Peraturan Menteri Keuangan No. 67 Tahun 2022 Tentang PPN atas Jasa Asuransi

Pemerintah Kementerian Keuangan menerbitkan empat belas aturan berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk melaksanakan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan perpajakan (UU HPP). Salah satunya yaitu menerbitkan  beleid terbaru mengenai pemungutan PPN atas jasa asuransi. Ketentuan terbaru ini tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.03/2022 tentang PPN atas pemberian jasa asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi. Peraturan ini diterbitkan pada tanggal 30 Maret 2022 dan mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022. Ketentuan terbaru ini menyebabkan agen asuransi tidak perlu lagi menanggung beban administrasi dan diharapkan polis ini dapat memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor-sektor yang belum terjangangkau secara maksimal. Penerbitan PMK ini juga diharapkan dapat memudahkan wajib pajak dalam memahami dan melaksanakan ketentuan terkait kebijakan UU HPP.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, “Untuk memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan serta menyederhanakan administrasi perpajakan, perlu mengatur mengenai penghitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi,” bunyi dalam pertimbangan beleid tersebut, dikutip pada Selasa (5/4).

Terdapat tiga pokok pengaturan dalam beleid turunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Pertama, sebagai pemungut PPN, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pembayaran komisi jasa agen asuransi dan jasa pialang asuransi/reasuransi. Kedua, PPN dipungut dengan besaran tertentu, yaitu 10% x tarif PPN Pasal 7 ayat (1) UU HPP x komisi/fee, untuk agen asuransi; atau 20% x tarif PPN Pasal 7 (1) UU HPP x komisi/fee, untuk broker asuransi/reasuransi. Ketiga, Penyederhanaan administrasi untuk agen asuransi, agen asuransi wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan kemudian dianggap telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tidak wajib e-Faktur, dan tidak melaporkan SPT Masa PPN.

Menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Umum Indonesia (AAUI) Bern Dwyanto mengatakan, perlu adanya penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan jasa asuransi terhadap berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 67/PMK.03/2022, seperti pada sisi administrasi, sistem, maupun biaya lainnya yang menjadi beban perusahaan asuransi. Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman melihat penerapan kebijakan baru tersebut dapat menjadi beban administratif, menurutnya, pengenaan PPN selain menjadi beban administrasi juga dapat mengurangi hak para penyedia jasa perantara, seperti pialang atau agen asuransi.

Peraturan Menteri Keuangan No.67/PMK.03/2022 diterbitkan untuk mempermudah dalam memahami dan melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Terdapat tiga pokok pengaturan dalam PMK No. 67/PMK.03/2022 yang sebelumnya sudah dijelaskan. Terbitnya PMK ini menyebabkan perlu adanya penyesuaian yang dilakukan oleh perusahaan jasa asuransi. Meski demikian diharapkan pengenaan PPN ini tidak berimbas pada kenaikan tarif premi.

Peraturan Menteri Keuangan 67 Tahun 2022 memuat 13 (tiga belas) pasal yang secara rinci membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang, dan jasa pialang reasuransi. Pasal 1 berisi ketentuan umum yang berisi batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim yang digunakan dalam peraturan, dan hal-hal yang bersifat umum yang berlaku untuk pasal-pasal berikutnya. Pasal 2 membahas Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan jasa agen asuransi kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah, jasa pialang asuransi kepada Perusahaan Asuransi dan/atau Perusahaan Asuransi Syariah, dan jasa pialang reasuransi kepada Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Reasuransi Syariah. Pasal 3 membahas Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu. Pasal 4 membahas terkait pelaporan usaha ke kantor pelayanan pajak dan kewajiban dikukuhkannya agen asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi. Pasal 5 secara garis besar berisi kewajiban membuat Faktur Pajak dan penjelasan isi dari Faktur Pajak untuk agen asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi sebagai Pengusaha Kena Pajak. Pasal 6 berisi tentang pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah. Pasal 7 membahas terkait penggunaan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 8 berisi terkait pelaporan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan agen asuransi. Pasal 9 pelaporan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi. Pasal 10 berisi Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Pasal 11 membahas kasus jika terjadi kesalahan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai. Pasal 12 berisikan tentang Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang dikecualikan dari kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai. Terakhir pada pasal 13 berisikan tentang tanggal mulai berlakunya Peraturan Menteri ini.

 

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

 

By Olina Rizki Arizal

Partner

 

Lampiran

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.67/PMK.03/2022 yang berbunyi sebagai berikut:

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.03/2022
Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

(1)       Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.

(2)       Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

(3)       Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

(4)       Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai.

(5)       Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

(6)       Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

(7)       Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

(8)       Perusahaan Asuransi adalah perusahaan asuransi umum dan perusahaan asuransi jiwa.

(9)       Perusahaan Asuransi Syariah adalah perusahaan asuransi umum syariah dan perusahaan asuransi jiwa syariah.

(10)    Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.

(11)    Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

(12)    Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

(13)    Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

(14)    Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri.

(15)    Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.

(16)    Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.

Pasal 2

(1)  Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan:

a.     jasa agen asuransi oleh Agen Asuransi kepada Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah;

b.     jasa pialang asuransi oleh perusahaan pialang asuransi kepada Perusahaan Asuransi dan/atau Perusahaan Asuransi Syariah; dan

c.     jasa pialang reasuransi oleh perusahaan pialang reasuransi kepada perusahaan reasuransi dan/atau perusahaan reasuransi syariah.

(2)  Jasa agen asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pelayanan oleh agen asuransi dalam rangka mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah untuk memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah.

(3)  Jasa pialang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan pelayanan konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.

(4)  Jasa pialang reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kegiatan pelayanan konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.

(5)  Perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.

