Mengenal tentang Pajak atas Dividen

Bagi mereka (investor) yang melakukan investasi pasti tahu yang namanya saham dividen. Secara umum, dividen adalah pembagian laba atau hasil yang dibayarkan kepada para pemegang saham yang didasari pada jumlah saham yang dimiliki. Biasanya dividen dibagikan dalam bentuk uang tunai. Pajak dividen tidak hanya dikenakan pada Wajib Pajak Pribadi saja tetapi Wajib Pajak Badan juga dikenakan pajak.

Apa itu Pajak Dividen

Pajak dividen merupakan pemotongan atau pemungutan pajak atas laba yang diperoleh pemegang saham, pemegang polis asuransi, atau anggota koperasi yang menerima bagian dari hasil usaha tertentu. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sebagai perubahan ke empat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 mengenai pajak penghasilan. Mengenai hal ini, dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 sendiri tercantum pada Pasal 4 ayat 1 huruf g yang menyebutkan bahwa dividen adalah bagian dari penghasilan yang menjadi objek pajak PPh. Yang termasuk dividen, antara lain:

  1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
  3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  4. pembagian laba dalam bentuk saham;
  5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
  10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis; serta
  11. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Jenis-Jenis Dividen

Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan, dividen dikenakan potongan atau pungutan pajak penghasilan (PPh), sehingga dividen dikategorikan sebagai objek pajak. Maka dari itu, setiap Wajib Pajak yang memperoleh dividen berupa laba dari saham, laba polis asuransi, atau laba hasil usaha koperasi diwajibkan untuk membayar pajak.

Akan tetapi, tidak semua dividen dikenakan pajak. Sebagian laba atau hasil yang diperoleh pada kondisi tertentu tidak termasuk ke dalam objek pajak, sehingga atas dividen yang tidak termasuk objek pajak tersebut tidak ada potongan atau pungutan pajak penghasilan (PPh). Oleh karena itu, dapat dikategorikan bahwa dividen terdiri dari dua jenis, antara lain:

  1. Dividen Bukan Sebagai Objek Pajak

Dividen yang dikategorikan bukan sebagai objek pajak tercantum dalam Pasal 4 ayat 3 huruf f UU PPh mengenai pengecualian dari objek pajak penghasilan yang menjelaskan bahwa dividen yang diperoleh Wajib Pajak, yaitu Perseroan Terbatas (PT), koperasi, BUMN, atau BUMD yang penyertaan modalnya dari badan usaha yang berdiri dan berkedudukan di Indonesia dalam hal ini tidak menjadi objek pajak jika dividen tersebut bersumber dari cadangan laba yang ditahan; PT, BUMN, atau BUMD yang menerima dividen mempunyai penyertaan saham paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor; serta dividen yang merupakan dana pensiun bukan termasuk objek pajak.

  1. Dividen Sebagai Objek Pajak

Sedangkan untuk dividen yang dikategorikan sebagai objek pajak, penghasilan dividen tersebut memang menjadi objek pajak tetapi tidak terkena pemotongan atau pemungutan PPh, serta penghasilan dividen tersebut memang menjadi objek pajak dan terkena pemotongan atau pemungutan PPh.

Dividen Sebagai Objek Pajak yang Tidak Dikenakan Pemotongan PPh

Dalam penghasilan dividen memang menjadi objek pajak, namun tidak dikenakan pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (PPh). Menurut Pasal 23 ayat 4 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 bahwa untuk dividen sebagai objek pajak maka pemotongan PPh tidak diberlakukan pada penghasilan yang dibayar dan terutang kepada bank, dividen yang sudah terdapat pada Pasal 4 ayat 3 huruf f dan Pasal 17 ayat 2 huruf c, sewa yang dibayar dan terutang yang berhubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi, bagian laba yang terdapat pada Pasal 3 ayat 3 huruf i, sisa hasil usaha koperasi yang diterima anggotanya, penghasilan yang dibayar dan terutang pada bada usaha yang dalam hal ini atas jasa keuangan sebagai penyalur pinjaman sesuai Peraturan Menteri Keuangan.

Dividen Sebagai Objek Pajak yang Dikenakan Pemotongan PPh Beserta Tarifnya

Sedangkan, penghasilan dividen yang memang menjadi objek pajak dan terkena pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan diatur ke dalam 3 (tiga) pasal yang berbeda. sehingga dikenakan besaran tarif yang berbeda juga di setiap pasalnya. Terdapat 3 tarif pajak dividen yang berlaku di Indonesia, antara lain:

  1. PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final)

Berdasarkan Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai pajak penghasilan bahwa atas dividen yang diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri akan dikenakan potongan pajak sebesar 10% dari jumlah bruto dan penghasilan tersebut bersifat final. Jenis dividen tersebut termasuk dividen atas pemegang polis dari perusahaan asuransi dan anggota koperasi yang menerima bagian dari hasil usaha.

  1. PPh Pasal 23

Sebagaimana yang dimaksud dalam UU PPh bahwa jika dividen diterima oleh Wajib Pajak Badan dalam negeri serta Bentuk Usaha Tetap (BUT) akan dikenakan potongan pajak sebesar 15% dari jumlah dividen. Namun, dikecualikan untuk orang pribadi yang pengenaan pajaknya berupa final, bunga, dan royalti. Tarif ini ialah 15% dari DPP jika penerima merupakan sebuah organisasi, termasuk BUT. PPh Pasal 23 dikenakan kepada BUT di dalam negeri.

  1. PPh Pasal 26

Sebagaimana yang tercantum dalam UU PPh bahwa atas pajak penghasilan Pasal 26 ini dikenakan potongan pajak sebesar 20% dari jumlah bruto dividen jika dividen diterima oleh Wajib Pajak Pribadi yang tinggal di luar negerijika dividen diterima oleh WP Pribadi yang tinggal di luar negeri, maupun perusahaan luar negeri yang kegiatan usahanya melalui BUT di Indonesia, serta perusahaan luar negeri yang menerima penghasilan di Indonesia tanpa BUT.

Contoh Perhitungan Pajak Dividen Badan Usaha

Adapun contoh cara menghitung dividen beserta tarif pajaknya:

PT XYZ menggunakan jumlah dividen dengan jumlah pembayaran dividen pada PT RST sebesar Rp250.000.000 yang akan dibayarkan mulai 1 Mei.

Jumlah modal yang disetorkan PT RST senilai 20%. Maka perhitungan pajak dividen terutang dari jenis PPh 23 tersebut yakni:

PPh Pasal 23   = Nilai dividen x Tarif pajak

= Rp250.000.000 x 15%

= Rp37.500.000

Ketentuan Pajak Dividen Terbaru Sesuai UU Cipta Kerja

Menurut UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan beberapa peraturan pelaksananya, ketentuan pengenaan pajak dividen dilakukan pengaturan bebas pajak dividen. Peraturan pelaksana UU Cipta Kerja yang berfokus pada pajak dividen ini di antaranya:

  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 2021 mengenai Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha.
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 18/PMK.03/2021 mengenai Pelaksanaan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dalam kedua peraturan tersebut, dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh WP Pribadi dalam negeri dikecualikan dari objek PPh dengan ketentuan dan syarat yang diatur dalam peraturan tersebut.

Syarat bebas pajak dividen sesuai yang tercantum dalam Pasal 34 dan Pasal 35 PMK-18/2021, yaitu dividen harus diinvestasikan ke dalam bentuk investasi seperti berikut:

  1. Surat Berharga Negara (SBN) Republik Indonesia dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Republik Indonesia.
  2. Obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
  3. Obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
  4. Investasi keuangan pada bank perseps1 termasuk bank syariah.
  5. Obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh OJK.
  6. Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
  7. Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah.
  8. penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.
  9. Penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham.
  10. Kerja sama dengan lembaga pengelola investasi.
  11. Penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/ atau
  12. Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif

Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights

 

Referensi:

 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?