Premi asuransi yang dibayarkan oleh perusahaan untuk asuransi karyawannya, sesuai Pasal 4 UU PPh, menjadi objek pajak penghasilan karena hal tersebut merupakan tambahan kemampuan ekonomi yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan wajib pajak.
Bagi perusahaan, premi asuransi yang dibayarkan untuk karyawan, dapat mengurangi pajak penghasilan yang dibayar oleh perusahaan sebagai biaya/deductable expense selama atas pembayaran premi asuransi tersebut dihitung dan dipotong pajaknya sebagai objek PPh Pasal 21. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam UU PPh Pasal 9 huruf d:
“premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan”
Selama ini, perusahaan memiliki kebijakan beragam atas premi yang disediakan untuk karyawannya, ada perusahaan yang mengutamakan kesejahteraan karyawan dengan tidak memotong pajak atas premi asuransi tersebut dan merelakan pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan menjadi lebih besar, ada juga perusahaan yang sebaliknya.
Namun, dengan berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 168 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Atau Kegiatan Orang Pribadi, kini perusahaan wajib menjadikan premi yang disediakan untuk karyawan sebagai tambahan penghasilan dan wajib menghitung dan memotong PPh atasnya. Hal ini diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (3) huruf f PMK 168 Tahun 2023:
“Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan, terdiri atas:”
“Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik yang bersifat teratur maupun tidak teratur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat berupa:
pembayaran premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja”
Artinya, walaupun dalam UU PPh perusahaan diberi pilihan untuk menjadikan premi asuransi karyawan sebagai biaya atau tidak, dengan berlakunya PMK 168, secara tidak langsung tidak ada lagi dorongan bagi perusahaan untuk tidak menjadikan biaya premi asuransi sebagai pengurang atau deductable expense.
Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam UU PPh dilatarbelakangi oleh perkembangan di berbagai bidang seperti bidang informasi, ekonomi, sosial dan politik di Indonesia. Hal tersebut dilakukan guna memberikan kepastian hukum, kemudahan serta kesederhanaan dalam pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan orang pribadi.
If you want to have more detail information, please contact TBrights
By Tommy HO – Managing Partner TBrights
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif