Mengenal Perjanjian Perdagangan Bebas: Jenis dan Contoh Implementasinya

Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) adalah perjanjian antara dua negara atau lebih di mana negara-negara tersebut menyepakati kewajiban tertentu yang memengaruhi perdagangan barang dan jasa, dan perlindungan bagi investor serta hak kekayaan intelektual.

Perdagangan bebas bisa membantu perusahaan untuk masuk dan bersaing lebih mudah dalam pasar global melalui tarif nol atau pengurangan dan ketentuan lainnya. Meskipun spesifikasi masing-masing perdagangan bebas berbeda-beda, pada umumnya perdagangan bebas menyediakan pengurangan hambatan perdagangan, menciptakan lingkungan perdagangan serta investasi yang lebih dapat diprediksi juga transparan. Hal ini akan mempermudah perusahaan untuk mengekspor produk dan layanannya ke pasar mitra dagang.

Perjanjian perdagangan bebas (FTA) terdiri dari tiga hal, yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa, dan investasi. Perdagangan barang bertujuan untuk menghapuskan tarif dan menangani hambatan non tarif, sedangkan dalam perdagangan jasa, FTA berusaha untuk menjaga akses pasar dan memastikan kondisi yang kondusif bagi penyedia produk jasa untuk berkembang. Untuk investasi, FTA bertujuan untuk melindungi dan mendorong investasi di Indonesia.

Per Januari 2023, Indonesia memiliki 17 skema perjanjian perdagangan bebas dengan berbagai negara mitra beserta peraturan di tingkat nasional yang mengatur lebih lanjut. Perjanjian Perdagangan bebas ini terbagi menjadi dua kategori yaitu regional sekaligus multilateral dan bilateral. Kategori regional dan multilateral bermaksud bahwa perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan oleh Indonesia disetujui dengan banyak negara baik yang berada dalam satu kawasan (regional) seperti ASEAN dan RCEP atau banyak negara yang berbeda kawasan (multilateral) seperti EFTA dan D-8. Kemudian Indonesia akan meratifikasi sekaligus menerapkan dari perjanjian perdagangan bebas tersebut melalui Undang-Undang dan menjabarkan prosedurnya melalui Peraturan Menteri Keuangan. Berikut Penjabaran dari 17 skema perjanjian perdagangan bebas tersebut:

Regional/Multilateral:

  1. Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP): Diatur lebih lanjut dalam PMK 209 Tahun 2022 (Ketentuan Umum), PMK 221 Tahun 2022 (Untuk sesama anggota ASEAN), PMK No.222 Tahun 2022 (Untuk Australia), PMK 223 Tahun 2022 dan PMK No.37 Tahun 2023 (Untuk Korea Selatan), PMK 224 Tahun 2022 (Untuk China), PMK No. 225 Tahun 2022 dan PMK No.36 Tahun 2023 (Untuk Jepang), PMK No.226 Tahun 2022 (Untuk Selandia Baru)
  2. ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.43 Tahun 2022
  3. ASEAN – China FTA (ACFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.171 Tahun 2020 dan PMK No.46 Tahun 2022
  4. ASEAN – Korea FTA (AKFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.169 Tahun 2020 dan PMK No.45 Tahun 2022
  5. ASEAN – India FTA (AIFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.47 Tahun 2022 dan PMK No.92 Tahun 2022
  6. ASEAN – Australia – New Zealand FTA(AANZFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.168 Tahun 2020 dan PMK No.44 Tahun 2022
  7. ASEAN – Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.71 Tahun 2021, PMK No.48 Tahun 2022 dan PMK No.90 Tahun 2022
  8. ASEAN – Hongkong FTA (AHKFTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.80 Tahun 2020, PMK No.49 Tahun 2022 dan PMK No.93 Tahun 2022
  9. Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement (IECEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.122 Tahun 2021, PMK No.56 Tahun 2022 dan PMK No.91 Tahun 2022
  10. Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (D-8 PTA) Diatur lebih lanjut dalam PMK No.203 Tahun 2021 dan PMK No.57 Tahun 2022

Bilateral:

