Perkembangan Kebijakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) terhadap Realisasi Impor dan Penerimaan Bea Cukai serta Pajak Impor 2022

Apa itu Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE)?

Kebijakan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) adalah kemudahan yang memberikan pembebasan atau pengembalian Bea Masuk (BM) atas perlakuan impor barang atau bahan untuk diolah, dirakit untuk tujuan ekspor. KITE ini bermanfaat untuk mengurangi biaya produksi eksportir. Ketentuan KITE ini tercantum dalam Pasal 26 Undang-Undang No. 17 tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 10 tentang Kepabeanan.

KITE Pembebasan adalah Pembebasan Bea Masuk termasuk bea masuk anti-dumping, retaliasi, pengamanan dan pengembalian, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang belum dikenakan atas impor atau pemasukan barang dan bahan yang berasal dari yurisdiksi pabean luar untuk diproses, dirakit atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor kemudian. Dalam KITE jenis ini, perusahaan dapat membayar Biaya Kepabeanan dan Pajak dengan jaminan termasuk uang tunai, dari bank, perusahaan asuransi, Bank Exim Indonesia, perusahaan penjaminan atau jaminan perusahaan pada saat menyampaikan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan jaminan dilunasi setelah realisasi ekspor atas nama PIB. KITE pembebasan ini awalnya tercantum dalam PMK Nomor 254/PMK.04/2011, lalu diubah dengan PMK Nomor 176/PMK.04/2013.

KITE pelunasan adalah pelunasan Bea Masuk yang telah dibayarkan atas pemasukan atau pemasukan barang dan bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk kemudian diekspor. Dalam KITE jenis ini, perusahaan diwajibkan membayar biaya bea impor pada saat penyerahan PIB. Pelunasan dapat diproses setelah realisasi ekspor atas nama PIB.

KITE SMI adalah fasilitas berupa pembebasan Bea Masuk antara lain bea masuk antidumping, retaliasi, pengamanan dan pengembalian, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM.

Kedudukan hukum KITE termasuk tetapi tidak terbatas pada:

  1. Undang-Undang No.17 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang No.10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan.
  2. Peraturan Menteri Keuangan No.16/PMK.011/2008, No.253/PMK.04/2011 jo. No.177/PMK.04/2013, No.254/PMK.04/2011 jo. 176/PMK.04/2013, No.31/PMK.04/2020, 145/PMK.04/2022 (terbaru) dan 149/PMK.04/2022 (terbaru).
  3. Peraturan Direktorat Bea dan Cukai PER-15/BC/2012 jo. PER-05/BC/2014, PER-16/BC/2012 jo. PER-04/BC/2014, PER-08/BC/2022 (terbaru) dan PER-09/BC/2022 (terbaru).

Syarat untuk menjadi perusahaan KITE, antara lain:

  1. Mempunyai Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan izin usaha industri.
  2. Mempunyai jenis usaha di bidang manufaktur.
  3. Mempunyai bukti kepemilikan yang berlaku untuk waktu singkat 3 tahun atas lokasi yang akan digunakan untuk kegiatan produksi.
  4. Mempunyai tempat penmbunan barang dan hasil produksi.
  5. Memakai sistem informasi persediaan berbasis IT inventory untuk pengeloflaan barang berkaitan dengan dokumen kapabeanan dan dapat diakses oleh Ditjen Bea dan Cukai.

Jika persyaratan sudah terpenuhi, maka selanjutnya perusahaan mengajukan surat permohonan ke Kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi kegiatan usaha.

Realisasi Penerimaan Bea Cukai dan Pajak Impor 2022

Golongan Penggunaan Barang Impor Nilai Impor (Nilai CIF) Menurut Golongan Penggunaan Barang (Juta US$)
2022 2021 2020 2019 2018
Barang Konsumsi 19.832,4 20.182,8 14.656,0 16.454,6 17.181,3
Bahan baku dan barang penolong 181.260,1 147.380,2 103.209,9 126.355,5 141.581,2
Barang Modal 36.354,6 28.627,0 23.702,9 28.465,6 29.948,8
Jumlah 237.447,1 196.190,0 141.568,8 171.275,7 188.711,3

 

Dari sisi perkembangan impor sendiri, dari kebijakan ini cukup berhubungan dengan realisasi impor yang mendapatkan hasil yang cukup baik. Pada golongan bahan baku dan barang penolong yang menjadi salah satu target utama dari kebijakan ini, nilai impornya mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam dua tahun ke belakang meskipun sempat menurun dikarenakan pandemi. Pada barang modal, nilai impornya dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Di saat yang sama pada golongan barang konsumsi, nilai impornya mengalami penurunan di tahun 2022 walaupun sempat mengalami peningkatan pada tahun 2021 karena mulai menurunnya tingkat pandemi. Hal ini mungkin berhubungan karena barang konsumsi umumnya bukan merupakan target daripada kebijakan KITE sehingga dorongan untuk melakukan impornya tidak sekuat bahan baku dan barang penolong yang umumnya mendapatkan insentif KITE.

No Jenis Penerimaan Target Perpres 98 Realisasi Growth (YoY,%) Capaian (%) % Thd Total DJBC+PDRI
2022 2021 2022 2021 2022 2021
1 Bea Masuk 42,34 51,08 39,12 30,57% 10,89% 120,64% 7,65% 7,75%
2 Cukai 220 226,88 195,52 16,04% 10,89% 103,13% 33,99% 38,75%
3 Bea Keluar 36,69 39,82 34,57 15,19% 708,21% 108,53% 5,96% 6,85%
  Total Bea dan Cukai 299,03 317,78 269,21 18,04% 26,37% 106,27% 47,60% 53,36%
4 PPN Impor 219,69 270,71 191,49 41,37% 36,33% 123,22% 40,55% 37,95%
5 PPn BM Impor 3,7 4,89 3,37 45,10% 12,22% 132,16% 0,73% 0,67%
6 PPh Pasal 22 Impor 65,44 74,2 40,47 83,35% 49,25% 113,39% 11,11% 8,02%
  Total Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) 288,83 349,8 235,33 48,64% 37,96% 121,11% 52,40% 46,64%
  Total DJBC+PDRI 587,86 667,58 504,54 32,31% 31,53% 113,56% 100% 100%

Tabel Penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 2022 berdasarkan APBN Kinerja dan Fakta Edisi Januari 2023: Kaleidoskop 2022

Jumlah ini terhitung dari realisasi penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dari Bea, Cukai dan Pajak dalam rangka Impor yang totalnya 667,58 Triliun Rupiah dari target Perpres 98 Tahun 2022 sejumlah 587,86 Triliun Rupiah. Realisasi Penerimaan 2022 ini juga merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya meningkat 32,31% dari 2021 yang mana Realisasi Penerimaan 2021 sejumlah 504,54 Triliun Rupiah. Kinerja yang baik dalam Realisasi Penerimaan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun 2022 ini tidak lepas juga dari kinerja perdagangan Indonesia di tahun 2022 di bidang ekspor, impor dan perdagangan barang cukai.

Apabila diperinci penerimaan DJBC 2022 ini terbagi atas Total Bea dan Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI). Penerimaan Bea dan Cukai menyumbang sekitar 317,78 atau 47,6% dari total penerimaan yang mana melampaui target dari Perpres 98 sekitar 106,27% dan meningkat 18,04% dari tahun 2021. Penerimaan Cukai masih mendominasi ketimbang Bea Masuk dan Bea Keluar dengan realisasi penerimaan 2022 sebesar 226,88 Triliun Rupiah, meningkat 16,04% dari tahun 2021, mencapai 103,13% dari target dan menyumbang 33,99% dari total penerimaan. Sementara itu penerimaan dari Bea Masuk dan Bea Keluar terealisasi sebesar 51,08 Triliun Rupiah dan 39,82 Triliun Rupiah atau setidaknya mencapai target sebesar 120,64% dan 108,53%.

Dari segi penerimaan, bea masuk mengalami peningkatan sebesar 30,56% (yoy). Peningkatan bea masuk dikontribusi oleh importasi kendaraan, suku cadang, dan barang logam yang tentunya terkait dengan fasilitas kebijakan KITE. Realisasi bea masuk ini terus bertambah positif didorong oleh semakin pulihnya perekonomian nasional karena produksi dan konsumsi dalam negeri yang meningkat Sedangkan kinerja penerimaan dari bea keluar mengalami peningkatan sebesar 15,18% (yoy). Realisasi bea keluar ini didukung oleh faktor peningkatan harga komoditas dan volume ekspor komoditas utama Indonesia seperti Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya, serta mineral tembaga.

Sebagai layanan bisnis terintegrasi di indonesia, TBrights memiliki Mitra Kepabeanan dan konsultan kepabeanan akan membantu Anda untuk menyelesaikan segala kebutuhan layanan kepabeanan di Indonesia

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi

APBN Kinerja dan Fakta: Kaleidoskop 2022, Edisi Januari 2023

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?