Highest and Best Use Analysis adalah sebuah analisis penilaian lahan yang berguna dalam mempertimbangkan peruntukkan lahan yang sesuai dan memiliki nilai tertinggi. Analisis ini sangat dikenal dalam bidang manajemen aset real estate, baik dalam hal optimalisasi aset maupun penilaian aset. Analisis ini meliputi empat hal pokok yaitu, analisis kelayakan secara fisik (physically feasible), analisis kelayakan secara peraturan (legally permissible), analisis kelayakan secara keuangan (financially feasible), dan analisis produktivitas yang maksimal (maximally productive). Sebuah properti dikatakan telah memenuhi kriteria HBU apabila secara fisik dimungkinkan, diizinkan secara peraturan, layak secara finansial, dan dapat memberikan hasil yang paling maksimal.
Menurut Appraisal Institute, HBU diartikan sebagai penggunaan properti yang rasional serta memenuhi aspek legal atas tanah kosong atau properti tersebut, memungkinkan secara fisik, layak secara finansial, dan nilai yang tertinggi (Appraisal Institute, 2013). HBU merupakan salah satu konsep dalam ruang lingkup manajemen aset untuk melakukan proses valuasi serta peningkatan optimalisasi aset. Konsep dasar HBU dicetuskan pertama kalinya oleh para ekonom di awal era neoklasik, salah satunya adalah Irving Fisher (1867-1947). Irving Fisher memberikan gagasan mengenai pencapaian produktivitas maksimum (Munizzo & Musial, 2010). Pada dasarnya, HBU merupakan konsep dalam penilaian real estate yang menunjukkan bahwa nilai yang tertinggi dan terbaik atas suatu properti dapat dicapai setinggi-tingginya dengan melakukan suatu jenis pengembangan tertentu (Fanning, 2014).
Berikut ini merupakan penjelasan empat kriteria atau persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain:
- Analisis kelayakan secara fisik (physically feasible)
Berkaitan dengan apakah suatu properti (bangunan) atau alternatif properti layak untuk didirikan di atas satu bidang tanah tertentu dengan karakteristik tanahnya. Karakteristik fisik tanah berupa lokasi, luas, bentuk, kontur, ataupun sifat tanah sangat berpengaruh terhadap alternatif property yang dapat dikembangkan di atasnya.
Contoh:
Sebuah hotel berbintang tidak layak dibangun di atas tanah yang luasnya hanya 3.000 m2. Namun, tanah dengan luas 3.000 m2 terlalu berlebihan untuk dibangun sebuah rumah tinggal. Sebuah mall tidak mungkin dibangun di luar kota yang sepi dari konsumen. Sebuah pabrik kayu misalnya, tidak layak didirikan di pusat kota.
Pengembangan properti yang tidak memperhitungkan karakteristik fisik tanah yang akan dikembangkan dapat menyebabkan properti yang dihasilkan menjadi tidak optimal.
- Analisis kelayakan secara peraturan (legally permissible)
Berkaitan dengan apakah suatu properti ataupun alternatif properti yang akan dikembangkan di atas suatu bidang tanah tertentu didukung atau diijinkan oleh ketentuan peraturan yang ada. Ketentuan peraturan berupa:
- Zoning (peruntukan tanah);
- KDB (Koefisisen Dasar Bangunan);
- KLB (Koefisisen Luas Bangunan);
- KDH (Koefisien Daerah Hijau);
- ketinggian maksimal bangunan;
- Garis Sempadan Bangunan (GSB) sempadan jalan dan ketentuan tentang Rencana Umum Tata Ruang/Wilayah (RUTR/W) lainnya serta peraturan berkaitan dengan lalu lintas dan lingkungan hidup sangat berpengaruh terhadap alternatif properti yang dapat dikembangkan.
- Analisis kelayakan secara keuangan (financially feasible)
Berkaitan dengan apakah properti ataupun alternatif properti dapat memberikan keuntungan atau pendapatan bersih (net income) yang positif. Analisis ini biasanya dilakukan setelah dua analisis sebelumnya telah dilakukan. Untuk menentukan kelayakan secara keuangan, perlu diestimasi dan diekspektasikan dari setiap potensial kegunaan terbaik dan tertinggi. Prospek masa depan dapat diestimasi dengan cara membandingkan dengan properti sejenis yang sudah berjalan.
