Categories
Domestic Taxation

Transformasi Kebijakan Impor untuk Pencegahan Pencemaran Lingkungan

Kementerian keuangan menerbitkan peraturan terbaru yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan bahan yang digunakan untuk pencegahan pencemaran lingkungan. Peraturan ini merupakan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32 Tahun 2024 yang akan berlaku pada 4 Agustus 2024  menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101 Tahun 2007. Peraturan ini diterbitkan dengan tujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, menyederhanakan proses bisnis dalam importasi peralatan dan bahan yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan, memberikan kepastian hukum, serta meningkatkan pelayanan kepabeanan.

Menurut Pasal 1 PMK 32/2024, peralatan merupakan instalasi, mesin dan permesinan, serta perlengkapan dan bagiannya yang digunakan untuk pemantauan, pemrosesan, dan pemanfaatan limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan dalam rangka mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan. Sedangkan, bahan merupakan semua bahan fisika, biologi, maupun kimia habis pakai yang digunakan untuk pemantauan, pemrosesan, dan pemanfaatan limbah agar pada saat pembuangan tidak mencemari dan merusak lingkungan dalam rangka mencegah atau mengendalikan pencemaran lingkungan.

Pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan bahan ini dapat berlaku untuk impor yang berasal dari luar daerah pabean maupun yang melalui pusat logistik berikat. Selain itu, pembebasan bea masuk atas impor ini hanya dapat diberikan apabila dilakukan oleh dua pihak yang meliputi badan usaha dan pihak ketiga. Badan usaha disini merupakan badan hukum yang didirikan di wilayah Indonesia serta memenuhi tiga kriteria, yaitu:

  1. Proses produksinya menimbulkan limbah, seperti manufaktur;
  2. Kegiatan usahanya menimbulkan limbah, seperti rumah sakit atau laboratorium;
  3. Khusus mengusahakan pengolahan limbah.

Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan bahan tersebut, badan usaha atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan. Permohonan tersebut dapat diajukan kepada menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat badan usaha atau pihak ketiga melakukan penyelesaian pabean. Dalam permohonan tersebut memuat beberapa informasi, seperti:

  1. Identitas badan usaha atau pihak ketiga;
  2. Rincian jenis, jumlah, perkiraan harga, fungsi, dan kegunaan peralatan dan bahan yang diminta pembebasan bea masuk;
  3. Pelabuhan pemasukan;
  4. Beberapa lampiran seperti rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk, invoice atau dokumen yang dipersamakan, katalog peralatan dan bahan, serta surat perjanjian kerja sama dalam hal importasi.

Tidak hanya mengatur mengenai pihak yang berhak mendapatkan pembebasan bea masuk dan tata cara pengajuan permohonan, tetapi PMK 32/2024 juga mengatur mengenai peralatan dan bahan impor yang digunakan untuk mencegah pencemaran lingkungan. Ketentuannya sebagai berikut:

  1. Barang impor belum diproduksi di dalam negeri;
  2. Barang impor sudah diproduksi di dalam negeri, tetapi belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan;
  3. Barang impor sudah diproduksi di dalam negeri, tetapi jumlahnya belum mencukupi kebutuhan.

By Olina Rizki Arizal
Partner

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Referensi:

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Peralatan dan Bahan yang Digunakan untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan

Categories
Domestic Taxation

Kenaikan Pajak Hiburan 40%-75%: Kebijakan Baru pada UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Pajak hiburan merupakan pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan hiburan yang harus dibayar oleh konsumen penikmat hiburan. Pajak hiburan termasuk dalam pajak daerah yang pada awalnya diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), kemudian diperbarui dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam pelaksanaanya, tarif pajak hiburan dapat disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing untuk memaksimalkan pendapatan daerah yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Daerah (Perda).

