Di awal tahun 2021, media sosial Indonesia dihebohkan dengan kontroversi digital nomad Amerika, Kristen Gray dengan kontroversi pelanggaran visanya dan orang-orang yang menyeretnya dengan masalah perpajakan karena bekerja di Indonesia kepada klien asing selama sekitar dua tahun hanya dengan visa perjalanan. Itu semua terjadi karena kemajuan teknologi mulai dari perangkat dan aplikasi yang membantu masyarakat bekerja tanpa batas ruang menjadi jenis pekerjaan yang bersifat digital seperti freelance yang menciptakan peluang untuk bekerja secara mobile. Dengan demikian, orang yang bekerja dalam kondisi fleksibel seperti itu bisa saja disebut sebagai digital nomad atau seseorang yang memutuskan untuk bekerja freelance dan memanfaatkan teknologi agar tidak terikat waktu dan tempat.
Tak lama setelah isu tersebut, pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia, sehingga memaksa masyarakat untuk tidak bekerja dari kantor untuk menghindari kerumunan. Uniknya di saat yang sama, terjadi pergeseran tren bagaimana masyarakat bekerja dari tempat yang kaku seperti kantor, toko, dan lain sebagainya yang disebut Work from Office (WFO), menjadi work from home (WFH) bahkan work fromwhere (WFA) karena masyarakat mempunyai mobilitas dan perilaku yang fleksibel. Tren ini berdampak pada semakin banyaknya digital nomad yang mencari kelonggaran untuk bekerja di tempat yang tidak terlalu ramai, memiliki banyak daya tarik, dan biaya hidup yang murah seperti Bali dibandingkan bekerja di tempat yang padat penduduk, melelahkan, dan berbiaya tinggi. seperti kota-kota besar di seluruh dunia. Fenomena tersebut sejalan dengan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno, menyatakan bahwa Bali adalah salah satu tempat favorit para digital nomaden di seluruh dunia untuk tinggal sementara dan bekerja, diikuti oleh tempat-tempat seperti Yogyakarta dan Lombok. Digital nomaden yang ada di Indonesia, khususnya di Bali, menurut Menkeu, terbanyak berasal dari Rusia, Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Ukraina, Kazakhstan, dan Uzbekistan.[1]
Menteri juga mendorong kebijakan untuk mendukung secara hukum digital nomad di seluruh dunia untuk bekerja mobile di Indonesia dalam jangka panjang dengan mengejar Digital Nomad Visa atau visa rumah kedua yang diproyeksikan akan dirilis sekitar tahun 2022 dan 2023. Sebelum keluarnya kebijakan tersebut, saat ini Izin yang diberlakukan adalah Visa B211A yang menyatakan warga negara asing diperbolehkan bekerja secara online di Indonesia selama 60-180 hari dengan 4 kali perpanjangan, masing-masing 30 hari, atau total 6 bulan tanpa membayar pajak selama gajinya berasal dari luar negeri. Sementara itu, usulan Visa Digital Nomad yang memungkinkan mereka bekerja online selama 5 tahun masih dibahas karena ketakutan akan gentrifikasi dan degradasi budaya dengan manfaat pendapatan untuk tempat di mana digital nomad bekerja dan tinggal, belum lagi turis ke luar negeri. . [2]Di bawah ini adalah negara-negara yang memberlakukan Digital Nomad Visa [3] :
Andorra* | Cabo Verde | Georgia | Mauritius | Seychelles |
Angola | Pulau cayman | Jerman | Meksiko | Afrika Selatan* |
Antigua dan Barbuda | Kroasia | Yunani | Montenegro* | Spanyol |
Argentina* | Curacao | Hungaria | Montserrat | Srilanka* |
Aruba | Siprus | Islandia | Makedonia Utara | Taiwan |
Bahama | Dominika | Indonesia* | Norway | Republik Ceko |
Barbados | Dubai | Italia* | Panama | |
Belize | Ekuador | Latvia | Rumania | |
bermuda | Estonia | Malta | Santo Lusia |
* Visa untuk digital nomad diperkenalkan atau diusulkan tetapi belum dirilis atau diterapkan
The legal basis on taxes for foreign digital nomad based on Constitution No.7 of 1983 regarding Income Tax as last amended by Constitution no.11 of 2020 regarding Job Creation stated that a person may be subject to Income Tax as long as the person meets the subjective and objective requirements. Subjectively, According to Job Creation Constitution, Digital Nomad may be counted as domestic tax subject as if stay in Indonesia for more than 183 days in 12 months period or in one tax year stay in Indonesia and intended to live in, if less than that would not be counted as domestic tax subject or counted as foreign tax subject. In the imposition of tax income received by tax subjects that cross the boundaries of the tax jurisdiction, attention is required to the provisions of the tax treaty as a lex specialis from the provisions of the Income Tax and Job Creation Constitutions. Comparing provisions in Income Tax and Job Creation with Tax Treaties in order to avoid double taxation on digital nomad and categorize them in accordance with Tax Treaties.
Objectively, Due to the enactment of the Job Creation Constitution, Indonesia enacts territorial taxation principle rather than worldwide income taxation principle on foreign citizens that become domestic tax subjects. Territorial taxation means Indonesia imposes taxes only for income sourced from Indonesia Jurisdiction to domestic tax subjects including foreign citizens as long as having special skills and valid for 4 years. On the other side, the worldwide income taxation principle means Indonesia, before the Job Creation Constitution, was imposed tax to overall income either domestic or abroad sourced of its domestic tax subject including foreign citizens. However, as in determining the subject of tax, this provision will be aborted if the person concerned takes advantage of tax treaties. Therefore, as long as digital nomad income or payroll comes from abroad, it does not count as taxed income otherwise if the income comes from domestic.
In conclusion, digital nomad is a rising phenomenon where a person decides to work freelance and take advantage of technology so that they are not bound by time and place. The phenomenon keeps rising due to advancement of technology and also the trend of WFA caused by Covid-19 Pandemic. Indonesia itself has promoted supportive policies such as proposed digital nomad visa and currently provide B211A Visa that could be extended into total 6 months or even 5 years if digital nomad visa released and hindered digital nomad from tax sourced abroad. These policies are in line with the legal basis of taxes in Indonesia according to Constitution No.7 of 1983 regarding income tax as last amended by Constitution no.11 of 2020 regarding Job Creation. Subjectively if a digital nomad stays in Indonesia more than 183 days in a 12 months period could be counted as domestic tax subjects. Then, objectively the taxed income of digital nomad, who is counted as domestic tax subject, is only income sourced from Indonesia and income sourced abroad would not be counted as taxed income. This provision will be aborted if the digital nomad concerned takes advantage of tax treaties.
[1] https://pedulicovid19.kemenparekraf.go.id/kabar-gembira-turis-asing-bisa-pakai-visa-b211-untuk-digital-nomad-di-bali/
[2] di tempat yang sama
[3] https://visaguide.world/digital-nomad-visa/
TBrights adalah konsultan pajak di indonesia yang dapat membantu Anda mengelola pajak Anda di Indonesia.
Oleh Olina Rizki Arizal – Mitra Pajak & Transfer Pricing Internasional