilateral bermaksud bahwa perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan oleh Indonesia disetujui dengan banyak negara baik yang berada dalam satu kawasan (regional) seperti ASEAN dan RCEP atau banyak negara yang berbeda kawasan (multilateral) seperti EFTA dan D-8. Kemudian Indonesia akan meratifikasi sekaligus menerapkan dari perjanjian perdagangan bebas tersebut melalui Undang-Undang dan menjabarkan prosedurnya melalui Peraturan Menteri Keuangan. Berikut Penjabaran dari 17 skema perjanjian perdagangan bebas tersebut:

Regional/Multilateral:

  1. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP): Diatur lebih lanjut dalam PMK 209 Tahun 2022 (Ketentuan Umum), PMK 221 Tahun 2022 (Untuk sesama anggota ASEAN), PMK No.222 Tahun 2022 (Untuk Australia), PMK 223 Tahun 2022 dan PMK No.37 Tahun 2023 (Untuk Korea Selatan), PMK 224 Tahun 2022 (Untuk China), PMK No. 225 Tahun 2022 dan PMK No.36 Tahun 2023 (Untuk Jepang), PMK No.226 Tahun 2022 (Untuk Selandia Baru)
  2. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.43 Tahun 2022
  3. ASEAN – China FTA (ACFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.171 Tahun 2020 dan PMK No.46 Tahun 2022
  4. ASEAN – Korea FTA (AKFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.169 Tahun 2020 dan PMK No.45 Tahun 2022
  5. ASEAN – India FTA (AIFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.47 Tahun 2022 dan PMK No.92 Tahun 2022
  6. ASEAN – Australia – New Zealand FTA(AANZFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.168 Tahun 2020 dan PMK No.44 Tahun 2022
  7. ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.71 Tahun 2021, PMK No.48 Tahun 2022 dan PMK No.90 Tahun 2022
  8. ASEAN – Hongkong FTA (AHKFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.80 Tahun 2020, PMK No.49 Tahun 2022 dan PMK No.93 Tahun 2022
  9. Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.122 Tahun 2021, PMK No.56 Tahun 2022 dan PMK No.91 Tahun 2022
  10. Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (D-8 PTA) Diatur lebih lanjut dalam PMK No.203 Tahun 2021 dan PMK No.57 Tahun 2022

Bilateral:

  1. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.73 Tahun 2021, PMK No.50 Tahun 2022 dan PMK No.51 Tahun 2022
  2. Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.70 Tahun 2021 dan PMK No.52 Tahun 2022
  3. Indonesia – Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICCEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.80 Tahun 2021 dan PMK No.55 Tahun 2022
  4. MoU Indonesia – Palestina: Diatur lebih lanjut dalam PMK No.72 Tahun 2021 dan PMK No.53 Tahun 2022
  5. Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA) Diatur lebih lanjut dalam PMK No.82 Tahun 2020, dan PMK No.54 Tahun 2022
  6. Indonesia – Mozambique Preferential Trade Agreement (IMPTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.89 Tahun 2022, dan PMK No.94 Tahun 2022
  7. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership (IKCEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.219 Tahun 2022, PMK No.227 Tahun 2022 dan PMK No.228 Tahun 2022

Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2000, ratifikasi adalah salah satu bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut. Ratifikasi dapat pula disebut sebagai proses persetujuan negara untuk terikat oleh perjanjian internasional, baik di level nasional maupun internasional. Setelah melakukan ratifikasi melalui Undang-Undang, Indonesia menjabarkan detail prosedur penerapan perjanjian perdagangan internasional melalui Peraturan Menteri Keuangan seperti yang telah disebut di atas.

Berbagai FTA yang berlaku berdampingan mulai dari perjanjian Bilateral hingga multilateral dengan perbedaan utama pada tata cara pengenaan, tarif dan jangka waktu implementasi dari masing-masing perjanjian. Beberapa negara bahkan terdaftar dalam satu atau lebih perjanjian perdagangan internasional dengan Indonesia seperti Jepang dan Korea Selatan yang secara bilateral maupun multilateral/regional melakukan FTA dengan masing-masing ketentuan dan manfaat. Maka dari itu importir dihimbau untuk memperhatikan tarif bea masuk, jangka waktu dan tata cara penerapan sesuai dengan FTA yang mendasarinya untuk mendapatkan ketentuan yang paling sesuai pada masanya.