Merujuk pada Pasal 55 UU Nomor 1 Tahun 2022, jenis kesenian dan hiburan yang dikenai pajak diantaranya adalah tontonan film atau sejenis tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung; pagelaran seni, musik, tari, dan/atau busana; kontes kecantikan; kontes binaraga; pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap; pacuan kuda dan perlombaan bermotor; permainan ketangkasan; olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran; rekreasi wahana air, wahana ekologi, wahana pendidikan, wahana budaya, wahana salju, wahana permainan, pemancingan, agrowisata, dan kebun binatang; panti pijat dan pijat refleksi; serta diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Ketentuan tarif pajak hiburan tertuang dalam Pasal 58 UU Nomor 1 Tahun 2022, yaitu secara umum maksimal 10%, sementara itu terdapat pengecualian untuk pajak hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan minimal 40% dan maksimal 75%. Menyikapi peraturan terbaru ini, Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang menetapkan tarif pajak sebesar 40% untuk hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Penerapan pajak atas hiburan dilakukan sebagai fungsi regulerend, yaitu fungsi yang mengatur untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa jenis hiburan dapat memberikan dampak negatif (menimbulkan eksternalitas) sehingga diperlukan adanya “pengatur”. Pun hiburan merupakan objek yang potensial untuk dikenakan pajak daerah, di mana akan membantu PAD daerah itu sendiri. Pada dasarnya, pajak tidak boleh mengganggu pilihan bisnis, kecuali yang menimbulkan eksternalitas.

Alasan dibalik peningkatan tarif pajak hiburan khususnya diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa yaitu karena dalam bisnis tersebut terdapat potensi eksternalitas negatif sehingga dalam hal ini pemerintah berupaya untuk menekan eksternalitas negatif pada remaja. Kondisi finansial remaja dinilai belum stabil (belum memiliki pendapatan tetap) sehingga hal ini akan mendistorsi pilihan untuk menggunakan jasa hiburan. Dalam formulasi public policy seperti penetapan tarif pajak hiburan perlu adanya peran dari interest group (dalam konteks ini adalah asosiasi pengusaha hiburan) sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat lebih diterima oleh pihak yang berkaitan.

Kesimpulan: Kenaikan pajak hiburan berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 merupakan langkah pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor hiburan. Meskipun terdapat berbagai tantangan dan kekhawatiran, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada pelaksanaan dan pengawasan yang efektif. Pemerintah dan pelaku industri diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan kebijakan ini memberikan manfaat optimal bagi negara dan masyarakat.

 

By Olina Rizki Arizal
Partner

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Categories
Domestic Taxation

Fitur Terbaru dalam Aplikasi e-Faktur 4.0: Meningkatkan Efisiensi dan Keamanan Pelaporan Pajak

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan pembaruan besar pada aplikasi e-Faktur dengan memperkenalkan e-Faktur versi 4.0 pada 20 Juli 2024. Pembaruan ini merupakan langkah penting dalam memperkuat sistem perpajakan elektronik di Indonesia dan wajib digunakan oleh semua Pengusaha Kena Pajak (PKP). Berikut adalah beberapa fitur utama yang dihadirkan dalam versi terbaru ini:  

