Mengutip dari tempo.co Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara (Kanwil Pajak Jakut) menciduk direktur perusahaan pabrik terpal CV KMA yang berinisial MP, 32 tahun, di kawasan BSD Tangerang Selatan, Banten, karena diduga membuat faktur pajak fiktif. CV ini terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Penjaringan
Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan (P2IP) Kanwil Pajak Jakarta Utara Selamat Muda mengatakan MP diduga menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya selama pajak pertambahan nilai (PPN) dari Januari 2017-Desember 2018. Menurutnya, perbuatan MP ini merugikan negara sebesar Rp2,4 miliar.
MP akhirnya berhasil diciduk setelah petugas Kanwil Pajak Jakut berkoordinasi dengan Ketua RT dan pihak keamanan setempat. Petugas menyerahkan barang bukti berupa uang tunai sebesar 15 ribu dollar Singapura dan Rp150 juta. Upaya pemidanaan ini merupakan tindak akhir yang diambil oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam rangka penegakan hukum di bidang perpajakan.
Dalam kasus ini, penyidik mengenakan Pasal 39A huruf a dan Pasal 39 ayat (1) huruf d Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Ancaman pidana dalam kasus ini ialah penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar.
Penjelasan
Kasus tersebut merupakan Kasus Faktur Pajak Fiktif. Berdasarkan Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) 2021, terdapat 103 kasus tindak pidana perpajakan pada sepanjang 2021. Dari jumlah tersebut, modus operansi berupa penerbitan dan/atau penggunaan faktur pajak fiktif mencapai 41 kasus atau sekitar 40%. Sementara itu, di situasi pandemic Covid-19 dikutip dari Laporan Tahunan Ditjen Pajak (DJP) Tahun 2020, sebanyak 44 kasus terjadi pada tindak pidana perpajakan dengan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya atau faktur pajak fiktif, sedangkan di awal tahun 2018 terdapat seribu lebih Wajib Pajak (WP) yang dinonaktifkan sertifikat elektroniknya, dikarenakan menerbitkan dan menggunakan faktur pajak fiktif
Faktur Pajak digunakan sebagai bukti pungutan pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN. Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP.
Berdasarkan Surat Edaran Direktur jenderal Pajak Nomor 132/PJ/2018 sebagaimana telah diubah dengan (stdd) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE – 17/PJ/2018, faktur pajak fiktif atau faktur pajak yang tidak sah adalah faktur pajak yang diterbitkan tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dan/atau Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Kasus penerbitan faktur pajak fiktif dapat merugikan negara karena dapat mengurangi setoran PPN dan oknum yang melanggar akan mendapatkan restitusi PPN dari faktur fiktif. Jika ditemukan adanya faktur pajak fiktif, wajib pajak akan dikenakan sanksi berupa status non-aktif (suspend) hingga pencabutan sertifikat elektronik.
Modus yang dilakukan ialah dengan membeli faktur pajak fiktif masukan dan mengkreditkannya dalam SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Tujuannya agar PKP memperoleh pengembalian pajak (restitusi) atau setidaknya mengurangi pajak keluaran yang harus disetorkan ke negara.
Faktur pajak dapat dikatakan sah jika sesuai dengan kriteria berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak (PER) Nomor 11/PJ/2022 Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022 Tentang Faktur Pajak, menggunakan kode dan nomor seri faktur pajak serta memuat keterangan yang lengkap dan jelas.
Berikut ini merupakan ciri-ciri faktur pajak fiktif:
- WP yang menyampaikan SPT Masa PPN, tetapi elemen data SPT beserta lampirannya tidak dapat direkam karena yang bersangkutan tidak terdaftar sebagai PKP.
- WP yang kerap pindah alamat atau sering mengajukan permohonan pindah alamat/tempat kedudukan/permohonan perpindahan lokasi tempat terdaftar.
- WP Non Efektif (NE) yang tiba-tiba aktif dan mempunyai jumlah penyerahan besar.
- WP yang baru berdiri tetapi memiliki jumlah penyerahan besar dan PPN Kurang Bayarnya Kecil.
- Beberapa WP yang pengurus dan komisarisnya adalah orang yang sama.
- WP yang melaporkan jumlah penyerahan tidak sebanding dengan jumlah modal atau jumlah harta perusahaan.
- WP yang melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang mengakibatkan jumlah pajak keluaran menjadi lebih besar diimbangi dengan perubahan pajak masukan yang besar sehingga tidak mengubah PPN kurang bayar yang telah dilaporkan atau menambah PPN kurang bayar tetapi nilainya kecil.
- WP yang penyerahan BKP nya sangat beragam sehingga tidak diketahui dengan pasti kegiatan usaha utamanya.
- Wajib pajak yang berdomisili di kawasan perumahan tetapi punya peredaran usaha besar.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menambah sanksi denda terhadap tindak pidana pajak faktur fiktif, yaitu menjadi sebanyak 4 kali sebelumnya 3 kali denda. Selain itu, sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang membuat dan menjual faktur pajak fiktif adalah penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun.
Untuk mencegah adanya modus faktur pajak fiktif, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah mengembangkan layanan digital e-Faktur Pajak. Aplikasi ini secara otomatis terhubung dengan layanan perpajakan DJP lainnya, sehingga pembuatan SPT Masa PPN lebih mudah.
Bagi DJP penggunaan e-Faktur akan mempermudah pengawasan yang dilakukan, karena data transaksi berupa pajak masukan dan pajak keluaran akan mudah diketahui DJP. Sehingga, proses pemeriksaan menjadi lebih cepat. Adanya e-Faktur diharapkan sistem administrasi dan pengawasan PPN berjalan lebih baik dan aman. Sementara itu, bagi PKP adanya e-Faktur membuat pengelolaan PPN menjadi lebih mudah, karena tidak perlu lagi membuat faktur pajak secara manual dan pelaporan SPT dijamin keamanannya.
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif
Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights
Sumber:
Top 3 Metro: Pembuat Faktur Pajak Palsu, PDIP Komentari Video Kaesang Pangarep, Relawan Anies Baswedan – Metro Tempo.co
Pengertian Faktur Pajak : Jenis, Fungsi dan Contohnya (klikpajak.id)
Kenali Modus dan Sanksi Faktur Pajak Fiktif – PAJAK.COM
Faktur Pajak Fiktif, Sri Mulyani: Sanksinya Lebih Berat di UU HPP (ddtc.co.id)
FAKTUR PAJAK | Direktorat Jenderal Pajak