Categories
International Tax

Implications of OECD Pillar 2 Implementation for Indonesia

Indonesia sebagai pemegang Presidensi G20 tahun 2022 menginginkan Pilar 1 dan Pilar 2 dalam Rencana Aksi Base Erosion and Profit Shifting atau BEPS dapat berjalan secara bersamaan. Pemberlakuan Pilar 1 tentang pendekatan terpadu merupakan prasyarat jika Pilar 2 ingin dijalankan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia sebagai presidensi G20 tahun ini akan mendorong pemberlakuan Rencana Aksi BEPS. Masalah ini akan diangkat pada KTT G20 bulan depan untuk mendapatkan persetujuan. Di bawah ini dijelaskan mengenai pilar II beserta implikasi penerapannya di Indonesia.

Pilar II

Pilar kedua ini merupakan usulan solusi yang berupaya mengurangi persaingan perpajakan melalui penetapan tarif pajak penghasilan badan minimum yang efektif secara global untuk melindungi basis pajak. Pilar kedua ini bertujuan untuk menerapkan Pajak Minimum Global sebesar 15% bagi perusahaan multinasional (MNE) dengan peredaran bruto lebih dari 750 juta euro.

Pilar kedua ini mempunyai 2 aturan utama yaitu aturan Global Anti-Base Erosion (GLoBE) dan Subyek Peraturan Pajak (STTR) dimana GLoBE fokus dalam memberlakukan tarif pajak minimum global, sedangkan STTR berperan dalam menjaga hak perpajakan suatu negara. .

Indonesia bersama 137 negara lainnya telah menyatakan komitmennya untuk mendukung konsensus global terkait penerapan pilar kedua ini.

Implikasi Penerapan Pilar II bagi Indonesia

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah memberikan kepastian tarif pajak yang terutang dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang mengubah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pasal 17 UU HPP telah menetapkan tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi dan pengenaan tarif Wajib Pajak Badan sebesar 22%.

Pemerintah Indonesia membatalkan penurunan tarif pajak penghasilan badan dari 22% menjadi 20% karena diberlakukannya pajak minimum global sebesar 15%. Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemerintah berniat menurunkan tarif pajak penghasilan badan menjadi 20%, namun dengan disepakatinya pilar kedua ini, Indonesia harus membuktikan komitmennya dengan tidak ikut serta dalam penurunan tarif pajak tersebut.

Tax Holiday which is a government program is also affected. As a manifestation of Indonesia’s commitment to this pillar, the government intends to revoke the tax holiday program in 2023 when the global minimum tax regulation comes into effect.

The Indonesian government is also thinking about alternative tax holiday replacement programs. Of course, the incentive provided is no longer exemption from corporate income tax because all countries must tax companies at a minimum of 15% in accordance with the global consensus that has been reached.

 

TBrights is a tax consultant in Indonesia which currently is an integrated business service in Indonesia providing comprehensive tax and business services

By Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Reference:

https://ekonomi.bisnis.com/read/20221026/9/1591735/sri-mulyani-pilar-1-beps-harus-berlaku-sebelum-pilar-2

https://www.oecd-ilibrary.org/docserver/782bac33-en.pdf?expires=1687925235&id=id&accname=guest&checksum=8104252CA65EA7BC4DBB5F3BBA637121

https://www.oecd.org/tax/beps/oecd-releases-pillar-two-model-rules-for-domestic-implementation-of-15-percent-global-minimum-tax.htm

https://www.pajakku.com/read/6194dbbb4c0e791c3760c00f/Implikasi-Penerapan-Pilar-Kedua-OECD-Bagi-Indonesia-

Categories
International Tax

BEPS on Action 1: Tax Challenges Arising from Digitalisation

Pada tahun 2022, nilai transaksi uang elektronik tumbuh 30,84 persen dibandingkan tahun 2021 yang mencapai Rp399,6 triliun. Perry Warjiyo selaku Gubernur BI menyampaikan nilai transaksi uang elektronik diproyeksikan meningkat sebesar 23,9 persen dibandingkan tahun lalu hingga mencapai Rp495,2 triliun pada tahun 2023.

Oleh karena itu, mengatasi tantangan perpajakan yang disebabkan oleh digitalisasi merupakan salah satu prioritas utama dan telah menjadi fokus Proyek BEPS sejak dimulainya melalui reformasi sistem perpajakan internasional. Komitmen tersebut tertuang dalam pertemuan Presidensi Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Indonesia yang dilaksanakan pada 15-16 Juli 2022 di Nusa Dua, Bali.

Perkembangan model bisnis dan globalisasi membuat ketentuan tersebut tidak lagi mampu mengakomodasi perpajakan internasional atas aktivitas ekonomi lintas yurisdiksi yang semakin digitalisasi. Kelemahan ini pada akhirnya menciptakan celah penghindaran pajak, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut OECD dan G20 menggagas proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action Plan, yang berupaya mengatasi tantangan perpajakan akibat digitalisasi ekonomi.

Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) adalah istilah yang digunakan oleh negara-negara anggota G8, G20, dan The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk menggambarkan praktik bisnis yang dilakukan oleh banyak perusahaan multinasional (MNE) untuk memindahkan keuntungan bisnisnya melalui skema transfer pricing ke negara-negara yang menerapkan tarif pajak rendah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan Indonesia sebagai presidensi G20 akan mendorong implementasi Rencana Aksi BEPS. Masalah ini akan diangkat pada KTT G-20.

Sementara itu, sejak November 2021, 137 negara anggota OECD/G20 Inclusive Framework (IF), yang mewakili lebih dari 90 persen produk domestik bruto (PDB) global, termasuk Indonesia, telah menyetujui Solusi Dua Pilar. Namun untuk mewujudkan kedua pilar tersebut menjadi landasan hukum yang konkrit, perlu disusun Konvensi Multilateral (MLC). Oleh karena itu, kepemimpinan Indonesia pada forum G20 tahun 2022 sangat penting dalam mengawal kemajuan rencana implementasi Solusi Dua Pilar.

Quoted from the OECD, BEPS is a tax planning strategy that takes advantage of gaps and weaknesses contained in domestic tax laws and regulations to “eliminate” profits or divert these profits to other countries that have low tax rates or are even tax-free. The end goal is that the company does not have to pay taxes or that the taxes paid are of very little value to the company’s overall revenue.

For developing countries where an average of 80 percent of the country’s income comes from tax revenue, of course, BEPS or tax avoidance practices will be very detrimental because it has an impact on hampering development in the country.

The potential loss of state revenue from global corporate income tax (PPh) every year due to tax avoidance is quite large, amounting to USD100-240 billion based on OECD estimates. Even the IMF predicts an even bigger USD600 billion. This number will continue to grow following the number of business transactions that are also growing.

The enactment of Pillar 1 will make companies such as Google and Amazon have to deposit taxes into the countries where they operate so that American tax revenues could potentially be reduced. Therefore, Indonesia wants the enactment of Pillar 1 to be a precondition before the implementation of Pillar 2.

The content of Pillar 1 is a Unified Approach or solution to ensure the fairness of tax rights and basics through the revision of the international tax regime which is no longer based on physical presence and not the presence of economic significance. Pillar One will be the basis for reallocating taxation rights to market jurisdiction over income earned by Multinational Entities (MNEs) even though MNEs do not physically exist in market jurisdictions. Market jurisdictions are allowed to obtain taxation rights equal to 25% of the remaining profits earned by MNEs with a threshold of 20 billion Euros or 327 trillion IDR and profitability of 10%.

Although the signing of the Multilateral Convention (MLC) Pillar 1 has been postponed to mid-2023 and is targeted to enter into force in 2024, given the high dynamics of the formulation of taxation schemes in Pillar I, there has been significant progress in drafting technical provisions on new taxation rights for market jurisdictions.

Not only that, the issue of Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) or the erosion of the tax base and profit transfer is also a challenge in international taxation because it is increasingly prevalent amid the pace of globalization and economic digitalization

 

TBrights is a tax consultant in Indonesia which currently is an integrated business service in Indonesia providing comprehensive tax and business services

 

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Reference

https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/g20-dukung-implementasi-solusi-dua-pilar

https://www.oecd.org/tax/beps/beps-actions/action1/

https://news.ddtc.co.id/waktu-implementasi-pilar-1-belum-dapat-dipastikan-peran-as-signifikan-43451

https://komwasjak.kemenkeu.go.id/in/post/inclusive-framework-pilar-satu-dan-pilar-dua

https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/417

https://news.ddtc.co.id/apa-itu-pilar-1-dan-pilar-2-proposal-pajak-oecd-31707

https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sepakat-diterapkan-2024-pahami-ketentuan-pilar-1-oecd/

 

Categories
Expatriate - Articles

Getting to Know Immigration Prevention and Deterrence in Indonesia

Apa yang dimaksud dengan pencegahan dalam imigrasi?

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan bahwa pencegahan adalah larangan sementara terhadap orang untuk meninggalkan Wilayah Indonesia berdasarkan alasan keimigrasian atau alasan lain yang ditentukan oleh undang-undang. Berdasarkan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian disebutkan Menteri melakukan pencegahan berdasarkan:

  • hasil pengawasan Keimigrasian dan keputusan Tindakan Administratif Keimigrasian;
  • keputusan Menteri Keuangan dan Jaksa Agung sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • permintaan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • perintah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  • permintaan Kepala Badan Narkotika Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Dan
  • keputusan, perintah, atau permintaan pimpinan kementerian/lembaga lain yang menurut undang-undang mempunyai kewenangan Pencegahan.

Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepala Badan Narkotika Nasional, atau pimpinan kementerian/lembaga yang mempunyai kewenangan preventif bertanggung jawab. atas keputusan pencegahan, permintaan, dan perintah yang dibuatnya.

Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis. Keputusan pencegahan harus dikomunikasikan kepada orang yang dicegah selambat-lambatnya 7 hari sejak tanggal pengambilan keputusan. keputusan tersebut juga disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 hari sejak tanggal keputusan ditetapkan dengan permohonan untuk dilaksanakan.

Menteri dapat menolak pelaksanaan keputusan pencegahan apabila keputusan pencegahan tersebut tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, seperti:

  • nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir atau umur, serta foto yang dapat dicegah;
  • alasan untuk melakukan pencegahan; Dan
  • periode pencegahan.

Untuk jangka waktu pencegahan berlaku paling lama 6 bulan dan bila diperpanjang paling lama 6 bulan. Dalam hal ini tidak ada keputusan perpanjangan jangka waktu pencegahan, pencegahan berakhir demi hukum.

Prevention ends because of certain things like:

  • the stipulated period has expired;
  • revoked based on a written decision by the Minister or the official authorized to establish Prevention;
  • revoked by the official who determined the prevention based on the Decision of the State Administrative Court with permanent legal force; or
  • based on a court decision with permanent legal force stating that he is free on the case that is the reason for Prevention

What is deterrence in immigration?

Based on Article 1 of Law Number 6 of 2011 concerning Immigration, it is stated that deterrence is a prohibition on foreigners from entering Indonesian Territory based on immigration reasons.

Deterrence is also established by written decision. a deterrence decision on the request of an official shall be issued by the Minister no later than 3 days from the date on which the request for deterrence is submitted. Notice of denial of a request for deterrence must be given to the Officer no later than 7 days from the date the request for deterrence is received along with the reasons for the refusal. The Minister may reject a request for deterrence if the request for deterrence does not meet applicable regulations, such as:

  • name, gender, place and date of birth or age, as well as photos subject to deterrence;
  • reasons for deterrence; and
  • period of deterrence.

For a period of time, deterrence is valid for a maximum of 6 months and when extended for a maximum of 6 months. Just like prevention, there is no decision to extend the period of Denial, Deterrence ends in favor of law.

A lifetime suspension decree may be imposed on Foreigners who are deemed to disturb security and order. For Indonesian citizens, deterrence cannot be imposed because it is not in accordance with international principles and customs, which state that a citizen should not be prohibited from entering his own country.

Deterrence ends due to certain things such as:

  • the stipulated period has expired; or
  • revoked by the Minister.

 

TBrights is an integrated business service in Indonesia that will assist you to settle and grasp a lot of opportunities in Indonesia.

by Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Reference:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian

Categories
Expatriate - Articles

The Difference Between Home and Detention Room for Expats

Berdasarkan laman Direktorat Jenderal Imigrasi, dalam kurun waktu 1 Januari hingga 30 April 2022, Imigrasi telah memberlakukan sebanyak 1.033 Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK), baik yang dilakukan oleh Unit Pusat (Ditjen Imigrasi) maupun oleh Unit Pusat (Ditjen Imigrasi). Unit Pelaksana Teknis (UPT) seluruh Indonesia. Beberapa jenis Tindakan Administratif Keimigrasian yang dilakukan hingga bulan April 2022 antara lain memasukkan orang asing ke dalam daftar hitam, pembatalan izin tinggal keimigrasian, larangan berada di tempat tertentu, keharusan bertempat tinggal di suatu tempat, pengenaan biaya beban (seperti denda overstay), dan deportasi. .

Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dan melakukan kegiatan yang membahayakan, diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

Tindakan Administratif Keimigrasian menurut Permenkumham Nomor 29 Tahun 2021, merupakan sanksi administratif yang ditetapkan oleh Pejabat Imigrasi terhadap Orang Asing di luar proses peradilan. Bentuk sanksi yang dijatuhkan pada umumnya bersifat administratif dan berkaitan dengan status keimigrasian Orang Asing. Namun sanksi berupa pembatalan izin tinggal tidak hanya dikenakan pada saat orang asing menerima Tindakan Administratif Keimigrasian. Apabila terbukti melanggar hukum (dipidana) dan membahayakan ketertiban umum, maka Imigrasi juga dapat mencabut izin tinggal Orang Asing tersebut.