Analisis pasar, mikro dan makro ekonomi sangat diperlukan. Selanjutnya, hal-hal yang juga harus diperhatikan adalah mengenai pendapatan potensial (potential income), tingkat kekosongan (vacancy rate), biaya operasi (operating cost), pendapatan bersih (net income), dan tingkat pengembalian (discount rate/capitalization rate).
Sebuah properti dikatakan layak secara keuangan bilamana dapat memberikan pendapatan bersih yang positip. Seberapa besar pendapatan bersih yang dapat dikatakan layak sangat tergantung pada preferensi masing-masing investor.
- Analisis produktifitas yang maksimal (maximally productive)
Sebuah properti atau alternatif properti dikatakan memiliki produktivitas yang maksimal apabila memiliki tolok ukur finansial yang lebih baik dibanding properti atau alternatif properti lainnya. Tolok ukur finansial yang biasanya digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period, Return on Investment (ROI), Benefit Cost Ratio.
Apabila dua atau lebih alternatif properti sama-sama menunjukan hasil analisis layak secara fisik, diizinkan secara peraturan, dan layak secara keuangan, maka alternatif properti yang memenuhi kriteria HBU adalah alternatif properti yang memiliki tolok ukur finansial yang lebih baik dibanding alternatif properti lainnya.
Dalam konteks optimalisasi aset, analisis HBU dilaksanakan dengan sangat detail. Berbagai alternatif properti yang dapat dikembangkan dikaji dan dianalisis secara mendalam sebelum akhirnya dipilih satu alternatif yang terbaik dan dianggap telah memenuhi kriteria HBU. Analisis pasar, mikro dan makro ekonomi menjadi bahasan yang wajib.
Analisis ini merupakan pre-feasibility study (studi perencanaan) sebelum studi kelayakan yang sesungguhnya dijalankan. Dalam penilaian aset, analisis HBU biasanya dilakukan dengan lebih sederhana. Dalam hal ini, lazimnya analisis HBU lebih ditekankan pada analisis kelayakan secara fisik dan analisis kelayakan secara peraturan. Dua analisis lainnya yaitu, analisis kelayakan secara keuangan dan analisis produktivitas yang maksimal sangat jarang dibahas secara mendalam. Selanjutnya, observasi dan pengamatan langsung di lapangan biasanya lebih dominan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan apakah properti yang dinilai telah memenuhi kriteria HBU ataukah tidak.
Sederhananya, bila properti yang dinilai adalah sebuah ruko dan properti yang banyak berdiri di sekitar properti yang dinilai adalah ruko juga, maka hampir dipastikan penilai akan mengambil kesimpulan bahwa ruko adalah HBU dari kawasan tersebut.
Dengan demikian, analisis HBU merupakan bahasan yang dapat dikatakan wajib dalam manajemen aset real properti, baik dalam hal optimalisasi aset maupun penilaian aset. Analisis HBU meliputi empat hal pokok yaitu, analisis kelayakan secara fisik (physically feasible), analisis kelayakan secara peraturan (legally permissible), analisis kelayakan secara keuangan (financially feasible), dan analisis produktivitas yang maksimal (maximally productive). Lazimnya, analisis HBU dalam konteks optimalisasi aset dilaksanakan lebih detail dibandingkan dalam konteks penilaian aset.
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif termasuk dalam penyediaan jasa Penilaian
By Olina Rizki Arizal
Partner
Referensi:
Laksmi, D. P., & Utomo, C. (2017). Analisis produktivitas maksimum penggunaan lahan pasar pucang anom surabaya dengan metode HBU (Highest and Best Use). Jurnal Teknik ITS, 6(2), D180-D183.
Santoso, F. R., & Nurbiyanto, N. (2021). Analisis Highest and Best Use atas Aset Tetap Milik Pemerintah Kota Batam. Eksis: Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis, 12(2), 199-208.
https://kumparan.com/user-18082021071351/analisis-highest-and-best-use-sebuah-analisis-pada-penilaian-property-1wNLMaWqWEf
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jatim/baca-artikel/14295/Menggapa-Harus-Menggunakaan-Highest-And-Best-Use-Analysis.html
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2305/Pemahaman-Sederhana-Konsep-Highest-And-Best-Uses-Analysis.html#:~:text=Apa%20sebenarnya%20analisis%20HBU%20itu,kosong%20(land%20as%20vacant).