  1. Dukungan untuk NPWP 16 Digit Salah satu fitur utama dari e-Faktur 4.0 adalah kemampuannya mengakomodasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit. PKP kini dapat merekam dan menggunakan NPWP 16 digit selain NPWP 15 digit saat melakukan perekaman faktur pajak di sistem e-Faktur Desktop maupun e-Faktur Web Base. Dokumen output seperti cetakan faktur pajak dan retur faktur pajak juga akan menampilkan informasi Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) bersama dengan NPWP 16 digit. Selain itu, pengguna e-Nofa dapat login dan melihat informasi NPWP 16 digit serta NITKU.  
  2. Perbaikan Bug dan Penyempurnaan Sistem DJP telah melakukan sejumlah perbaikan bug pada aplikasi e-Faktur 4.0, yang mencakup:  Perekaman Dokumen Lain Pajak Masukan atas transaksi PPN Kegiatan Membangun Sendiri. Penyertaan summary faktur dengan kode transaksi 05 dalam SPT Masa PPN Lampiran AB. Penyesuaian saldo DPP dan PPN dari Faktur Pajak Keluaran ketika Retur Keluaran dibatalkan atau dihapus. Penyesuaian tarif PPN menjadi 11% pada referensi barang/jasa serta retur faktur. 
  3. Fitur Login yang Ditingkatkan Dengan e-Faktur 4.0, PKP dapat menggunakan NPWP 15 digit maupun 16 digit untuk login ke web e-Nofa. Menu profil pengguna kini juga mencantumkan informasi tambahan berupa NPWP 16 digit dan NITKU, memberikan kemudahan dan fleksibilitas dalam mengelola data perpajakan. 
  4. Peningkatan Keamanan Data Keamanan data dalam e-Faktur 4.0 juga ditingkatkan. Pengguna diimbau untuk melakukan backup database sebelum menginstal pembaruan untuk mencegah kehilangan data. DJP merekomendasikan backup database dalam format zip atau rar dengan nama ‘db_tanggalbackup’ dan disimpan di lokasi yang aman.  
  5. Panduan dan Dukungan Selama Pembaruan DJP menyediakan panduan rinci dan dukungan selama proses pembaruan. Masa henti (downtime) sistem dijadwalkan pada 20 Juli 2024 dari pukul 09.00 WIB hingga 19.00 WIB. Selama periode ini, PKP diimbau untuk menghentikan kegiatan upload data faktur, retur, dan dokumen lainnya hingga proses downtime selesai untuk menghindari kesalahan teknis.  
  6. Persiapan Pemadanan NIK sebagai NPWP Pada saat implementasi e-Faktur 4.0, PKP wajib pajak orang pribadi harus sudah melakukan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP. Hal ini sejalan dengan upaya DJP untuk meningkatkan akurasi dan integritas data perpajakan.  

Kesimpulan 

Pembaruan e-Faktur versi 4.0 membawa sejumlah peningkatan yang signifikan dalam hal fungsionalitas, keamanan, dan efisiensi. Dengan fitur-fitur baru yang mendukung penggunaan NPWP 16 digit, perbaikan bug, dan peningkatan keamanan data, diharapkan aplikasi ini dapat membantu wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka dengan lebih mudah dan aman. DJP terus berkomitmen untuk menyediakan solusi teknologi yang mendukung kepatuhan pajak dan meningkatkan pengalaman pengguna.

 

If you want to have more detail information, please contact TBrights

By Tommy HO – Managing Partner TBrights

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif.

Categories
Domestic Taxation

DJP Luncurkan e-Faktur Versi Terbaru

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) per tanggal 20 Juli 2024 akan meluncurkan e-Faktur versi 4.0. Faktur Pajak Elektronik atau e-Faktur merupakan faktur pajak atau bukti pungutan pajak yang dibuat melalui sebuah aplikasi elektronik yang terhubung secara otomatis dengan e-SPT. Faktur Pajak Elektronik atau e-Faktur biasanya dibuat pada saat Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), saat menerima pembayaran BKP/JKP sebelum penyerahan BKP/JKP, saat pembayaran termin atau penyerahan sebagai tahap pengerjaan, dan kondisi lainnya yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Seiring dengan akan diluncurkannya e-Faktur versi terbaru, yakni e-Faktur 4.0. DJP pun menerbitkan pengumuman nomor PENG-18/PJ.09/2024 bahwa waktu henti (downtime) untuk e-faktur desktop, e-faktur web base, dan e-nofa akan dilaksanakan pada 20 Juli 2024 dari pukul 09.00 hingga 19.00 WIB. Dengan demikian, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat mengunduh e-Faktur versi 4.0 mulai tanggal 12 Juli 2024.

Walaupun PKP sudah dapat mengunduh e-Faktur versi terbaru sejak 12 Juli 2024, tetapi PKP diimbau untuk tidak menggunakannya hingga waktu henti (downtime) berakhir. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan terjadinya corrupt atas database e-Faktur yang telah dimiliki oleh PKP. Oleh karena itu, sebelum melakukan update pastikan untuk melakukan backup database dengan menutup aplikasi e-Faktur, kemudian compress folder “db” ke bentuk ZIP/RAR, rename menjadi “db_tanggalbackup”, dan terakhir simpan file di folder yang aman.