Contoh Implementasi FTA Regional/Multilateral (ASEAN FTA)

Indonesia adalah anggota dari Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang saat ini telah mengembangkan kebijakan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Adanya tarif intra-regional di antara anggotanya melalui Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme menuntut anggotanya menerapkan tarif 0-5%. Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah suatu skema pengurangan tarif (bea masuk) untuk produk ASEAN yang berlaku di negara-negara ASEAN.

Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247 Tahun 2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dalam Rangka Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) menetapkan kiasifikasi dan tarif bea masuk atas impor barang dan negara-negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam dalam rangka skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT)

Ketentuannya ialah sebagai berikut:

  1. Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik.
  2. Tarif Bea Masuk dalam rangka skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang lebih rendah dari tarif Bea Masuk umum hanya diberlakukan terhadap impor barang yang dilengkapi Surat IKeterangan Asal (Form D) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara ASEAN bersangkutan.
  3. Importir wajib mencantunikan kode fasilitas Common Effective Preferential Tariff (CEPT) dan nomor referensi Form D pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  4. Surat Keterangan Asal (Form D) lembar asli dan lembar ketiga wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di pelabuhan pemasukan

Agar dapat diberikan Tarif Preferensi, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang dibuktikan dengan Certificate of Origin pada saat importasi.

Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam SKA dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi. Selain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA.

Ketentuan Asal Barang dapat pula dibuktikan dengan:

  1. Invoice Declaration yang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi.
  2. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar Negara Anggota ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline.
  3. Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.

 

Form SKA yang digunakan di Indonesia

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA): Form D atau e-Form D
  2. ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA): Form E
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA): Form AK
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA): Form IJEPA/JIEPA
  5. ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA): Form AI
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA): Form AANZ
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): Form IP
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership(AJCEP): Form AJ

Dalam menindaklanjuti pengajuan Tarif Preferensi, Bea Cukai dapat:

  • Melakukan penelitian terhadap Bukti Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi.
  • Meminta informasi yang berkaitan dengan Bukti Asal Barang
  • Melakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan Bukti Asal Barang
  • Melakukan Permintaan Verifikasi dan apabila Bukti Asal Barang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya maka Barang Impor akan dikenakan tarif yang berlaku umum.
  • Menolak Bukti Asal Barang dan atas barang impor dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum apabila penelitian menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi salah satu atau lebih Ketentuan Asal Barang
  • Menentukan ulang tarif apabila terdapat perbedaan pencantuman besaran tarif dan akan menetapkan tarif preferensi sesuai dengan besaran tarif yang seharusnya digunakan.
  • Menentukan ulang tarif apabila terdapat perbedaan pencantuman negara RCEP Country of Origin dan akan menetapkan tarif preferensi sesuai dengan negara yang seharusnya digunakan
  • Menetapkan apabila kelebihan jumlah impor, terdapat perbedaan spesifikasi barang dan/atau ketidaksesuaian fisik barang, barang akan dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum
  • Menetapkan apabila dalam beberapa jenis barang yang diajukan dalam Bukti Asal Barang terdapat salah satu di antaranya yang ditolak tidak akan membatalkan Tarif Preferensi atas barang lainnya
  • Menetapkan bahwa Bukti Asal Barang tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor
  • Melakukan penyidikan apabila ditemukan bukti dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan,.
  • Melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan Bukti Asal Barang di wilayah kerja masing-masing secara periodik

Tarif Preferensi dapat diberikan terhadap:

  1. Impor barang untuk dipakai;
  2. Impor barang untuk dipakai dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakanTarif Preferensi;
  3. Impor barang untuk dipakai dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah 4. mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi; atau
  4. Pengeluaran barang hasil produksi dariKawasan Bebaske TLDDP, sepanjang:
  5. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  6. pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi;dan
  7. dilakukan oleh pengusahadiKawasan Bebas yangtelahmemenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

 

Syarat Barang Impor yang Mendapat Tarif Preferensi

Agar dapat diberikan Tarif Preferensi, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang dibuktikan dengan Certificate of Origin pada saat importasi. Surat Keterangan Asal (SKA/Certificate of Origin) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam SKA dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi. Selain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA, Ketentuan Asal Barang dapat pula dibuktikan dengan:

  1. Invoice Declaration yang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi.
  2. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar Negara Anggota ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline.
  3. Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.

pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

 

Contoh Implementasi FTA Bilateral (IK-CEPA)

Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) merupakan sebuah perjanjian perdagangan bebas (FTA) bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan yang mencakup bidang perdagangan barang, jasa, penanaman modal, kerja sama ekonomi, hukum, dan kelembagaan. Pemerintah Indonesia telah sepakat meratifikasi perjanjian perdagangan ini melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2022 yang diundangkan pada September 2022 lalu dan secara resmi telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2023.

Adanya perjanjian ini akan berpotensi meningkatkan lalu lintas perdagangan antara kedua negara. Demi mendukung kerja sama tersebut, dalam perjanjian ini Korea akan meliberalisasi sebanyak 95,5 persen dari total 12.232 pos tarifnya, sedangkan Indonesia akan meliberalisasi 92 persen dari total 10.813 pos tarifnya. Selain itu, 92 persen pos tarif di Korea akan dieliminasi menjadi 0 persen sejak entry into force (EIF), sedangkan di Indonesia akan dieliminasi sebanyak 86 persen pos tarif. Ke depannya, 3,4 persen pos tarif di Korea dan 5,6 persen di Indonesia masing-masing akan dieliminasi secara bertahap dalam rentang waktu 3-20 tahun mendatang.

Diperkirakan lima tahun yang akan datang kerja sama ini dapat memberikan peningkatan kesejahteraan hingga USD21,9 miliar, pertumbuhan ekonomi 2,43 persen, peningkatan ekspor 19,8 persen, dan peningkatan impor 13,8 persen. Dengan adanya peningkatan arus barang yang akan masuk dari Korea ke Indonesia (impor), dibutuhkan sebuah payung hukum yang jelas dalam mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah bergerak cepat dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.04/2022 terkait tata cara pengenaan tarif bea masuk, dan PMK Nomor 227/PMK.010/2022 terkait penetapan tarif bea masuk,

Ada beberapa potensi kerugian jika tidak meratifikasi perjanjian-perjanjian tersebut, yaitu Indonesia dapat disengketakan karena tidak menerapkan prinsip transparansi tidak menurunkan biaya transaksi. Lalu, Indonesia tidak dapat mengakses pasar tenaga profesional di sektor konstruksi, travel, komunikasi, jasa bisnis lainnya

Jadi, perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) akan memberikan fasilitas bea masuk kepada importir antar negara anggota atau disebut sebagai pihak dengan tarif preferensi yang berbeda dengan tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nation / MFN). Indonesia meratifikasi perjanjian perdagangan bebas ini melalui Undang-Undang No 24 tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional).

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Olina Rizki Arizal
Partner

Referensi:

https://ekon.go.id/publikasi/detail/2248/indonesia-akan-meratifikasi-7-perjanjian-perdagangan-internasional

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta#:~:text=Syarat%20Barang%20Impor%20yang%20Mendapat,of%20Origin%20pada%20saat%20importasi.

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/247~PMK.011~2009Per.HTM

https://asean.org/agreement-on-the-common-effective-preferential-tariff-cept-scheme-for-the-asean-free-trade-area-afta/

https://repository.unair.ac.id/94992/4/4.%20%20BAB%201%20%20PENDAHULUAN%20%20.pdf

https://fta.beacukai.go.id/sekilas-fta/

https://www.trade.gov/free-trade-agreement-overview#:~:text=A%20Free%20trade%20Agreement%20(FTA,property%20rights%2C%20among%20other%20topics.

https://www.trade.gov/us-free-trade-agreement-partner-countries

https://www.beacukai.go.id/berita/ik-cepa-resmi-diimplementasikan-pahami-ketentuan-bea-masuk-barang-dari-korea.html

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/30/03250081/apa-itu-ratifikasi-#

 

 

 

.

Categories
Customs

Apa itu Tempat Penimbunan Berikat?

Kegiatan yang berkaitan dengan transaksi dan/atau jasa antar negara dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan disebut dengan perdagangan internasional. Di dalam perdagangan internasional terdapat kegiatan ekspor dan impor, terlebih adanya pengaruh globalisasi mengakibatkan siapapun pelaku usaha bisa berjualan di mana saja dengan dibantu oleh teknologi.

Sehingga, untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam perdagangan internasional, pemerintah melalui Bea Cukai memberikan sejumlah fasilitas perpajakan kepada para pelaku ekspor. Salah satu fasilitas yang diberikan ialah Tempat Penimbunan Berikat (TPB).

Tempat Penimbunan Berikat meurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009, sebagaimana telah diubah dengan (stdd) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2015 mendefinisikan Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.

Menurut PP Nomor 85 Tahun 2015, terdapat tujuh jenis TPB, yaitu:

  1. Gudang Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

  1. Kawasan Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.

  1. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.

  1. Toko Bebas Bea

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu.

