Bulan pajak batas pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) yang terkadang dirujuk sebagai PPh Pasal 21 sudah dua bulan lebih berlalu, Setiap Wajib Pajak diwajibkan untuk membayarkan/menyetorkan dan melaporkan pajaknya ke DJP. Jika WP terlambat atau tidak tepat waktu dalam membayarkan dan menyetorkan pajak kemudian melakukan pembetulan yang mengakibatkan kurang dan/atau lebih bayar, maka WP akan dikenakan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang besar tarifnya didasarkan pada tingkat suku bunga acuan bank Indonesia dan ditentukan oleh Kementerian Keuangan (kemenkeu).
PPh pasal 21 merupakan pasal yang mengatur mengenai pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran dalam bentuk apapun yang sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
Secara singkat, cara menghitung PPh 21 karyawan adalah penghasilan neto dikurangi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), lalu dikalikan dengan tarif progresifnya. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Nomor: PER-32/PJ/2016, batas penghasilan yang dikenakan pajak adalah mulai dari di atas Rp 4,5 juta per bulan atau lebih dari Rp 54 juta setahun sehingga PTKP individu umumnya adalah Rp 54 Juta per bulan dengan penambahan Rp 4,5 Juta untuk status pernikahan dan masing-masing tanggungan hingga 3 orang. Hal ini berlaku untuk karyawan tetap maupun karyawan tidak tetap. Sedangkan bagi tenaga kerja lepas (pekerja bebas) yang menerima imbalan tidak bersifat berkesinambungan, batas penghasilan yang dikenakan pajak (PPh 21) adalah lebih dari Rp 450 ribu sehari atau di atas Rp 4,5 juta sebulan.
Berdasarkan informasi dari laman jdih.kemenkeu.go.id, adapun cara hitung PPH 21 untuk karyawan beserta contohnya, diantaranya:
- Menentukan Pendapatan Bruto
Pertama-tama, karyawan harus menentukan pendapatan bruto mereka. Pendapatan bruto terdiri dari gaji pokok, tunjangan, bonus, dan komisi yang diterima dalam satu tahun. Jumlah ini seharusnya sudah termasuk semua pendapatan yang diterima karyawan.
- Mengurangi Pengurangan yang Diperbolehkan
Kemudian karyawan dapat mengurangi pengurangan yang diperbolehkan. Pengurangan ini termasuk tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, iuran pensiun, dan beberapa pengurangan lainnya yang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
- Menghitung Pendapatan Neto
Setelah itu, karyawan akan mendapatkan pendapatan neto mereka. Pendapatan neto adalah jumlah pendapatan setelah dikurangi pengurangan yang diperbolehkan.
- Menggunakan Tabel PPh 21
Selanjutnya karyawan dapat menggunakan tabel PPh 21 yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tabel ini berisi tarif pajak yang berlaku untuk berbagai tingkatan pendapatan.
Karyawan dapat mencari pendapatan neto mereka dalam tabel tersebut dan menemukan tarif pajak yang sesuai.
- Menghitung Jumlah PPh 21 yang Dibayarkan
kemudian karyawan dapat menghitung jumlah PPh 21 yang harus mereka bayar. Caranya adalah dengan mengalikan pendapatan neto dengan tarif pajak yang sesuai.
- Mengurangi PPh 21 yang Sudah Dipotong
Dalam beberapa kasus, PPh 21 sudah dipotong oleh pihak perusahaan sebelum gaji karyawan dibayarkan. Jika ini terjadi, karyawan perlu mengurangi jumlah PPh 21 yang sudah dipotong dari jumlah yang seharusnya mereka bayarkan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
- Pembayaran PPh 21
Setelah menghitung jumlah PPh 21 yang harus dibayarkan dan mengurangi PPh 21 yang sudah dipotong, karyawan perlu membayar jumlah yang tersisa kepada Direktorat Jenderal Pajak. Pembayaran ini biasanya dilakukan melalui transfer bank atau metode pembayaran lainnya yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Metode Perhitungan Gaji Karyawan
Terdapat 3 metode perhitungan PPh 21 yang paling umum, diantaranya:
- Metode Gross (Gaji Kotor Tanpa Tunjangan Pajak)
Metode gross diterapkan bagi pegawai atau penerima penghasilan yang menanggung PPh 21 terutangnya sendiri. Ini berarti gaji pegawai tersebut belum dipotong PPh 21.
- Metode Gross-Up (Gaji Bersih dengan Tunjangan Pajak)
Metode gross-up diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang diberikan tunjangan pajak (gajinya dinaikkan terlebih dahulu) sebesar pajak yang dipotong.
- Metode Net (Gaji Bersih dengan Pajak Ditanggung Perusahaan)
Metode net diterapkan bagi karyawan atau penerima penghasilan yang mendapatkan gaji bersih dengan pajak yang ditanggung perusahaan.
Adapun contoh cara menghitung PPh 21 karyawan sebagai berikut:
A adalah karyawati lajang di PT Sejahtera. A menerima gaji Rp 3.000.000 per bulan. Perusahaan tempat A bekerja mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1 % dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 45.000 per bulan. Di samping itu, perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,7 % dari gaji. Sedangkan A membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2 % dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24 % dan 0,3 % dari gaji. Pada bulan Juni 2023, A menerima insentif sebesar Rp 1 juta.
Cara menghitung PPh 21 karyawan untuk A adalah sebagai berikut:
- Gaji = Rp4.500.000
- Insentif = Rp1.000.000
- BPJS TK JKK: 0,24 % x Rp4.500.000 = Rp10.800
- BPJS TK JK: 0,3 % x Rp4.500.000 = Rp13.500
Total pendapatan bruto bulanan A adalah sebesar Rp5.524.300
Pengurangan:
- Biaya jabatan 5 % x Rp 5.524.300 = Rp276.215
- Iuran JHT 2 % dari gaji pokok = Rp90.000
- Iuran JP 1 % dari gaji pokok = Rp45.000
Jadi, Penghasilan neto (bersih) sebulan adalah sebesar Rp5.113.085
Penghasilan neto setahun 12 x Rp5.113.085 = Rp61.357.020
PTKP: Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun: Rp7.357.020
PPh terutang 5 % x Rp7.357.020 = Rp367.851
PPh 21 bulan Juni: Rp367.851 : 12 = Rp30.654,25
Jadi, PPh 21 terutang yang harus dibayarkan A atau dipotong oleh pemberi kerja di bulan Juni adalah sebesar Rp30.654,25.
Contoh perhitungan PPh 21 karyawan diatas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pasalnya, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP. Misalnya PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan akan menjadi 120% x Rp30.367 = Rp36.785,1.
Jenis SPT Masa PPh
Untuk mempermudah kepatuhan dan pembayaran, karyawan akan dipotong penghasilannya perbulan hasil perhitungan tadi oleh pihak pemberi kerjanya per bulan dan akan disesuaikan pada akhir tahun pajak. Untuk itu pihak pemberi kerja harus melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 per bulan dengan surat pemberitahuan (SPT) masa pajak penghasilan yaitu:
SPT masa PPh pasal 21/26
Jenis Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26 merupakan surat pemberitahuan atas pemotongan atau pemungutan pajak atas penghasilan yang didapatkan sesuai dengan ketentuan pasal 21 dan pasal 26. Teruntuk Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sedangkan PPh Pasal 26 untuk orang pribadi subjek pajak luar negeri. Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 ini berbentuk Formulir SPT PPh 1721.
Jenis Formulir 1721 ini terbagi menjadi dua yakni 1721 A1 (untuk karyawan swasta) dan 1721 A2 (untuk pegawai negeri). Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, dan batas waktu lapor Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26 adalah pada tanggal 20.
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif
By Olina Rizki Arizal
Partner
Referensi:
https://kumparan.com/tips-dan-trik/cara-hitung-pph-21-untuk-karyawan-dan-contohnya-20WD7Z5zC4u/full
https://klikpajak.id/blog/jenis-spt-masa-pph-dan-cara-lapor-pajaknya/#B_Jenis_SPT_Masa_PPh