Berikut merupakan beberapa tahapan dalam melakukan update aplikasi e-Faktur versi 4.0:

  1. Unduh file patch update di laman https://efaktur.pajak.go.id// yang sesuai dengan jenis sistem operasi PC/laptop yang digunakan;
  2. File patch yang berhasil terunduh, selanjutnya di ekstrak menjadi file baru yang berbentuk exe (executable file);
  3. Klik dua kali file exe sehingga pada bagian “Destination Folder” Anda dapat memilih lokasi direktori untuk menyimpan hasil ekstraksi patch aplikasi e-Faktur 4.0. Lokasi direktori disarankan berbeda dengan aplikasi sebelumnya agar tidak menimpa folder e-Faktur yang lama;
  4. Dalam folder ekstrak, Anda dapat salin folder “db” dari e-faktur versi 3.2 dan tempelkan ke folder hasil ekstrak;
  5. Kemudian jalankan file “EtaxInvoice.exe” dan pastikan PC/laptop terhubung dengan internet;
  6. Setelah berhasil, pilih “Lokal Database” dan kemudian pilih tombol “Connect”;
  7. Login dengan mengisi “Nama User” dan “Password”;
  8. Setelah masuk, pada tampilan awal versi yang muncul adalah “4.0.00.” dan tersaji informasi NPWP 16 digit serta  NITKU yang masih tertulis “null”;
  9. Update profil dengan masuk ke menu “Management Upload” dan pilih “Profil PKP”;
  10. Kemudian, pilih “Refresh/Sinkronisasi Profil PKP dari DJP” maka aplikasi akan melakukan sinkronisasi data dengan server DJP;
  11. Setelah selesai di refresh maka kolom NPWP 16 digit dan NITKU akan terisi secara otomatis. Langkah terakhir, lengkapi kolom-kolom lain yang masih belum terisi lalu pilih “Simpan” maka proses update telah selesai dilakukan.

By Tommy HO – Managing Partner TBrights

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif.

Referensi:

Pengumuman Nomor PENG-18/PJ.09/2024 tentang Pembaruan Daftar Layanan Perpajakan Berbasis NPWP 16 Digit, NITKU, dan NPWP 15 Digit.

Categories
Domestic Taxation

NITKU: Identitas Wajib Pajak Pengganti NPWP Cabang

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mengatur beberapa perubahan terkait aturan perpajakan, termasuk mengenai identitas Wajib Pajak. Wajib pajak yang sebelumnya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai tanda identitas dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan saat ini telah tergantikan oleh Nomor Induk Kependudukan (NIK). Selain NIK, Wajib pajak yang memiliki kegiatan usaha saat ini juga mengenal sebuah identitas yang dikenal dengan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha atau NITKU. 

Merujuk ke Peraturan Menteri Keuangan No.112/PMK.03/2022 mengenai Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah, NITKU atau Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha merupakan nomor identitas yang diberikan untuk tempat kegiatan usaha wajib pajak yang terpisah dari tempat kedudukan wajib pajak. Penerbitan NITKU bertujuan agar DJP dapat memperoleh data yang akurat mengenai Wajib Pajak badan. Tidak hanya itu, penerbitan NITKU juga dianggap sebagai langkah yang efektif dan efisien untuk menghadirkan administrasi perpajakan di seluruh kalangan masyarakat serta meminimalisasi masyarakat untuk menghindari pembayaran pajak karena alasan kepengurusan administrasi.

Pada awalnya, NITKU mulai diberlakukan pada 1 Januari 2024. Artinya pada 1 Januari 2024 seluruh Wajib Pajak cabang harus menggunakan tanda identitas berupa NITKU untuk melakukan administrasi perpajakannya. Akan tetapi, dalam informasi terbaru DJP menyatakan bahwa pelaksanaan NITKU tidak jadi dilakukan pada awal tahun 2024. Hal ini dikarenakan pelaksanaannya menunggu kesiapan dari sistem maka NITKU akan berlaku secara penuh bersamaan dengan diluncurkannya Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Core Tax Administration System) pada pertengahan tahun 2024.