  1. Tempat Lelang Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.

  1. Kawasan Daur Ulang Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan daur ulang limbah asal impor dan/atau asal Daerah Pabean sehingga menjadi produk yang mempunyai nilai tambah serta nilai ekonomi yang lebih tinggi.

  1. Pusat Logistik Berikat

Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.

 

 

Tempat Penimbunan Berikat merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Pemasukan barang ke Tempat Penimbunan Berikat dapat berasal dari:

  1. Luar Daerah Pabean
  2. Tempat Penimbunan Berikat lainnya
  3. Tempat lain dalam daerah pabean
  4. KEK
  5. Kawasan Bebas dan/atau
  6. Kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah sesuai ketentuan perundang-undangan

Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:

  1. Barang yang mendapat fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut PDRI dan/atau tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM; dan/atau
  2. Barang yang seharusnya mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut PDRI dan/atau tidak dipungut PPN atau PPnBM.

Dalam PP Nomor 85 Tahun 2015 disebutkan juga, bahwa penyerahan dan pemanfaatan atas jasa kena pajak dalam, ke, atau dari Tempat Penimbunan Berikat dikenakan dan dipungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari TPB diberitahukan dengan menggunakan Dokumen TPB. Dokumen ini dibuat berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan prinsip self assessment.

Dokumen yang dibuat berdasarkan barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan menggunakan saluran pipa, jaringan transmisi, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya menurut Pasal 3a PER-7 BC 2021:

  1. Jumlah barang yang dapat diukur dengan alat ukur yang dapat diakses atau diperiksa oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPB; dan/atau
  2. Jenis barang yang dimasukkan dan/atau dikeluarkan melalui pipa, jaringan transmisi, ban berjalan (conveyor belt), dan sejenisnya tidak berubah-ubah.

Dokumen yang dibuat berdasarkan pemasukan dan pengeluaran barang oleh Penyelenggara/Pengusaha TPB yang memiliki bisnis proses yang memerlukan pergerakan barang secara cepat dan singkat, termasuk barang curah menurut Pasal 3b PER-7 BC 2021:

  1. Berdasarkan jumlah dan jenis barang yang telah dilaporkan oleh Penyelenggara/Pengusaha TPB kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi TPB di setiap pemasukan/pengeluarannya; dan/atau
  2. Dapat dilakukan pemeriksaan sewaktu-waktu berdasarkan manajemen risiko oleh Pejabat Bea dan Cukai.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Sumber:

https://www.beacukai.go.id/berita/sering-dianggap-sama-ini-tujuh-bentuk-tempat-penimbunan-berikat.html

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/16643

https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/yuk-kenali-tempat-penimbunan-berikat-tpb-5a0f8f6b/detail/

https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/menjadi-pengusaha-fasilitas-tempat-penimbunan-berikat-tpb-f7b51281/detail/

https://bcbekasi.net/file_peraturan/1627361073_PER-7_BC_2021%20Tata%20Laksana%20Pemasukan%20dan%20Pengeluaran%20ke%20dan%20dari%20TPB.pdf

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/17466

https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/d3d62225-af4c-4958-f4e5-08db2e7451cc

https://www.suara.com/lifestyle/2022/04/07/102214/berikut-aturan-kebijakan-ekspor-impor-perdagangan-internasional-yang-perlu-diketahui

Categories
Customs

Apa yang Dimaksud dengan Rules of Origin?

Banyak di berbagai negara yang melakukan perdagangan internasional, perdagangan internasional ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional ini berkaitan dengan yang namanya FTA (Free Trade Agreement). Adanya FTA ini bermanfaat bagi masyarakat untuk memperoleh tarif preferensi guna menekan biaya produksi dan mampu meningkatkan daya saing industri. FTA ini sangat berhubungan erat dengan Rules of Origin (RoO).

Peran rules of origin dinilai semakin penting dikarenakan semakin banyak barang yang dihasilkan melalui pengolahan berbagai gabungan input, misalnya bahan baku, yang merupakan sumber daya dari negara berbeda-beda. Di bawah ini akan dijelaskan mengenai ketentuan asal barang (rules of origin).

Apa yang dimaksud Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin)?

Ketentuan asal barang (rules of origin) merupakan mekanisme yang digunakan untuk menentukan asal negara suatu barang guna memperoleh fasilitas preferensi. Hal ini penting karena dalam perdagangan internasional, kewajiban dan pembatasan pada beberapa kasus tergantung sumber impor suatu barang.

Ketentuan asal barang ini sangat diperlukan dikarenakan bertujuan untuk menentukan dari mana suatu barang berasal. Oleh karena itu, ketentuan asal barang menetapkan beberapa kriteria yang bertujuan untuk menentukan dimana barang itu dibuat. Hal ini penting guna menerapkan kebijakan terkait dengan perdagangan, termasuk tarif preferensi, kuota, bea masuk imbalan, dan lain-lain.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 229/2017 s.t.d.t.d. PMK 209/2022, ketentuan asal barang merupakan ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Ketentuan asal barang ini tercantum dalam bentuk Certificate of Origin atau Surat Keterangan Asal (SKA) sebagai dokumen yang menunjukkan bahwa suatu barang telah memenuhi ketentuan asal barang dan sekaligus berhak memperoleh tarif preferensi. Jadi, SKA ini merupakan sertifikasi asal barang yang menyatakan bahwa barang atau komoditas yang diekspor adalah berasal dari negara pengekspor.

SKA ini yang membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di Indonesia. Berdasarkan informasi dari Kementerian Dalam Negeri, terdapat dua macam SKA yang diterbitkan, antara lain:

  1. SKA Preferensi sebagai persyaratan dalam mendapatkan preferensi yang disertakan pada barang ekspor tertentu untuk mendapatkan fasilitas berupa pembebasan seluruh atau sebagian bea masuk yang diberikan oleh suatu negara/kelompok negara tujuan.
  2. SKA Non-Preferensi yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan atau dokumen penyerta asal barang ekspor untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu.

 

 

Ketentuan-ketentuan asal barang

Untuk dapat menggunakan tarif preferensi, barang yang diekspor harus memenuhi ketentuan asal barang. Berikut ini ada beberapa ketentuan utama yang harus dipenuhi untuk memperoleh tarif preferensi, antara lain:

  1. Kriteria asal barang (origin criteria)

Kriteria asal barang yang harus dipenuhi agar mendapatkan tarif preferensi meliputi:

  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (wholly obtained atau wholly produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di satu negara anggota (not wholly obtained atau not wholly produced) yang mencakup:
  • Barang yang diproduksi di negara anggota dengan hanya menggunakan bahan originating yang berasal dari satu atau lebih negara anggota;
  • Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dengan hasil akhir memiliki kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase, atau kandungan bahan non-originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  • Barang yang proses produksinya menggunakan bahan non-originating dan seluruh bahan non-originating tersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi Change in Chapter (CC); Change in Tariff Heading (CTH); atau Change in Tariff Sub Heading (CTSH); dan/atau
  • Barang yang termasuk dalam daftar Product Specific Rules (PSR) sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.
  1. Kriteria pengiriman (consignment criteria)

Berdasarkan PMK 209/2022, kriteria pengiriman merupakan ketentuan pengiriman barang dari negara anggota pengekspor ke negara anggota pengimpor, dan mensyaratkan tidak adanya aktivitas yang mengubah asal barang.

Adapun kriteria pengiriman meliputi barang impor dikirim langsung dari pihak yang menerbitkan bukti asal barang ke dalam daerah pabean, barang impor dikirim melalui pihak selain pihak pengekspor dan pihak pengimpor, atau barang impor dikirim melalui nonpihak.

  1. Ketentuan prosedural (procedural provisions)

Ketentuan prosedural sebagaimana yang diatur dalam PMK 209/2022, terkait dengan penerbitan SKA Form RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. diterbitkan dalam bahasa Inggris;
  2. menggunakan bentuk dan format SKA Form RCEP sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam lampiran huruf A Angka Romawi VI dalam PMK tersebut;
  3. memuat nomor referensi SKA Form RCEP;
  4. memuat tanda tangan pejabat yang berwenang dan stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA secara manual atau elektronik;
  5. diterbitkan sebelum atau pada tanggal pengapalan atau tanggal eksportasi;
  6. mencantumkan kriteria asal barang (origin criteria) dan RCEP Country of Origin untuk setiap uraian barang, dalam hal SKA Form RCEP mencantumkan lebih dari satu uraian barang; dan
  7. memuat minimum information requirements.

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Olina Rizki Arizal
Partner

Referensi:

https://www.pajak.com/pajak/rules-of-origin-definisi-dan-ketentuan-pemenuhan/

https://news.ddtc.co.id/apa-itu-rules-of-origin-25643

https://e-ska.kemendag.go.id/home.php/home/form#:~:text=Surat%20Keterangan%20Asal%20(SKA)%20atau,berasal%20dari%20daerah%20%2F%20negara%20pengekspor

https://bcjuanda.beacukai.go.id/index.php/berita/972-pahami-ketentuan-certificate-of-origin