(6)  Perusahaan pialang reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penempatan reasuransi atau penempatan reasuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan, perusahaan penjaminan syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang melakukan penempatan reasuransi atau reasuransi syariah.

(7)  Perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perusahaan yang menyelenggarakan usaha jasa pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi, perusahaan penjaminan, atau perusahaan reasuransi lainnya.

(8)  Perusahaan reasuransi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perusahaan yang menyelenggarakan usaha pengelolaan risiko berdasarkan prinsip syariah atas risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi syariah, perusahaan penjaminan syariah, atau perusahaan reasuransi syariah lainnya.

(9)  Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(1)  Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipungut dan disetor dengan besaran tertentu.

(2)  Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebesar:

a.     10% (sepuluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada Agen Asuransi; atau

b.     20% (dua puluh persen) dari tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.

(3)  Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:

a.     sebesar 11% (sebelas persen), yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; dan

b.     sebesar 12% (dua belas persen), yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

(4)  Komisi atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan nilai pembayaran sebelum dipotong pajak penghasilan atau pungutan lainnya.

(5)  Termasuk komisi atau imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu komisi atau imbalan yang dibayarkan oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah kepada Agen Asuransi berdasarkan penerimaan komisi atau imbalan Agen Asuransi di bawah manajemennya.

Pasal 4

(1)  Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi wajib melaporkan usahanya ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(2)  Kewajiban Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batasan pengusaha kecil Pajak Pertambahan Nilai.

(3)  Agen Asuransi yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dianggap telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(4)  Agen Asuransi yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan untuk diberikan nomor pokok wajib pajak.

(5)  Dalam hal Agen Asuransi selain menyerahkan jasa agen asuransi juga menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya, Agen Asuransi wajib melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang jumlah peredaran usahanya melebihi batasan pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(6)  Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 5

(1)  Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak atas penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi.

(2)  Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a.     bukti pembayaran komisi (statement of account) dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah kepada Agen Asuransi; atau

b.     bukti tagihan atas penyerahan jasa pialang asuransi atau jasa pialang reasuransi yang dibuat oleh perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi,

yang merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

(3)  Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dibuat melalui sistem Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah.

(4)  Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a.     nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, atau jasa pialang reasuransi;

b.     nomor urut dan tanggal dokumen yang dibuat oleh sistem Pengusaha Kena Pajak;

c.     nilai komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Pengusaha Kena Pajak; dan

d.     jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.

(5)  Dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibuat:

a.     paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran komisi atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun oleh Agen Asuransi; atau

b.     pada saat penyerahan jasa pialang asuransi atau jasa pialang reasuransi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 6

(1)  Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) pada saat:

a.     pembayaran komisi atau imbalan oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai kepada Agen Asuransi; atau

b.     penerimaan pembayaran premi oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai dari perusahaan pialang asuransi atau perusahaan pialang reasuransi.

(2)  Pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut atas seluruh komisi atau imbalan yang dibayarkan kepada Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, atau perusahaan pialang reasuransi dalam 1 (satu) Masa Pajak dengan menggunakan 1 (satu) Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.

(3)  Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas nama pemungut Pajak Pertambahan Nilai untuk seluruh Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, atau perusahaan pialang reasuransi.

(4)  Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.

(5)  Ketentuan mengenai contoh pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 7

(1)  Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut dan disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir.

(2)  Ketentuan mengenai contoh pengisian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 8

(1)  Agen Asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dianggap telah melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa agen asuransi.

(2)  Dalam hal Agen Asuransi:

a.     selain menyerahkan jasa agen asuransi juga menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya; dan

b.     sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya atas penyerahan jasa agen asuransi dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya tidak melebihi batasan pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,

pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Agen Asuransi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)  Dalam hal Agen Asuransi:

a.     selain menyerahkan jasa agen asuransi juga menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya; dan

b.     sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya atas penyerahan jasa agen asuransi dan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya melebihi batasan pengusaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,

Agen Asuransi wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(4)  Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melaporkan penyerahan:

a.     jasa agen asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a; dan

b.     penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya,

dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(5)  Ketentuan mengenai contoh pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai oleh Agen Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 9

Perusahaan pialang asuransi dan perusahaan pialang reasuransi sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan penyerahan:

  1. jasa pialang asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan/atau jasa pialang reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c; dan/atau
  2. Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak lainnya,dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 10

Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sehubungan dengan penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dapat dikreditkan oleh Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, dan perusahaan pialang reasuransi.

Pasal 11

Dalam hal terjadi kesalahan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut lebih besar dari pajak yang seharusnya dipungut, atas kelebihan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dapat diajukan permohonan pemindah bukuan atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 12

Atas pembayaran komisi atau imbalan oleh pemungut Pajak Pertambahan Nilai sehubungan dengan penyerahan jasa agen asuransi, jasa pialang asuransi, dan jasa pialang reasuransi yang terutang dan telah dipungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Agen Asuransi, perusahaan pialang asuransi, atau perusahaan pialang reasuransi sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dikecualikan dari kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9).

Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.

 

 

Sumber :

https://news.ddtc.co.id/pmk-baru-sri-mulyani-tetapkan-tarif-ppn-atas-jasa-asuransi-38285

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220405195346-532-780752/jasa-asuransi-kena-ppn-per-1-april-2022

https://finansial.bisnis.com/read/20220412/215/1522129/menilik-dampak-pengenaan-ppn-jasa-agen-dan-broker-untuk-perusahaan-asuransi

https://nasional.kontan.co.id/news/ini-intisari-14-aturan-turunan-uu-harmonisasi-peraturan-perpajakan

https://setkab.go.id/inilah-14-aturan-turunan-uu-hpp/

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?