Sejarah Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

 

 

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa. Di Indonesia, PPN mulai diterapkan pada tahun 1984 dan telah mengalami berbagai perubahan tarif dan kebijakan seiring berjalannya waktu. Pemungutan PPN ini diatur dalam Undang-Undang PPN (UU PPN). Nama resmi UU PPN adalah Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Dalam UU PPN ditetapkan, pihak yang menanggung beban pajak adalah konsumen akhir atau si pembeli. Oleh karena itu, sebagai bukti bahwa PPN merupakan kewajiban seorang pembeli, setiap melakukan transaksi pembelian suatu barang, penjual akan memberikan struk pembayaran.

Bagaimana Sejarah Pajak Pertambahan Nilai

  1. Periode Pajak Pembangunan I (PPb I)

Sebelum adanya PPN, Pemerintah secara resmi mengadakan pemungutan pajak pembangunan I (PPb I) pada tanggal 1 Juli 1947. Pajak ini dikenakan atas usaha rumah makan, penginapan dan penyerahan jasa di rumah makan. Sebelum itu, PPb I berstatus pajak pusat, namun sejak tahun 1957 berubah menjadi pajak daerah.

  1. Periode Pajak Peredaran 1950 (PPe 1950)

Di tahun 1950 pajak peredaran berlaku secara berjenjang pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi, Tarif yang digunakan untuk pajak peredaran adalah 2,5% Undang-Undang yang mengatur pajak peredaran adalah Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pajak Peredaran. Namun hal ini hanya dilakukan sebentar dan tergantikan oleh pajak penjualan

  1. Periode Pajak Penjualan 1951 (PPn 1951)

Penerapan ini tidak mustahil karena Belanda merupakan negara yang pernah menjajah Indonesia sehingga jalan pikiran para pembuat konsep dan kebijakan masih banyak dipengaruhi konsep dan kebijakan negara Belanda. Oleh karenanya, untuk menghilangkan sisa kolonial di Indonesia dikeluarkanlah Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang Pemungutan Pajak Penjualan (UU PPn) sebagai dasar hukum pemungutan pajak penjualan yang dikenal dengan Pajak Penjualan 1951 (PPn). UU PPn mulai berlaku pada 1 Oktober 1951. PPn tidak lain merupakan pengganti Ppe yang telah berlaku sebelumnya. PPn dipungut atas harga penjualan barang-barang yang bukan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari.

  1. Pajak pertambahan nilai (PPN)

Setelah direformasikan pajak penjualan tahun 1951, periode ini merupakan bagian terakhir dari empat periode sejarah dan perkembangan pemungutan PPN di Indonesia. Kebutuhan akan sistem pajak yang lebih modern sudah dirasakan sejak perekonomian Indonesia berkembang. Terlebih, adanya tekanan untuk meningkatkan penerimaan negara dalam rangka menunjang perekonomian di masa yang akan datang, membuat Pemerintah bertekad untuk mengadakan reformasi perpajakan.

Untuk mencapai sasaran kebutuhan pembangunan yang dikehendaki, seperti meningkatkan penerimaan negara, mendorong ekspor, serta pemerataan beban pajak, sistem PPn dianggap perlu diganti.

Penggantian sistem yang baru ini pada dasarnya dimaksudkan untuk menghilangkan sisi negatif dari sistem PPn yang selama ini berlaku, yaitu menghilangkan efek pajak atas pajak (cascading effect) dari penerapan PPn. Atas dasar alasan-alasan tersebut di atas, UU PPn dianggap tidak dapat digunakan lagi untuk memenuhi kebutuhan dan diganti dengan sistem PPN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN Nomor 8 Tahun 1983).

Dalam kurun waktu 35 (tiga puluh lima) tahun sejak disahkan pada tanggal 31 Desember 1983, UU PPN Nomor 8 Tahun 1983 ini telah mengalami tiga kali perubahan yaitu:

  1. perubahan pertama dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 (UU PPN Nomor 11 Tahun 1994), mulai berlaku pada 1 Januari 1995;
  2. perubahan kedua dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 (UU PPN Nomor 18 Tahun 2000), mulai berlaku pada 1 Januari 2001; dan
  3. perubahan yang ketiga dilakukan dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN Nomor 42 Tahun 2009), mulai berlaku pada 1 April 2010.

Pemerintah Indonesia meluncurkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang lebih besar. Salah satu perubahan yang paling signifikan dalam UU HPP adalah kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022, Kenaikan tarif PPN menjadi 11% ini merupakan langkah pertama sejak tahun 1985 dan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan fiskal negara, terutama setelah dampak pandemi COVID-19 yang mempengaruhi perekonomian global. Namun pada tahun 2025 adanya kenaikan PPN menjadi 12%

Kenaikan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan pendapatan negara guna mendukung program pembangunan yang ambisius dan memperkuat daya saing ekonomi Indonesia di pasar global.

By Tommy HO – Managing Partner TBrights

TBrights merupakan konsultan pajak di Indonesia yang saat ini menjadi Integrated Business Service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif.

Referensi:

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah
  2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

 

 

 

 

 

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?