Untuk memperoleh NITKU, Wajib Pajak cabang perlu untuk memperhatikan status NPWP Cabang yang dimiliki. Berdasarkan PMK Nomor 112 tahun 2022, apabila Wajib Pajak cabang telah memiliki NPWP Cabang atau telah mengajukannya sebelum peraturan tersebut berlaku maka NITKU akan diberikan secara otomatis oleh DJP kepada Wajib Pajak cabang. Selain itu, Wajib Pajak cabang juga dapat memperoleh NITKU melalui beberapa cara, seperti melalui situs resmi DJP di www.pajak.go.id, melalui email DJP, menghubungi contact center DJP, serta saluran lainnya yang telah ditentukan oleh DJP.

By Olina Rizki Arizal
Partner

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Referensi:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 Tahun 2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah.

Categories
Domestic Taxation

Pajak Karbon: Upaya Indonesia untuk Mengurangi Emisi dan Meningkatkan Kesejahteraan Lingkungan

Pajak karbon telah menjadi salah satu instrumen penting dalam upaya Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target pembangunan berkelanjutan. Dengan landasan hukum yang kuat, Indonesia telah menetapkan kebijakan yang mengatur penerapan pajak karbon. Aturan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) Pasal 13 Ayat (1), serta Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.

Landasan Hukum

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang disahkan pada tahun 2021, merupakan langkah penting dalam reformasi perpajakan di Indonesia. Pasal 13 Ayat (1) dari UU HPP menyatakan bahwa:

“Pemerintah dapat mengenakan pajak atas emisi karbon yang menyebabkan kerusakan lingkungan.”

Penerapan pajak karbon ini bertujuan untuk menginternalisasikan biaya lingkungan yang ditimbulkan oleh emisi karbon ke dalam harga produk dan jasa, sehingga mendorong pengurangan emisi dan peningkatan efisiensi energi. 

2. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 memberikan landasan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan nilai ekonomi karbon di Indonesia. Peraturan ini bertujuan untuk:

  • Mencapai target yang ditetapkan secara nasional dalam pengendalian emisi gas rumah kaca.
  • Mendorong pembangunan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan.
  • Mengatur mekanisme dan tata cara pelaksanaan pajak karbon serta perdagangan karbon di Indonesia.

Implementasi Pajak Karbon di Indonesia

Dengan landasan hukum yang jelas, implementasi pajak karbon di Indonesia dilakukan melalui beberapa tahap:

1. Penetapan Tarif Pajak Karbon

Tarif pajak karbon ditetapkan berdasarkan jumlah emisi karbon yang dihasilkan. Hal ini mendorong perusahaan dan individu untuk mengurangi emisi mereka guna mengurangi beban pajak.

2. Mekanisme Pengumpulan Pajak

Pajak karbon dikumpulkan melalui sistem perpajakan yang sudah ada, dengan penyesuaian untuk mengakomodasi pajak baru ini. Pengusaha dan industri diwajibkan melaporkan emisi mereka dan membayar pajak sesuai dengan tarif yang berlaku.

3. Penggunaan Pendapatan dari Pajak Karbon

Pendapatan yang diperoleh dari pajak karbon digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan ketahanan iklim. Ini termasuk investasi dalam energi terbarukan, peningkatan efisiensi energi, serta program reboisasi dan konservasi.

4. Perdagangan Karbon

Selain pajak karbon, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 juga mengatur mekanisme perdagangan karbon. Ini memungkinkan entitas yang berhasil mengurangi emisi mereka untuk menjual kelebihan kuota emisi kepada entitas lain yang belum mencapai target pengurangan emisi.

Tantangan dan Peluang

Implementasi pajak karbon di Indonesia tidak lepas dari tantangan. Beberapa tantangan yang dihadapi antara lain:

  • Resistensi dari Industri: Beberapa industri mungkin menolak pajak karbon karena meningkatkan biaya operasional mereka.
  • Pengawasan dan Penegakan Hukum: Pengawasan yang efektif dan penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memastikan kepatuhan.

Namun, terdapat juga peluang besar, antara lain:

  • Inovasi Teknologi: Pajak karbon mendorong inovasi dalam teknologi hijau dan energi terbarukan.
  • Pendanaan Proyek Hijau: Pendapatan dari pajak karbon dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek yang mendukung pembangunan berkelanjutan.

Kesimpulan

Pajak karbon di Indonesia, dengan landasan hukum yang kuat melalui UU HPP dan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, merupakan langkah signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target pembangunan berkelanjutan. Implementasi yang efektif dan pengawasan yang ketat akan sangat penting untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini dalam jangka panjang.

If you want to have more detail information, please contact TBrights

By Tommy HO – Managing Partner TBrights

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif.

Categories
Domestic Taxation

Implementasi Advance Pricing Agreement (APA) dalam Mengatasi Sengketa Transfer Pricing: Tinjauan Berdasarkan PMK 172 Tahun 2023

Transfer pricing merupakan sebuah kebijakan perusahaan dalam menentukan harga dalam transaksi yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa, baik itu transaksi barang, jasa, harta tak berwujud, maupun transaksi finansial yang dilakukan oleh perusahaan. Praktik transfer pricing ini terkadang dianggap sebagai suatu hal yang tidak baik (abuse of transfer pricing). Hal ini dikarenakan adanya tujuan penghematan pajak dengan menggeser beban pajak dari negara dengan tarif pajak tinggi ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah sehingga memungkinkan hilangnya potensi penerimaan pajak suatu negara.

Pemerintah Indonesia memfasilitasi Wajib Pajak mengenai skema advance pricing agreement (APA) yang dapat menjadi alternatif untuk mengantisipasi permasalahan tersebut. Pada tahun 2023, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang berlaku efektif mulai 29 Desember 2023 turut mengatur mengenai tata cara pelaksanaan kesepakatan harga transfer. Peraturan ini diterbitkan untuk menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pelaksanaan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement).

Advanced pricing agreement (APA) atau kesepakatan harga transfer sendiri merupakan perjanjian tertulis antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Wajib Pajak atau Otoritas Pajak Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang menyangkut Wajib Pajak di wilayah yuridiksinya. Kesepakatan harga transfer ini dilakukan dalam rangka menyepakati kriteria dalam penentuan harga transfer serta menentukan harga wajar atau laba wajar di muka. Tujuan dari kesepakatan ini adalah meminimalisasi terjadinya sengketa transfer pricing oleh perusahaan multinasional melalui adanya kepastian hukum terkait transaksi yang dilakukan Wajib Pajak kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam hal ini, hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan antara satu pihak dengan pihak lainnya yang disebabkan oleh kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan, maupun hubungan keluarga sedarah atau semenda.

Menurut PMK Nomor 172 Tahun 2023, APA terbagi menjadi dua jenis, yaitu APA Unilateral dan APA Bilateral atau Multilateral. APA Unilateral merupakan kesepakatan harga transfer antara DJP dan Wajib Pajak dalam negeri. Sedangkan, APA Bilateral atau Multilateral merupakan kesepakatan harga transfer antara DJP dan satu atau lebih Pejabat Berwenang Mitra Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang dilaksanakan berdasarkan permohonan Wajib Pajak dalam negeri. Selain itu, dinyatakan bahwa periode APA paling lama dilaksanakan selama 5 tahun setelah diajukannya permohonan APA dan pemberlakuan mundur atau roll-back yang dapat dilakukan untuk tahun pajak sebelum periode APA.

Merujuk pada PMK Nomor 172 Tahun 2023, Wajib Pajak dapat melakukan permohonan atau pengajuan APA apabila memenuhi beberapa kriteria berikut:

  1. Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban untuk menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan selama 3 tahun berturut-turut;
  2. Wajib Pajak telah memenuhi untuk menyelenggarakan TP Doc, berupa dokumen induk dan lokal, selama 3 tahun berturut-turut;
  3. Wajib Pajak tidak sedang melakukan penyidikan, penuntutan, persidangan, atau menjalani hukuman pidana di bidang perpajakan;
  4. Transaksi afiliasi yang diusulkan oleh Wajib Pajak telah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan;
  5. Usulan penentuan harga transfer dibuat berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU) dan tidak mengakibatkan laba operasi Wajib Pajak lebih kecil daripada laba operasi yang telah dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan badan.

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tersebut dapat melakukan permohonan atau pengajuan APA kepada DJP melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  1. Disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengisi formulir permohonan APA;
  2. Ditandatangani oleh pengurus yang tercantum dalam akad pendirian atau akad perubahan;
  3. Disampaikan dalam periode 12 bulan sampai dengan 6 bulan sebelum dimulainya periode APA;
  4. Dilampiri dengan surat pernyataan bahwa Wajib Pajak bersedia untuk melengkapi dokumen yang diperlukan dan melaksanakan kesepakatan yang tercantum dalam APA.

By Olina Rizki Arizal
Partner

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Referensi:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.

Categories
Domestic Taxation

Pemadanan NIK dengan NPWP Telah Berakhir: Apa Saja Dampaknya Jika Belum Dipadankan?

Masa pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) telah berakhir pada 30 Juni 2024. Sesuai dengan Perdirjen PER-6/PJ/2024, sejak 1 Juli 2024 NIK sudah resmi digunakan sebagai NPWP bagi wajib pajak orang pribadi berwarga negara Indonesia. Seiring berakhirnya masa pemadanan NIK dengan NPWP, tidak ada sanksi bagi wajib pajak yang belum memadankannya, sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur sanksi bagi wajib pajak yang belum memadankan NIK dengan NPWP.

Meskipun belum ada peraturan yang mengatur sanksi bagi wajib pajak yang belum memadankan NIK dengan NPWP, tetapi terdapat beberapa risiko yang mungkin terjadi seperti berpotensi tidak dapat menggunakan beberapa layanan publik yang diselenggarakan baik oleh Dirjen Pajak maupun pihak lain yang mensyaratkan NPWP. Berikut rangkuman risiko yang mungkin terjadi jika belum memadankan NIK dengan NPWP:

Layanan Pencairan Dana Pemerintah: Wajib pajak tidak akan bisa mengakses atau menerima pencairan dana dari pemerintah. Pencairan dana yang dimaksud baik berupa bantuan maupun insentif yang berasal dari pemerintah kepada masyarakat atau badan usaha.

Layanan Ekspor dan Impor: Kegiatan ekspor dan impor akan terganggu, hal ini tentunya sangat merugikan bagi pihak yang bergantung pada proses perdagangan internasional karena menghambat proses pengiriman barang keluar negeri atau menerima barang dari luar negeri.

Layanan Perbankan dan Sektor Keuangan Lainnya: Bagi wajib pajak yang akan menggunakan layanan perbankan dan layanan keuangan lainnya akan mengalami kesulitan karena layanan tersebut membutuhkan NPWP, kesulitan yang dimaksud yaitu saat pembukaan rekening baru, pengajuan pinjaman, dan investasi.

Layanan Pendirian Badan Usaha dan Perizinan Berusaha: Pengusaha yang berniat untuk mendirikan badan usaha atau mengajukan perizinan berusaha akan mengalami hambatan, hal ini terjadi karena dalam proses pengajuannya membutuhkan NPWP.

Layanan Administrasi Pemerintahan Selain yang Diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP): Wajib pajak tidak akan bisa mengakses layanan administrasi pemerintahan di luar DJP. Ini termasuk layanan yang membutuhkan verifikasi NPWP.

Layanan Lain yang Mensyaratkan NPWP: Di tengah modernisasi sistem pelayanan publik yang semakin terintegrasi, maka layanan yang membutuhkan NPWP tidak bisa diakses oleh wajib pajak yang belum memadankan NIK dengan NPWP.

Perlu diingat bahwa pemadanan NIK dengan NPWP hanya dilakukan bagi wajib pajak yang telah memiliki NPWP sebelumnya. Bagi wajib pajak yang baru akan mendaftar, maka NIK mereka akan langsung terdaftar sebagai NPWP, sehingga proses pendaftarannya tidak perlu lagi proses pemadanan.

Pemadanan NIK menjadi NPWP adalah langkah strategis yang ditempuh oleh pemerintah untuk mewujudkan Single Identification Number (SIN) yang akan mempermudah segala proses administrasi layanan publik sehingga dapat lebih cepat dan efisien. Sebagai wajib pajak, masyarakat harus mendukung program pemadanan ini karena banyak manfaat yang akan didapatkan, di samping itu juga agar terhindar dari berbagai risiko tidak dapat menggunakan fasilitas administrasi layanan publik.

By Olina Rizki Arizal
Partner

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif