JAKARTA – Pemerintah menyadari bahwa penerimaan perpajakan masih menjadi komponen kebijakan fiskal yang sangat penting mengingat kontribusinya signifikan dalam APBN dan memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian nasional.
Pada tahun 2017 tercatat bahwa pertumbuhan penerimaan perpajakan mencapai 4,6% atau tumbuh 12,8% jika tanpa memperhitungkan penerimaan tax amnesty tahun 2016. Hingga akhir bulan April 2018, penerimaan perpajakan telah tumbuh lebih dari 14,9% (tanpa tax amnesty).
Guna terus menjaga penerimaan perpajakan tersebut, pemerintah sudah menyiapkan kebijakan di 2019. Arah kebijakan umum penerimaan perpajakan akan dilakukan untuk mencapai penerimaan perpajakan pada tahun 2019.
Pertama, optimalisasi penerimaan perpajakan melalui penguatan kepatuhan, pengawasan dan penggalian potensi perpajakan dengan memanfaatkan data dan informasi melalui sinergi pertukaran informasi dan joint-audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, ekstensifikasi barang kena cukai dan digital goods dan melanjutkan program penertiban impor, ekspor, dan cukai berisiko tinggi.
Kedua, kebijakan perpajakan untuk meningkatkan investasi dan daya saing ekspor antara lain melalui harmonisasi fasilitas pembebasan PPN untuk barang antara.
“Kemudian fasilitasi industri dan perdagangan melalui Pusat Logistik Berikat Industri Kecil Menengah (IKM) dan pengembangan/perluasan fasilitas kawasan industri tujuan ekspor untuk IKM,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani di Ruang Sidang Paripurna, DPR, Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Dia melanjutkan, ketiga utilisasi data dan informasi untuk kepentingan perpajakan antara lain melalui implementasi Automatic Exchange of Information (AEol), Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). “Selain itu, Multilateral Instrument (MLI), Country by Country Reporting (CBCR), dan Authorized Economics Operator (AEO) untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM),” ujarnya.
sumber : economy.okezone.com