Pandemi Covid-19 telah membatasi pergerakan fisik masyarakat dunia termasuk Indonesia yang membuat pemerintah menegakkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Meskipun pada tahun 2022 telah mulai dilonggarkan, akan tetapi dampaknya masih terasa dalam masyarakat terutama dalam pola perilaku konsumsi masyarakat yang mulai beralih dari jual beli konvensional di tempat menjadi beralih ke jual beli online melalui sistem elektronik. Dorongan PPKM untuk masyarakat membatasi kegiatan keluar rumah membuat masyarakat menyadari bahwa jual beli online lebih mudah, efektif dan kemungkinan juga lebih murah ditambah dengan beberapa barang serta kegiatan fisik yang goes digital seperti buku dan perilaku menonton melalui streaming online. Fenomena ini sebenarnya sudah hadir sejak beberapa tahun belakangan tetapi karena menimbulkan aspek perpajakan dalam hal jual beli barang atau penyediaan jasa maka mulai diatur juga oleh pemerintah Indonesia untuk aspek Pajak Pertambahan Nilainya (PPN).
Salah satu dasar hukum PMSE yang paling awal adalah berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No 62 Tahun 2013 mengenai Penegasan Ketentuan Perpajakan Atas Transaksi E-commerce yang kemudian dipersamakan dengan PMSE. Untuk istilah PMSE sendiri muncul melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yang menyebut definisi Perdagangan Melalui Sistem Eletronik (PMSE) adalah perdagangan yang transaksinya dilaksanakan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. PMSE sendiri mendapatkan perhatian tersendiri sesaat sebelum Pandemi Covid-19 mulai berlangsung yaitu pada 2019 melalui Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2019 khusus tentang PSME. Kemudian di masa-masa pandemi timbul beberapa aturan-aturan lain yang berkaitan dengan PSME mulai dari Peraturan Pemerintah No 44 Tahun 2022, Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No 12 Tahun 2020, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 48 Tahun 2020, UU No.2 Tahun 2020, Per Dirjen 12 Tahun 2020, dan sebagainya.
Sebagian besar peraturan mengenai PMSE menetapkan agar pelaku di bidang ini dikenakan pajak terutaman PPN seperti halnya pelaku usaha lainnya atas setiap transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. Beberapa aturan terkait PMSE menyatakan pelaku usaha PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11% dan akan naik menjadi 12% selambat-lambatnya pada 1 Januari 2025 atas produk luar negeri yang dijual di Indonesia. [1] Lalu menurut data dari APBN Kinerja dan Fakta terdapat kurang lebih 134 PMSE yang terdaftar sampai dengan akhir tahun 2022. Perusahaan-perusahaan yang ditunjuk sebagai pemungut PPN antara lain:[2]
- PT Jingdong Indonesia Pertama
- PT Shopee International Indonesia
- PT Bukalapak.com
- PT Ecart Webportal Indonesia (Lazada)
- PT Tokopedia
Startup Unicorn di Indonesia yang juga menjadi pemungut PPN[3]
- Lazada – 2013
- Grab – 2014
- Garena – 2015
- Gojek – 2016
- Tokopedia, Traveloka, Bukalapak – 2017
- OVO, JD.ID, Bigo – 2019
- Gopay – 2020
- J&T Express, Xendit, Ajaib, Tiket.com, blibli- 2021a
- Property Guru, Carro, Flash Coffe, Carsome, Advance AI, Ninja Van – 2021b
- Kredivo, DANA, Akulaku – 2022
Beberapa perusahaan asing yang ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE[4]
Canva Pty Ltd, New York Times Digital LLC, Degreed Inc., Home Box Office (Singapore) Pte. Ltd., LNRS Data Service Limited, LexisNexis Risk Solution FL Inc, dan Ask.FM Europe Limited.
DAMPAK PPN PMSE TERHADAP REALISASI PENERIMAAN PPN
Perkembangan Penyelenggara PMSE yang terdaftar di 2022 menurut APBN Kinerja dan Fakta merupakan penambahan yang terendah ketimbang di tahun 2020 dan 2021, hal ini dikarenakan sifatnya yang merupakan kumulatif sehingga angka yang tercantum hanya merupakan penambahan penyelenggara yang baru mendaftar di tahun 2022. Hal ini dikarenakan hanya terdapat 40 penyelenggara yang baru mendaftar pada 2022 yang lebih rendah daripada dua tahun sebelumnya tetapi secara keseluruhan meningkat menjadi total 134 Penyelenggara PMSE yang sudah terdaftar oleh Kementerian Keuangan untuk melakukan Pemotongan atas PPN. [5]
Realisasi Penerimaan PPN dari total 134 Penyelenggara PMSE yang terdaftar sampai dengan akhir tahun 2022 mencapai Rp10,11 triliun untuk tahun 2020-2022. Apabila dijabarkan lebih lanjut untuk 2022 sendiri mencapai Rp 5,48 Triliun meningkat sekitar 40% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,9 Triliun. Meski demikian kontribusi PPN PMSE tahun 2022 sendiri masih cukup kecil atau hanya sekitar 0,83% dari realisasi penerimaan total PPN 2022 yang mencapai Rp 660,98 Triliun.[6] Jadi meskipun peningkatannya cukup signifikan di tahun 2022 akan tetapi kontribusi daripada perpajakan PMSE masih terbilang kecil baik terhadap PPN itu sendiri maupun terhadap realisasi pajak secara keseluruhan.
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif
Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights
[1] https://news.ddtc.co.id/lagi-djp-tunjuk-9-perusahaan-sebagai-pemungut-ppn-pmse-45694
[2] https://smconsult.co.id/id/daftar-lengkap-perusahaan-yang-ditunjuk-sebagai-pemungut-ppn-pmse-per-agustus-2021/
[3] https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230215095610-37-413926/ada-21-startup-unicorn-di-indonesia-ini-daftar-lengkapnya
[4] https://www.cnbcindonesia.com/news/20220415064128-4-331892/7-perusahaan-asing-baru-ini-ditunjuk-pungut-ppn-siapa-saja
[5] https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/1a28b5ae-91df-44f0-8e40-5e21056a974e/V-1-Final-Publikasi-APBN-KiTa-Edisi-Januari-2023.pdf?ext=.pdf
[6] Ibid