  1. Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.73 Tahun 2021, PMK No.50 Tahun 2022 dan PMK No.51 Tahun 2022
  2. Indonesia – Pakistan Preferential Trade Agreement (IPPTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.70 Tahun 2021 dan PMK No.52 Tahun 2022
  3. Indonesia – Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICCEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.80 Tahun 2021 dan PMK No.55 Tahun 2022
  4. MoU Indonesia – Palestina: Diatur lebih lanjut dalam PMK No.72 Tahun 2021 dan PMK No.53 Tahun 2022
  5. Indonesia – Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA) Diatur lebih lanjut dalam PMK No.82 Tahun 2020, dan PMK No.54 Tahun 2022
  6. Indonesia – Mozambique Preferential Trade Agreement (IMPTA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.89 Tahun 2022, dan PMK No.94 Tahun 2022
  7. Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership (IKCEPA): Diatur lebih lanjut dalam PMK No.219 Tahun 2022, PMK No.227 Tahun 2022 dan PMK No.228 Tahun 2022

Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2000, ratifikasi adalah salah satu bentuk pengesahan perjanjian internasional di mana negara yang mengesahkan turut menandatangani naskah perjanjian tersebut. Ratifikasi dapat pula disebut sebagai proses persetujuan negara untuk terikat oleh perjanjian internasional, baik di level nasional maupun internasional. Setelah melakukan ratifikasi melalui Undang-Undang, Indonesia menjabarkan detail prosedur penerapan perjanjian perdagangan internasional melalui Peraturan Menteri Keuangan seperti yang telah disebut di atas.

Berbagai FTA yang berlaku berdampingan mulai dari perjanjian Bilateral hingga multilateral dengan perbedaan utama pada tata cara pengenaan, tarif dan jangka waktu implementasi dari masing-masing perjanjian. Beberapa negara bahkan terdaftar dalam satu atau lebih perjanjian perdagangan internasional dengan Indonesia seperti Jepang dan Korea Selatan yang secara bilateral maupun multilateral/regional melakukan FTA dengan masing-masing ketentuan dan manfaat. Maka dari itu importir dihimbau untuk memperhatikan tarif bea masuk, jangka waktu dan tata cara penerapan sesuai dengan FTA yang mendasarinya untuk mendapatkan ketentuan yang paling sesuai pada masanya.

Contoh Implementasi FTA Regional/Multilateral (ASEAN FTA)

Indonesia adalah anggota dari Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) yang saat ini telah mengembangkan kebijakan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Adanya tarif intra-regional di antara anggotanya melalui Common Effective Preferential Tariff (CEPT) Scheme menuntut anggotanya menerapkan tarif 0-5%. Common Effective Preferential Tariff (CEPT) adalah suatu skema pengurangan tarif (bea masuk) untuk produk ASEAN yang berlaku di negara-negara ASEAN.

Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247 Tahun 2009 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor dalam Rangka Skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) menetapkan kiasifikasi dan tarif bea masuk atas impor barang dan negara-negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapura, Thailand dan Vietnam dalam rangka skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT)

Ketentuannya ialah sebagai berikut:

  1. Diberlakukan berdasarkan asas timbal balik.
  2. Tarif Bea Masuk dalam rangka skema Common Effective Preferential Tariff (CEPT) yang lebih rendah dari tarif Bea Masuk umum hanya diberlakukan terhadap impor barang yang dilengkapi Surat IKeterangan Asal (Form D) yang telah ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara ASEAN bersangkutan.
  3. Importir wajib mencantunikan kode fasilitas Common Effective Preferential Tariff (CEPT) dan nomor referensi Form D pada Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
  4. Surat Keterangan Asal (Form D) lembar asli dan lembar ketiga wajib disampaikan oleh importir pada saat pengajuan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di pelabuhan pemasukan

Agar dapat diberikan Tarif Preferensi, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang dibuktikan dengan Certificate of Origin pada saat importasi.

Surat Keterangan Asal (SKA) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam SKA dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi. Selain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA.

Ketentuan Asal Barang dapat pula dibuktikan dengan:

  1. Invoice Declaration yang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi.
  2. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar Negara Anggota ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline.
  3. Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.

 

Form SKA yang digunakan di Indonesia

  1. ASEAN Trade In Goods Agreement(ATIGA): Form D atau e-Form D
  2. ASEAN-China Free Trade Area(ACFTA): Form E
  3. ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA): Form AK
  4. Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement(IJEPA): Form IJEPA/JIEPA
  5. ASEAN-India Free Trade Area(AIFTA): Form AI
  6. ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area(AANZFTA): Form AANZ
  7. Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement(IPPTA): Form IP
  8. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership(AJCEP): Form AJ

Dalam menindaklanjuti pengajuan Tarif Preferensi, Bea Cukai dapat:

  • Melakukan penelitian terhadap Bukti Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi.
  • Meminta informasi yang berkaitan dengan Bukti Asal Barang
  • Melakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan Bukti Asal Barang
  • Melakukan Permintaan Verifikasi dan apabila Bukti Asal Barang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya maka Barang Impor akan dikenakan tarif yang berlaku umum.
  • Menolak Bukti Asal Barang dan atas barang impor dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum apabila penelitian menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi salah satu atau lebih Ketentuan Asal Barang
  • Menentukan ulang tarif apabila terdapat perbedaan pencantuman besaran tarif dan akan menetapkan tarif preferensi sesuai dengan besaran tarif yang seharusnya digunakan.
  • Menentukan ulang tarif apabila terdapat perbedaan pencantuman negara RCEP Country of Origin dan akan menetapkan tarif preferensi sesuai dengan negara yang seharusnya digunakan
  • Menetapkan apabila kelebihan jumlah impor, terdapat perbedaan spesifikasi barang dan/atau ketidaksesuaian fisik barang, barang akan dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum
  • Menetapkan apabila dalam beberapa jenis barang yang diajukan dalam Bukti Asal Barang terdapat salah satu di antaranya yang ditolak tidak akan membatalkan Tarif Preferensi atas barang lainnya
  • Menetapkan bahwa Bukti Asal Barang tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor
  • Melakukan penyidikan apabila ditemukan bukti dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan,.
  • Melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan Bukti Asal Barang di wilayah kerja masing-masing secara periodik

Tarif Preferensi dapat diberikan terhadap:

  1. Impor barang untuk dipakai;
  2. Impor barang untuk dipakai dari TPB, yang pada saat pemasukan barang ke TPB telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakanTarif Preferensi;
  3. Impor barang untuk dipakai dari PLB, yang pada saat pemasukan barang ke PLB telah 4. mendapatkan persetujuan untuk menggunakan Tarif Preferensi; atau
  4. Pengeluaran barang hasil produksi dariKawasan Bebaske TLDDP, sepanjang:
  5. bahan baku dan/atau bahan penolong berasal dari luar Daerah Pabean;
  6. pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas telah mendapat persetujuan penggunaan Tarif Preferensi;dan
  7. dilakukan oleh pengusahadiKawasan Bebas yangtelahmemenuhi persyaratan sebagai pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

 

Syarat Barang Impor yang Mendapat Tarif Preferensi

Agar dapat diberikan Tarif Preferensi, barang yang diimpor harus memenuhi Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang dibuktikan dengan Certificate of Origin pada saat importasi. Surat Keterangan Asal (SKA/Certificate of Origin) merupakan dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA (IPSKA) yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam SKA dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi. Selain SKA yang diterbitkan oleh IPSKA, Ketentuan Asal Barang dapat pula dibuktikan dengan:

  1. Invoice Declaration yang diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter) yang telah disertifikasi oleh IPSKA untuk menjalankan skema Self Certification (Sertifikasi Mandiri). Dengan Sertifikasi Mandiri, Eksportir Bersertifikat dapat menerbitkan invoice yang menyatakan bahwa barang yang tercantum dalam invoice dimaksud dapat diberikan Tarif Preferensi.
  2. Surat Keterangan Asal Elektronik Form D (e-Form D) yang merupakan SKA Form D yang dapat dikirim secara elektronik antar Negara Anggota ASEAN melalui ASEAN Single Window (ASW) sesuai dengan ketentuan mengenai keamanan dan kerahasiaan informasi sebagaimana diatur dalam e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline.
  3. Surat Keterangan Asal Back-to-Back (Back-to-Back Certificate of Origin) atau Movement Certificate yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama.

pengusaha yang dapat menggunakan Tarif Preferensi.

 

Contoh Implementasi FTA Bilateral (IK-CEPA)

Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) merupakan sebuah perjanjian perdagangan bebas (FTA) bilateral antara Indonesia dengan Korea Selatan yang mencakup bidang perdagangan barang, jasa, penanaman modal, kerja sama ekonomi, hukum, dan kelembagaan. Pemerintah Indonesia telah sepakat meratifikasi perjanjian perdagangan ini melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2022 yang diundangkan pada September 2022 lalu dan secara resmi telah diimplementasikan sejak 1 Januari 2023.

Adanya perjanjian ini akan berpotensi meningkatkan lalu lintas perdagangan antara kedua negara. Demi mendukung kerja sama tersebut, dalam perjanjian ini Korea akan meliberalisasi sebanyak 95,5 persen dari total 12.232 pos tarifnya, sedangkan Indonesia akan meliberalisasi 92 persen dari total 10.813 pos tarifnya. Selain itu, 92 persen pos tarif di Korea akan dieliminasi menjadi 0 persen sejak entry into force (EIF), sedangkan di Indonesia akan dieliminasi sebanyak 86 persen pos tarif. Ke depannya, 3,4 persen pos tarif di Korea dan 5,6 persen di Indonesia masing-masing akan dieliminasi secara bertahap dalam rentang waktu 3-20 tahun mendatang.

Diperkirakan lima tahun yang akan datang kerja sama ini dapat memberikan peningkatan kesejahteraan hingga USD21,9 miliar, pertumbuhan ekonomi 2,43 persen, peningkatan ekspor 19,8 persen, dan peningkatan impor 13,8 persen. Dengan adanya peningkatan arus barang yang akan masuk dari Korea ke Indonesia (impor), dibutuhkan sebuah payung hukum yang jelas dalam mengatur tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan perjanjian tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui Menteri Keuangan telah bergerak cepat dengan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.04/2022 terkait tata cara pengenaan tarif bea masuk, dan PMK Nomor 227/PMK.010/2022 terkait penetapan tarif bea masuk,

Ada beberapa potensi kerugian jika tidak meratifikasi perjanjian-perjanjian tersebut, yaitu Indonesia dapat disengketakan karena tidak menerapkan prinsip transparansi tidak menurunkan biaya transaksi. Lalu, Indonesia tidak dapat mengakses pasar tenaga profesional di sektor konstruksi, travel, komunikasi, jasa bisnis lainnya

Jadi, perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) akan memberikan fasilitas bea masuk kepada importir antar negara anggota atau disebut sebagai pihak dengan tarif preferensi yang berbeda dengan tarif yang berlaku umum (Most Favoured Nation / MFN). Indonesia meratifikasi perjanjian perdagangan bebas ini melalui Undang-Undang No 24 tahun 2022 tentang Pengesahan Regional Comprehensive Economic Partnership Agreement (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional).

 

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Olina Rizki Arizal
Partner

Referensi:

https://ekon.go.id/publikasi/detail/2248/indonesia-akan-meratifikasi-7-perjanjian-perdagangan-internasional

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta#:~:text=Syarat%20Barang%20Impor%20yang%20Mendapat,of%20Origin%20pada%20saat%20importasi.

https://bcbekasi.beacukai.go.id/informasi-fta

https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2009/247~PMK.011~2009Per.HTM

https://asean.org/agreement-on-the-common-effective-preferential-tariff-cept-scheme-for-the-asean-free-trade-area-afta/

https://repository.unair.ac.id/94992/4/4.%20%20BAB%201%20%20PENDAHULUAN%20%20.pdf

Sekilas FTA

https://www.trade.gov/free-trade-agreement-overview#:~:text=A%20Free%20trade%20Agreement%20(FTA,property%20rights%2C%20among%20other%20topics.

https://www.trade.gov/us-free-trade-agreement-partner-countries

https://www.beacukai.go.id/berita/ik-cepa-resmi-diimplementasikan-pahami-ketentuan-bea-masuk-barang-dari-korea.html

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/30/03250081/apa-itu-ratifikasi-#

 

 

 

.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?