Dalam Pasal 84 ayat 1 dan 2 UU Keimigrasian Bab 8, pelaksanaan penahanan Orang Asing dilakukan dengan keputusan tertulis dari Menteri atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk. Keputusan tersebut berisi:

  1. data orang asing yang ditangkap;
  2. Alasan penahanan; Dan
  3. Tempat penahanan.

Tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan tindakan administratif keimigrasian disebut Ruang Detensi. Ruang Detensi Imigrasi berbentuk ruangan tertentu dan merupakan bagian dari Kantor Direktorat Jenderal, Kantor Imigrasi, atau Tempat Pemeriksaan Imigrasi.

Meanwhile, the Detention Center is a Technical Implementation Unit (UPT) that carries out immigration functions as a temporary shelter for foreigners subject to immigration administration actions. Immigration Detention Centers can be established in national capitals, provinces, districts, or cities. The Immigration Detention Center is headed by a chief.

Foreigners are placed in the Immigration Detention Room if:

  1. Being in Indonesia without having a valid and legal
  2. Being in Indonesia without having a valid travel document
  3. Awaiting deportation
  4. Waiting for departure out of Indonesian territory because of refusal to provide entry marks
  5. Subject to cancellation of the Stay Permit for disturbing public security and order.

Foreigners can be placed in immigration detention for up to 30 days. If it takes longer for the deportation process, it can be placed in an immigration detention center, an immigration Technical Implementation Unit (UPT) separate from the immigration office. Detention of Foreigners is carried out until the Detainee is deported. Detention can be carried out for a maximum period of 10 (ten) years.

The Immigration Administrative Action Act does not apply to victims of trafficking and human smuggling. Article 87 of the Immigration Law Chapter 8 states that victims of human trafficking and smuggling residing in the Indonesian Territory are placed in immigration detention centers or other designated places. Then, the Minister or designated Immigration Officer shall ensure that foreign victims of trafficking and human smuggling be immediately returned to their countries of origin and granted travel papers if they do not have them.

 

TBrights is an integrated business service in Indonesia that will assist you to settle and grasp a lot of opportunities in Indonesia.

 

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Reference:

Law Number 6 of 2011

Law Number 1 of 2023

Government Regulation Number 48 of 2021

https://rudenimbalikpapan.kemenkumham.go.id/erbedaan-rumah-detensi-imigrasi-dan-ruang-detensi-imigrasi/

https://www.hukumonline.com/kamus/r/ruang-detensi-imigrasi

https://jogja.imigrasi.go.id/bagaimana-cara-imigrasi-menangani-wna-yang-overstay-dan-akan-dideportasi-begini-penjelasannya

 

Categories
Domestic Taxation

Upaya-Upaya Hukum dalam Sengketa Pajak

Sengketa pajak menurut Pasal 1 ayat 5 UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Banding menurut Pasal 1 ayat 6 UU Nomor 14 Tahun 2002 diartikan sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakaan yang berlaku. Sedangkan gugatan diartikan sebagai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Sengketa pajak menjadi hal yang harus dihindari oleh Wajib Pajak. Namun, ada saatnya wajib pajak harus menghadapi sengketa pajak. Tata cara penyelesaian sengketa pajak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002.

Berikut ini beberapa penyebab sengketa pajak, yaitu:

  1. Adanya kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh Ditjen Pajak tetapi wajib pajak tidak merasa puas atas kebijakan tersebut, sehingga mengajukan upaya hukum yang diperbolehkan sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
  2. Terjadi pada saat pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan perpajakan, sehingga memicu perbedaan perhitungan pajak antara otoritas pajak dan wajib pajak.
  3. Adanya perbedaan pemahaman suatu aturan yang terdapat dalam grey area (belum pasti) sehingga menyebabkan multitafsir. Apabila tidak ada pedoman peraturan yang jelas dan masih dalam grey area, maka otoritas pajak kerap melakukan tindakan hukum atas suatu kasus pajak yang dihadapi.

Apabila tidak ditemukannya kesepakatan dan pemahaman antara kedua belah pihak, maka permasalahan tersebut akan diselesaikan melalui Pengadilan Pajak

Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak sebagai berikut:

  1. Keberatan
  2. Banding
  3. Gugutan
  4. Peninjauan Kembali

 Ruang Lingkup Keberatan

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas suatu:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
  3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
  4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN); dan
  5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Dalam hal terdapat alasan keberatan selain mengenai materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak, alasan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan.

Syarat Pengajuan Keberatan

  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  3. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
  4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan;
  5. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
  • surat ketetapan pajak dikirim; atau
  • pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga;

kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;

6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan

7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP.

Ruang Lingkup Banding

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang telah diajukan, maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Putusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

Syarat Pengajuan Banding

  1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan.
  2. Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan tersebut.
  3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

Ruang Lingkup Gugatan

Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.

Syarat Pengajuan Gugatan

  1. Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.
  2. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  3. Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan adalah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat. Jangka waktu ini tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka waktunya adalah 14 (empat belas) hari terhitung sejak berakhirnya keadaan diluar kekuasaan penggugat.
  4. Terhadap 1 (satu) pelaksanaan penagihan atau 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan Gugatan.
  5. Gugatan disertai dengan alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.

Ruang Lingkup Peninjauan Kembali

Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung.

Syarat Pengajuan Peninjauan Kembali

  1. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
  2. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak.
  3. Hukum Acara yang berlaku pada pemeriksaan peninjauan kembali adalah hukum acara pemeriksaan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kecuali yang diatur secara khusus dalam UU Pengadilan Pajak.

 

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

By Olina Rizki Arizal
Partner

 

Referensi

https://www.pajakku.com/read/62b02d2ca9ea8709cb18a647/Penyebab-Sengketa-Pajak-dan-Pencegahannya-Pelajari-Di-Sini!

https://www.pbtaxand.com/menu/detail/whats_new/768/sengketa-pajak#:~:text=Sengketa%20Pajak%20merupakan%20sengketa%20yang,peraturan%20perundang%2Dundangan%20perpajakan%2C%20termasuk

https://www.pajak.go.id/id/penyelesaian-sengketa-pajak

https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-sengketa-pajak-dan-tata-cara-penyelesaiannya-lt62ac3c58a988b/

https://bisnis.tempo.co/read/1420196/begini-kronologi-sengketa-pajak-rp-306-triliun-antara-pgn-dan-ditjen-pajak

Categories
Domestic Taxation

Mengenal Apa itu Keberatan Pajak?

Definisi dari keberatan pajak

Keberatan bisa diartikan sebagai upaya yang dapat ditempuh Wajib Pajak yang kurang atau tidak puas, dan/atau tidak sependapat terhadap hasil pemeriksaan pajak yang tertuang dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Ruang lingkup keberatan pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu:

  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau
  5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Wajib Pajak hanya dapat mengajukan keberatan terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak, yang meliputi jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau terhadap materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Persyaratan pengajuan keberatan pajak

Berikut ini terdapat persyaratan untuk mengajukan keberatan pajak, antara lain:

  • Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  • Satu keberatan diajukan hanya untuk 1 SKP, 1 pemotongan pajak, atau 1 pemungutan pajak;
  • Wajib Pajak harus melunasi pajak yang masih harus dibayar, paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi. Proses ini dilakukan sebelum surat keberatan disampaikan;
  • Surat keberatan diajukan dalam jangka waktu tiga bulan, sejak tanggal SKP dikirim, atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa dalam jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak; serta
  • Surat keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak. Dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP.

Proses pencabutan pengajuan keberatan pajak

Wajib pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak. Pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian permohonan dengan memenuhi persyaratan, diantaranya:

  • permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat mencantumkan alasan pencabutan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
  • surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus; serta
  • surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.

Kemudian Direktur Jenderal Pajak wajib akan memberikan jawaban atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan berupa surat persetujuan atau surat penolakan. Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak ini tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.

Proses penyelesaian keberatan pajak

Berikut ini terdapat proses penyelesaian keberatan pajak yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk:

  1. Meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy kepada Wajib Pajak terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan peminjaman buku, catatan, data dan informasi.
  2. Meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan terkait dengan materi yang disengketakan melalui penyampaian surat permintaan keterangan.
  3. Meminta keterangan atau bukti terkait dengan materi yang disengketakan kepada pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak melalui penyampaian surat permintaan data dan keterangan kepada pihak ketiga.
  4. Meninjau tempat Wajib Pajak, termasuk tempat lain yang diperlukan.
  5. Melakukan pembahasan dan klarifikasi atas hal-hal yang diperlukan dengan memanggil Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
  • Surat panggilan dikirimkan paling lama 10 hari kerja sebelum tanggal pembahasan dan klarifikasi atas sengketa perpajakan.
  • Pembahasan dan klarifikasi dituangkan dalam berita acara pembahasan dan klarifikasi sengketa perpajakan.
  1. Melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan keberatan.

Jangka waktu penyelesaian keberatan pajak

Berikut ini terdapat jangka waktu untuk penyelesaian keberatan pajak, antara lain:

  • Dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, dirjen pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
  • Jangka waktu tersebut dihitung sejak tanggal surat keberatan diterima sampai dengan tanggal surat keputusan keberatan diterbitkan.
  • Wajib Pajak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan pajak atas surat yang diterbitkan dirjen pajak, yang menyatakan bahwa keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan. Jangka waktu proses ini adalah 12 bulan tertangguh, terhitung sejak tanggal dikirim surat dari dirjen pajak itu kepada Wajib Pajak sampai dengan putusan gugatan pengadilan pajak diterima oleh dirjen pajak.
  • Apabila jangka waktu itu telah terlampaui dan dirjen pajak tidak memberi keputusan atas keberatan, maka keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak dianggap dikabulkan. Kemudian, dirjen pajak akan menerbitkan surat keputusan keberatan sesuai dengan pengajuan keberatan Wajib Pajak. Adapun jangka waktu penerbitan surat ini paling lama satu bulan.

Sanksi keberatan pajak

Dalam Pasal 18 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana diubah terakhir dengan PMK Nomor 202/PMK.03/2015 disebutkan bahwa dalam hal pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% juga dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam hal keputusan keberatan atas pengajuan keberatan Wajib Pajak menambah jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% tidak dikenakan dalam hal:

  • Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan;
  • pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi persyaratan pengajuan keberatan; serta
  • Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan.

 

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/12761

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan sebagaimana diubah terakhir dengan PMK Nomor 202/PMK.03/2015

https://datacenter.ortax.org/ortax/aturan/show/15190?aturan_status=15927

https://www.pajak.go.id/id/keberatan

https://www.pajak.com/pajak/ketentuan-pengajuan-keberatan-pemeriksaan-pajak/#:~:text=Namun%2C%20sesuai%20Pasal%2025%20ayat,sependapat%20dengan%20hasil%20pemeriksaan%20pajak.

Categories
Valuation

Mengenal Metode Valuasi dalam Generally Accepted Valuation Principles

Dalam keuangan, valuasi adalah suatu proses estimasi menentukan nilai moneter. Kegiatan ini dilakukan oleh seorang professional atau penilai untuk menentukan harga wajar atau biaya properti seperti bangunan, pabrik, tanah, dll yang perlu dilakukan penilaian. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap akuntan bersertifikat untuk memahami prinsip-prinsip dasar penilaian.

Valuasi merupakan suatu proses menentukan penilaian harga penjualan atau faktor pendapatan saat ini dari suatu entitas. Nilai suatu entitas tergantung pada masa pakai, efisiensi, struktur, pemeliharaan, lokasi, bunga bank, dll. Proses perhitungan ini untuk estimasi nilai properti atau aset lain untuk tujuan tertentu misalnya pembelian, penjualan, audit atau perpajakan.

Pendapatan, aset, modal, dan manajemen perusahaan merupakan aspek-aspek yang dinilai dalam metode valuasi. Hal ini menjadi penting bagi perusahaan apabila perusahaan akan melakukan akuisisi. Dengan adanya valuasi, perusahaan bisa menetapkan harga yang sesuai.

Faktor-faktor yang memengaruhi dalam menentukan valuasi perusahaan

  1. Aset

Semakin banyak aset yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi pula valuasinya. Beberapa contoh aset yang dihitung dalam pengukuran valuasi adalah bangunan dan mesin produksi.

  1. Pendanaan

Faktor lain yang memengaruhi valuasi perusahaan adalah pendanaan. Ini merupakan faktor yang sangat penting dalam pengukuran valuasi. Valuasi akan semakin tinggi jika dana yang masuk dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan perusahaan. Sebaliknya, apabila pendanaan hanya membuat perusahaan jalan di tempat atau justru tidak berkembang, maka valuasinya pun rendah.

  1. Stabilitas Perusahaan

Perusahaan dengan tingkat penjualan yang stabil bisa dipastikan valuasinya akan tinggi. Sebab, tingkat penjualan berhubungan erat dengan laba perusahaan. Makin tinggi tingkat penjualan, maka makin besar laba yang didapat.

  1. Persaingan dalam Industri

Valuasi juga dipengaruhi oleh keberadaan perusahaan kompetitor. Jika suatu perusahaan memiliki performa yang lebih baik dibanding pesaingnya, maka valuasinya pun akan naik.

  1. Kualitas Sumber Daya Manusia

Berikutnya, valuasi perusahaan juga dapat dipengaruhi oleh kualitas SDM, karena SDM yang berkualitas akan berpotensi membantu meningkatkan performa perusahaan.

  1. Kesuksesan Model Bisnis

Faktor terakhir yang memengaruhi valuasi perusahaan adalah kesuksesan model bisnis yang dijalankan. Ketika model bisnis yang dijalankan sukses, maka keuntungan yang didapat perusahaan pun meningkat. Namun, jika model bisnis tidak sukses, konsumen enggan membeli produk hingga berdampak pada keuntungan yang menurun jumlahnya.

 

Mengutip dari detik.com (Suwinto Johan, dkk) berikut ini merupakan faktor yang memengaruhi valuasi untuk merger dan akuisisi, yaitu:

  1. Scarcity

Istilah scarcity merupakan gambaran dari kompetitifnya beberapa industri, sehingga perusahaan yang ingin dijual, menjadi sedikit. Sedangkan, investor yang ingin berinvestasi malah banyak. Walaupun nilai valuasi tak mencapai harga tinggi, namun karena kekuatan antara permintaan dan penawaran, nilai valuasi bisa menjadi tinggi.

  1. Regulasi

Regulator mempunyai peranan yang penting dalam hal transaksi merger dan akuisisi perusahaan untuk memberikan izin atas transaksi yang dilakukan.

Di Indonesia sendiri, pihak regulator dikenal dengan Komisi Pemantau Persaingan Usaha (KPPU). Jika izin industry telah dikeluarkan, maka industry akan menjadi menarik bagi para pelaku usaha dan sebaliknya. Apabila regulator telah mengubah persyaratan modal minimum, maka pelaku usaha juga akan terpaksa berusaha untuk memenuhi persyaratan yang ada.

  1. Waktu Valuasi

Waktu dilakukannya valuasi akan sangat penting, karena menjadi dasar dalam menentukan nilai dan suatu asumsi-asumsi. Masalnya, penentuan tanggal juga perlu melibatkan kesepakatan berbagai pihak.

 

Cara Menghitung Valuasi

  1. Kapitalisasi Pasar

Kapitalisasi pasar akan mencerminkan nilai kekayaan perusahaan saat ini yang menjadi suatu pengukuran terhadap ukuran perusahaan. Semakin besar kapitalisasi pasar yang dimiliki perusahaan, tentu akan semakin besar juga ukuran perusahaan itu.

  1. Profit Multiplier

Metode profit multiplier atau pengganda keuntungan adalah cara di mana nilai perusahaan dihitung dengan mengalikan keuntungan bisnis, atau disebut price to earnings. Di mana harga adalah nilai perusahaan, dan laba berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan.

Contohnya, ada perusahaan yang memiliki laba bersih tahunan sekitar Rp1 triliun, dan akan menggunakan kelipatan 5.

Jadi, nilai perusahaan akan dihitung sebagai 5 x 1 triliun = 5 triliun. Meskipun perhitungannya tampak sangat sederhana, cara pengganda laba ini akan lebih rumit seiring dengan pertumbuhan perusahaan dan laba yang berfluktuasi setiap tahun

  1. Discounted Cash Flow (DCF)

Discounted Cash Flow DCF dilakukan dengan cara menghitung nilai sekarang dari arus kas di masa yang akan datang atau present value (PV). Jika asumsi yang digunakan akurat, maka cara DCF akan memberikan hasil valuasi yang baik.

Namun, penggunaan metode DCF juga punya kelemahan yakni mengharuskan kita untuk mengestimasikan arus kas di masa mendatang. Sehingga, akan ada potensi kesalahan dalam perhitungannya.

 

Contoh Valuasi

Berikut ini merupakan contoh perhitungan valuasi dalam (Mampukah IPO Bukalapak capai Kesuksesan IPO Alibaba; Budi Setianto)

Perhitungan valuasi yang mudah bisa dicontohkan pada startup. Cara menghitung valuasi dengan perhitungan modal awal dan suntikan dana investor. Contohnya, ada perusahaan startup yang memiliki nilai awal Rp 20 miliar, lalu ada sebuah venture capital yang menambahkan pendanaan sebesar Rp 20 miliar. Berarti, valuasi startup itu menjadi Rp 40 miliar, dengan kepemilikan saham 50% yang dimiliki venture tersebut.

 

Valuasi adalah kegiatan untuk menilai perusahaan melalui kinerja yang dihasilkan. Sedangkan, profit adalah keuntungan atau laba bersih yang didapatkan suatu perusahaan pada periode tertentu. Penilaian suatu perusahaan tidak didasari dari valuasi saja. Investor akan memepertimbangkan juga bagaimana profit perusahaan sebelum menanamkan modal saham ke perusahaan. Oleh karena itu, ada istilah valuasi saham. Valuasi saham adalah teknik untuk menentukan nilai wajar atau nilai intrinsic dari sebuah investasi. Sehingga valuasi saham akan dibandingkan dengan harga pasar yang ditawarkan.

Jadi, dengan adanya valuasi bermanfaat untuk digunakan ketika mencoba menentukan nilai wajar sekuritas, yang ditentukan oleh pembeli saat bersedia membayar penjual (melakukan transaksi dengan sukarela). Jadi, valuasi penting dilakukan agar pihak perusahaan maupun pelaku bisnis bisa menentukan harga jual perusahaan mereka.

 

TBrights merupakan tax consultant di Indonesia yang saat ini menjadi integrated business service di Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif termasuk dalam penyediaan jasa Penilaian.

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Referensi:

https://www.detik.com/jabar/berita/d-6181181/valuasi-pengertian-contoh-faktor-dan-cara-menghitungnya

https://trierconsulting.com/4-jenis-metode-valuasi-perusahaan-yang-bisa-anda-terapkan/

https://link.springer.com/chapter/10.1007/978-3-030-97117-5_2

https://www.toppr.com/guides/principles-and-practices-of-accounting/accounting-as-a-measurement-discipline/valuation-principles/

https://investbro.id/cara-menghitung-valuasi-perusahaan/

Categories
Valuation

Definisi dari Discounted Cash Flow (DCF)

Definisi dari Discounted Cash Flow (DCF)

Discounted Cash Flow (DCF) merupakan metode penilaian atau analisis yang digunakan untuk memperkirakan nilai investasi dengan menggunakan arus kas di masa yang akan datang. Hal Ini dapat membantu para investor yang mempertimbangkan keputusannya apakah akan mengakuisisi perusahaan tersebut atau membeli sekuritas. Analisis DCF juga dapat membantu pemilik dan manajer bisnis dalam membuat keputusan penganggaran modal atau pengeluaran operasi. Pada intinya, metode ini digunakan untuk mengestimasikan banyaknya penghasilan di masa depan dengan melihat nilai investasi saat ini.

Fungsi dari Discounted Cash Flow

Salah satu fungsi utama dari discounted cash flow adalah menghitung arus kas diskonto dari suatu bisnis agar bisa meperkirakan nilainya. Rata-rata para investor dan analis keuangan menggunakan metode DCF ini pada saat akan menentukan modal, bernegosiasi merger atau mengambil alih perusahaan.

Pada sebuah bisnis, metode DCF juga digunakan sebagai indikator untuk membuat keputusan terkait investasi tertentu, seperti peluncuran produk baru, membeli unit produksi, dan lainnya. Selain itu, perhitungan discounted cash flow dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan nilai-nilai tertentu, seperti harga saham, obligasi, real estate atau investasi sebuah proyek.

Manfaat dari Discounted Cash Flow

Manfaat discounted cash flow adalah untuk memperhitungkan profitabilitas masa depan perusahaan dan memberikan pandangan terkait prospeknya. Analisis DCF juga bermanfaat untuk mengoreksi efek dari penilaian yang berlebihan atau kurang pada suatu sektor maupun pasar menggunakan prediksi nilai intrinsik paling akurat.

Rumus dari Discounted Cash Flow

Discounted cash flow dihitung dengan membagi keuntungan tahunan yang diharapkan menggunakan tingkat diskonto berdasarkan biaya modal rata-rata.

Adapun rumus DCF adalah sebagai berikut:

Keterangan:

  • CF1 = arus kas untuk tahun pertama
  • CF2 = arus kas untuk tahun kedua
  • CFn = arus kas untuk tahun seterusnya
  • r = tingkat diskonto
  • n = tahun.

Sebagai contoh untuk periode 4 tahun, rumus DCF yang digunakan, antara lain:

Contoh Perhitungan Discounted Cash Flow

Berikut ini terdapat contoh perhitungan dari metode DCF, adalah sebagai berikut.

PT XYZ menghasilkan arus kas bebas sebesar Rp200.000.000 setiap tahunnya dan memiliki tingkat konstan 5%.

Nilai arus kas PT XYZ dapat diketahui dengan menggunakan perhitungan berikut:

Rp200.000.000 x 5% = Rp10.000.000

Dengan demikian, arus kas untuk tahun berikutnya adalah Rp200.000.000 + Rp10.000.000 = Rp210.000.000

Maka, perhitungan arus kas untuk tahun ketiga adalah (Rp210.000.000 x 5%) = Rp10.500.000 + Rp210.000.000 = Rp220.500.000

Jika tingkat diskonto perusahaan setiap tahunnya adalah sebesar 15%, maka nilai DCFnya adalah:

Jadi, keuntungan arus kas di masa depan yang bisa diperoleh PT XYZ selama periode tiga tahun adalah sebesar Rp548.260.869.

Kekurangan dari Discounted Cash Flow

Meskipun DCF adalah metode yang berguna untuk menilai pertumbuhan bisnis, namun terdapat beberapa kekurangan dari analisis ini, antara lain:

  • Metode ini sangat sensitif terhadap asumsi. Memprediksi masa depan seringkali dianggap rumit dan ada berbagai faktor yang tidak stabil, seperti krisis kesehatan keuangan.
  • Terdapat berbagai faktor eksternal penting yang tidak dapat diprediksi dengan analisis discounted cash flow, seperti persaingan dan perkembangan pasar.
  • Perhitungannya relatif rumit dari rumus dasarnya, sehingga dinilai tidak sepenuhnya akurat.

 

TBrights merupakan tax consultant di Indonesia yang saat ini menjadi integrated business service di Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif termasuk dalam penyediaan jasa Penilaian.

by Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/01/03/discounted-cash-flow-adalah#:~:text=Analisis%20discounted%20cash%20flow%20adalah,jangka%20waktu%20yang%20tidak%20terbatas.

https://www.investopedia.com/terms/d/dcf.asp

https://accurate.id/ekonomi-keuangan/discounted-cash-flow-adalah/

Categories
Customs

Tarif Preferensi terhadap Barang Impor

Badan Pusat Statistik mencatat nilai impor Indonesia pada Desember 2022 mencapai US$19,94 miliar, naik 5,16 persen dibandingkan November 2022 atau turun 6,61 persen dibandingkan Desember 2021. Tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Desember 2022 adalah Tiongkok senilai US$67,16 miliar (34,07 persen), Jepang senilai US$17,08 miliar (8,66 persen), dan Thailand senilai US$10,85 miliar (5,50 persen). Impor nonmigas dari ASEAN senilai US$32,85 miliar (16,67 persen) dan Uni Eropa senilai US$11,63 miliar (5,90 persen).

Adanya kegiatan ekspor impor ini merupakan bentuk komunikasi atau kerja sama pada tiap negara. Selain memenuhi kebutuhan dalam negeri, tujuan dilakukannya kegiatan impor adalah meningkatkan neraca pembayaran dan mengurangi pengeluaran devisa pada negara lain.

Indonesia merupakan anggota dari AFTA. AFTA (ASEAN Free Trade Area) adalah suatu organisasi perdagangan bebas di wilayah Asia Tenggara untuk mempermudah dan meningkatkan perdagangan di antara negara-negara Asia Tenggara.

Per Januari 2023, Indonesia memiliki 17 skema perjanjian perdagangan internasional dengan berbagai negara mitra, yaitu:

  1. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA)
  2. ASEAN – China FTA (ACFTA)
  3. ASEAN – Korea FTA (AKFTA)
  4. ASEAN – India FTA (AIFTA)
  5. ASEAN – Australia – New Zealand FTA(AANZFTA)
  6. ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP)
  7. ASEAN – Hongkong FTA (AHKFTA)
  8. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA)
  9. Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA)
  10. Indonesia – Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICCEPA)
  11. MoU Indonesia – Palestina
  12. Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA)
  13. Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA)
  14. Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (D-8 PTA)
  15. Indonesia – Mozambique Preferential Trade Agreement (IMPTA)
  16. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)
  17. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership (IKCEPA)

 

Berikut ini merupakan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Terkait Tarif Preferensi

ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) PMK Nomor 25/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 43/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN Trade in Goods Agreement

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Barang Antar Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN Trade in Goods Agreement)

ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA) PMK Nomor 26/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 46/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-China Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat Tiongkok (ASEAN-China Free Trade Area)

ASEAN-Korea Free Trade Area( AKFTA) PMK Nomor 24/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 45/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-KOREA Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antar Pemerintah Negara-Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea (ASEAN-Korea Free Trade Area)

Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA) PMK Nomor 30/PMK.010/2017

 

 

PMK Nomor 51/PMK.010/2022

 

 

 

 

PMK Nomor 50/PMK.010.2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi

 

Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dengan skema User Spesific Duty Free Scheme dalam rangka Persetujuan antara Republik Indonesia dan Jepang mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership)

 

Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi (Agreement Between The Republic Of Indonesia And Japan For An Economic Partnership)

ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA) PMK Nomor 27/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 47/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-India Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Mengenai Perdagangan Barang dalam Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh antara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik India (ASEAN-India Free Trade Area)

ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA) PMK Nomor 28/PMK.010/2017

 

PMK Nomor 44/PMK.010/2022

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Persetujuan Pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru (ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area)

Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA) PMK Nomor 29/PMK.010/2017

 

 

 

PMK Nomor 52/PMK.010/2022

 

 

Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan

 

Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam rangka Perjanjian Perdagangan Preferensial antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan (Preferential Trade Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Pakistan)

 

Dengan adanya perdagangan bebas, hal ini dapat membantu perusahaan untuk masuk dan bersaing lebih mudah dalam pasar global melalui tarif nol atau pengurangan dan ketentuan lainnya. Meskipun spesifikasi setiap perdagangan bebas berbeda-beda, pada umumnya perdagangan bebas menyediakan pengurangan hambatan perdagangan, menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih baik serta investasi yang lebih dapat diprediksi juga transparan. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk mengekspor produk dan layanannya ke pasar mitra dagang.

Kegiatan ekspor dan impor suatu negara ditambah dengan adanya perdagangan bebas menyebabkan diberlakukannya tarif preferensi terhadap barang impor. Dalam Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.04/2019 sebagaimana telah diubah terakhir dengan (stdtd) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/PMK.04/2020 , tarif preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam PMK mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Sementara itu, International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD) International tax Glossary (2015) tarif preferensi adalah tarif khusus yang mengenakan tarif lebih rendah atas impor dari negara tertentu atau impor barang tertentu. Tarif preferensi dapat dilihat melalui Indonesia National Trade Repository (INTR) atau melalui Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Jika melakukan impor dengan negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia maka barang tersebut dapat memanfaatkan tarif preferensi. Untuk mendapatkan tarif preferensi, harus membuktikan barang tersebut berasal dari negara yang tercantum dalam perjanjian perdagangan bebas. Adapun macam-macam bentuk dari bukti asal barang adalah sebagai berikut:

  • Surat Keterangan Asal (SKA)

Dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang menyatakan bahwa barang yang akan memasuki Daerah Pabean dapat diberikan Tarif Preferensi.

  • Surat Keterangan Asal Elektronik (e-Form)

SKA yang dikirim secara elektronik antar negara anggota. Saat ini skema FTA yang memiliki mekanisme SKA elektronik adalah ATIGA (e-Form D), ACFTA (e-Form E) dan AKFTA (e-Form AK)

  • Deklarasi Asal Barang (DAB)

Pernyataan asal barang yang dibuat oleh Eksportir Teregistrasi, Eksportir Bersertifikat atau eksportir sebagaimana diatur dalam masing-masing perjanjian atau kesepakatan internasional, yang digunakan sebagai dasar pemberian tarif preferensi. Saat ini skema FTA yang mengakomodasi DAB adalah ATIGA, IACEPA dan IECEPA.

Pada Tahun 2020 terganggunya aktivitas impor akibat pandemi Covid-19 berdampak pada proses penerbitan dan pengiriman SKA oleh negara mitra dagang Indonesia. Hambatan dalam proses penerbitan dan pengiriman SKA menimbulkan efek domino terkait dengan proses klaim tarif preferensi atas barang impor dikarenakan SKA menjadi salah satu syarat agar importir dapat menggunakan tarif preferensi.

Selama pandemi Covid-19, tata cara penyerahan SKA mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 45 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian Surat Keterangan Asal dalam rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian atau Kesepakatan Internasional Selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri ini mengatur pelaksanaan ketentuan prosedural dalam rangka pemanfaatan SKA atau Invoice Declaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA selama pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19), yang meliputi:

  1. penyerahan SKA atau Invoice Delaration beserta Dokumen Pelengkap Pabean Penelitian SKA;
  2. tanda tangan pejabat yang berwenang dan/ atau stempel resmi dari Instansi Penerbit SKA;
  3. tanda tangan eksportir; dan
  4. overleaf Notes.

 Form SKA yang Digunakan di Indonesia:

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA): Form D atau e-Form D
  2. ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA): Form E
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA): Form AK
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA): Form IJEPA/JIEPA
  5. ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA): Form AI
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA): Form AANZ
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): Form IP
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership(AJCEP): Form AJ

Tarif preferensi dapat diberikan terhadap:

  1. Impor barang untuk dipakai;
  2. Impor barang untuk dipakai dari Tempat Penimbunan Berikat (TPB) yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Prefernsi;
  3. Impor barang untuk dipakai dari Pusat Logistik Berikat (PLB), yang pada saat pemauskan barang ke PLB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferesi; atau
  4. Pengeluaran barang hasil produksi dari Kawasan Bebas ke Tempat Lain dalam Daerah Pabean (TLDDP),
  5. Bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  6. Pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi; dan
  7. Dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Bebas yang telah memenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

Tarif Preferensi dapat dikenakan kepada:

  1. Importir perseorangan atau badan hukum
  2. Penyelenggara/pengusaha TPB
  3. Penyelenggara/pengusaha PLB
  4. Pengusaha di Kawasan Bebas

Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) merupakan ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang diterapkan oleh suatu negara untuk menentukan negara asal barang.

Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang harus dipenuhi untuk mendapatkan Tarif Preferensi yaitu:

  1. kriteria asal barang (origin criteria);
  2. kriteria pengiriman (consignment criteria); dan
  3. ketentuan procedural (procedural provisions).

Kriteria asal barang yang harus dipenuhi agar dapat diberikan Tarif Preferensi meliputi:

  1. barang yang seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (wholly obtained atau wholly produced); atau
  2. barang yang tidak seluruhnya diperoleh atau diproduksi di 1 (satu) Negara Anggota (not wholly obtained atau not wholly produced) yang mencakup:
  3. barang yang diproduksi di Negara Anggota dengan hanya menggunakan Bahan Originating yang berasal dari 1 (satu)atau lebih Negara Anggota;
  4. barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating dengan hasil akhir memiliki kandungan regional atau bilateral yang mencapai sejumlah nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase; atau kandungan Bahan Non-Originating yang tidak melebihi nilai tertentu yang dinyatakan dalam persentase;
  5. barangyang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originatingdan seluruh Bahan Non-Originatingtersebut harus mengalami perubahan klasifikasi (Change in Tariff Classification/CTC) yang meliputi Change in Chapter(CC); Change in Tariff Heading(CTH);atau Change in Tariff Sub Heading(CTSH); dan/atau
  6. barang yang termasuk dalam daftar Product Specific Rules (PSR) sesuai denganketentuan yang diatur dalam perjanjian atau kesepakatan internasional.

Barang yang termasuk dalam kategori wholly obtained/produced meliputi:

  1. Tanaman dan produk tanaman;
  2. Binatang hidupyang lahir dan dibesarkan di satu Negara Anggota pengekspor;
  3. Produk yang diperoleh dari binatang hidup di satu Negara Anggota pengekspor;
  4. Hasil perburuan, perangkap, pemancingan, pertanian dan peternakan, budidaya air, pengumpulan atau penangkapan yang dilakukan di satu Negara Anggota pengekspor;
  5. Mineral dan produk alam lainnya;
  6. Hasil penangkapan ikan di laut yang diambil oleh kapal yang terdaftar di satu Negara Anggota dan berbendera negara tersebut, dan produk lain yang diambil dari perairan, dasar laut atau di bawahnya di luar wilayah perairan teritorial (misal Zona Ekonomi Eksklusif) Negara Anggota, sepanjang Negara Anggota memiliki hak untuk mengeksploitasi perairan, dasar laut dan di bawahnya tersebut sesuai dengan hukum internasional;
  7. Hasil penangkapan ikan di laut dan produk laut lainnya dari laut lepas oleh kapal yang terdaftar di satu Negara Anggota dan berbendera Negara Anggota tersebut;
  8. Produk yang diproses dan/atau dibuat di kapal pengolahan hasil laut (factory ship) yang terdaftar di satu negara anggota dan berbendera Negara Anggota, hanya dari produk sebagaimana dimaksud pada huruf g;
  9. Barang yang dikumpulkan, tidak dapat lagi berfungsi sesuai fungsinya semula, tidak dapat dikembalikan kepada fungsi semula atau tidak dapat diperbaiki dan hanya cocok untuk dibuang atau digunakan sebagai bahan baku, atau untuk tujuan daur ulang;
  10. Sisa dan scrap yang berasal dari proses produksi di satu Negara Anggota pengekspor; atau barang bekas yang dikumpulkan di satu Negara Anggota pengekspor, asalkan barang tersebut hanya cocok untuk diambil bahan mentah; dan
  11. Barang yang diproduksi atau diperoleh di satu Negara Anggota pengekspor dari produk sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai huruf j.

Jadi, dengan adanya perjanjian perdagangan bebas antar negara mitra saat melakukan impor akan dapat memanfaatkan fasilitas tarif preferensi yang harus dibuktikan dengan persyaratan dokumen-dokumen sesuai dalam perjanjian atau yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Referensi:

https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/1961/ekspor-desember-2022-mencapai-us-23-83-miliar–turun-1-10-persen-dibanding-november-2022-dan-impor-desember-2022-senilai-us-19-94-miliar–naik-5-16-persen-dibanding-november-2022.html#:~:text=Nilai%20impor%20Indonesia%20Desember%202022,23%20persen%20dibandingkan%20Desember%202021.

https://news.ddtc.co.id/apa-itu-tarif-preferensi-21024

https://e-ska.kemendag.go.id/home.php/home/preferensi

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta#:~:text=Syarat%20Barang%20Impor%20yang%20Mendapat,of%20Origin%20pada%20saat%20importasi

https://kumparan.com/berita-bisnis/apa-peran-indonesia-sebagai-anggota-afta-dalam-perundingan-g20-ini-jawabannya-1xhAG13PSGp

https://www.kompas.com/skola/read/2020/04/17/060000369/asean-free-trade-area-afta-sejarah-tujuan-dan-dampaknya

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta

Categories
Customs

Apa itu Most Favoured Nation (MFN)?

Menurut IBFD International Tax Glossary (2015) menyebutkan, Most Favoured Nation (MFN) merupakan perjanjian perdagangan dua negara yang berisikan klausul “most favoured nation” di mana semua pihak sepakat setiap konsesi perdagangan yang diberikan ke mitra dagang akan diterapkan ke pihak lain dalam perjanjian tersebut.

Dalam artian aturan yang lebih menguntungkan tidak dibagikan ke negara lain dengan tidak memberikan konsesi yang sama ke mitra perjanjian yang lain. Klausul MFN juga terdapat dalam tax treaty.

Sedangkan menurut Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO), MFN didefinisikan sebagai prinsip yang menekankan perlakukan yang sama untuk semua negara anggota WTO.

Biasanya klausul ini mempunyai efek mewajibkan negara tax treaty untuk memberikan manfaat pajak yang sama ke negara lain contohnya lewat perjanjian bilateral. Dengan hal itu MFN sebagai klausul non diskriminasi dengan tolok ukurnya perbandingan, perlakukan antara nonresiden satu yurisdiksi dan nonresiden lain.

MFN sebagai sebuah prinsip dasar sistem perdagangan multilateral yang ada dalam banyak dokumen kesepakatan WTO. Kesepakatan yang didalamnya terdapat prinsip MFN di antaranya yaitu Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan (General Agreement on Tariffs and Trade atau GATT).

Berdasarkan Article I GATT mengenai General Most Favoured Nation Treatment secara khusus mengatur tentang MFN. Di dalam Article tersebut disebutkan bahwa prinsip MFN mewajibkan setiap anggota WTO dalam menggunakan segera dan tanpa syarat perlakuan yang sama bagi impor dan ekspor tanpa membeda-bedakan asal dan negara tujuan impor dan ekspor tersebut sepanjang menyangkut anggota dari WTO.

Sedangkan untuk Article II berkaitan dengan keterikatan tarif, dimana setiap negara anggota harus menyesuaikan perlakuan perdagangan yang tidak lebih merugikan kepada negara partisipan lainnya sesuai dengan jadwalnya.

Kedua article ini membentuk prinsip MFN yang mengharuskan negara anggota menyesuaikan segala bentuk tindakan di perbatasan secara langsung dan tanpa syarat termasuk di dalamnya yaitu tarif, sehingga berlaku untuk seluruh negara partisipan lainnya tanpa terkecuali.

Semua keuntungan atau keistimewaan yang suatu negara bagikan kepada negara lain harus dibagikan secara otomatis dan tanpa syarat kepada produk serupa yang berasal dari anggota WTO lainnya. Kemudian keistimewaan atau keuntungan tersebut bisa berbentuk penurunan tarif prosedur bea cukai atau akses pasar. Seperti penurunan tarif untuk produk beras impor harus dibagikan kepada semua anggota WTO tanpa diskriminasi.

Dalam prinsip ini, keadaan atau kondisi tertentu yang diperkenankan melakukan tindakan pengecualian atas prinsip MFN. Pengecualian tersebut diberikan ketika anggota GATT membentuk suatu customs union atau free trade area yang melengkapi persyaratan kemudian tidak perlu memberikan perlakuan yang sama untuk negara anggota lain.

Pada intinya prinsip ini bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi terhadap praktek perdagangan internasional dan juga dengan adanya prinsip ini maka akan menjamin dan melindungi hak-hak dari negara-negara berkembang dalam mendapatkan keuntungan dari kondisi-kondisi perdagangan terbaik yang dinegosiasikan oleh negara-negara berkembang.

Berdasarkan informasi dari laman Kementerian Perdagangan, MFN didefinisikan menjadi tarif bea masuk yang dikenakan terhadap barang impor yang masuk ke sebuah negara dari negara lainnya dikecualikan pada negara yang mempunyai perjanjian khusus tentang tarif bea masuk dengan negara itu.

Singkatnya ada dua macam tarif bea masuk diantaranya MFN atau tarif yang berlaku secara umum dan tarif yang berlaku secara khusus (tarif preferensi). Ketentuan tarif tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal Dan/Atau Deklarasi Asal Barang Dalam Rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional.

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia.

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

https://www.ibfd.org/sites/default/files/2022-05/15_043_IBFD_International_Tax_Glossary_7th_Edition_final_web.pdf

https://pertapsi.or.id/apa-itu-most-favoured-nation-mfn#:~:text=Secara%20lebih%20sederhana%2C%20laman%20resmi,bea%20masuk%20dengan%20negara%20tersebut.

https://www.oecd.org/investment/internationalinvestmentagreements/40077165.pdf

https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-most-favored-nation/6306/2

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penyerahan Surat Keterangan Asal Dan/Atau Deklarasi Asal Barang Dalam Rangka Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Perjanjian Atau Kesepakatan Internasional

💬 Need Consultation ?