Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada 2022 mengadakan Reformasi fiskal sebagai implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Reformasi fiskal ini termasuk diantaranya mengadakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS), penyesuaian tarif PPN, penerapan pajak kripto, pajak fintech-P2P lending, serta PPN Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Program Pengungkapan Sukarela sendiri merupakan program pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran pajak penghasilan berdasarkan pengungkapan harta. Program ini diberlakukan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mulai berlaku sejak 1 Januari sampai dengan 30 Juni di tahun 2022 secara daring di situs www.pajak.go.id. [1] PPS ini diberlakukan melalui dua kebijakan dengan masing-masing tarif yaitu Kebijakan I yang ditujukan bagi wajib pajak yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015 dan Kebijakan II yang ditujukan bagi wajib pajak yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh pada 2016-2020 dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan 2020. Untuk tarif bervariasi dari tarif 6-11% untuk kebijakan I dan 12-18% untuk kebijakan II. [2]
Secara umum PPS berhasil mengumpulkan peserta hingga 247.918 Wajib Pajak, yang terbagi menjadi 82.456 surat keterangan dari kebijakan I dan 225.603 surat keterangan dari kebijakan II. Jumlah PPh yang disetorkan sebesar 61,01 triliun rupiah, terdiri dari 32,91 triliun rupiah kebijakan I dan 28,1 triliun rupiah untuk kebijakan II. Jumlah ini merupakan 3,5% dari total realisasi penerimaan pajak 1.716,76 triliun rupiah atau 7,28% dari total realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non-Migas. PPS ini juga berdampak pada beberapa kelompok pajak tertentu secara langsung baik mendapatkan berkah peningkatan penerimaan atau bahkan bisa juga berdampak pada penurunan di sektor lainnya yang mengalami pengalihan diakibatkan dari PPS.
Lebih khususnya teruntuk kinerja positif PPh Nonmigas bukan hanya didukung oleh penerimaan PPS melainkan juga karena dampak kebijakan fiskal lainnya seperti tapering relaksasi angsuran PPh Pasal 25. Sedangkan jenis pajak yang paling banyak mendapatkan dampak positif dari PPS adalah PPh Final yang tumbuh hingga 47,98 persen (yoy) menjadi 166,57 triliun rupiah. PPS sendiri menyumbangkan 36,6% di antaranya dari total PPh Final. Meski demikian di saat yang sama jenis pajak dengan kontribusi terkecil yaitu PPh Orang Pribadi (OP) menjadi lebih tertekan karena adanya pergeseran pembayaran PPh OP ke PPh Final dampak dari implementasi PPS sehingga mengalami turunan yang signifikan 6,61%. Penurunan PPh OP ini terjadi di saat sebagian besar realisasi penerimaan pajak mengalami peningkatan dan PPh OP di tahun sebelumnya yang selalu mengalai peningkatan bahkan di kala pandemi. Sehingga hal ini menandakan bahwa PPS ini sangat berdampak pada PPh OP menjadi 11,58 triliun rupiah di tahun 2022. [3]
Selain itu DJP juga berhasil menerima Nilai harta bersih yang diungkapkan sebesar 594,82 triliun rupiah yang terdiri dari nilai harta bersih dari deklarasi dalam negeri sebesar 498,88 triliun rupiah nilai harta bersih dari repatriasi sebesar 13,70 triliun rupiah, nilai harta bersih dari deklarasi luar negeri sebesar 59,91 triliun dan nilai harta bersih dengan komitmen investasi sebesar 22,34 triliun rupiah. Capaian lain yang tercatat untuk tahun 2022 adalah Pemerintah juga berhasil menerbitkan SBN dalam periode Januari sampai dengan November 2022 melalui PPS yang dimulai sejak 2022.[4] DJP mencatat nilai harta bersih yang dilaporkan adalah sebesar 594,82 triliun rupiah dengan uang tunai yang dilaporkan mencapai 263,15 triliun rupiah, setara kas 75,43 triliun rupiah, tabungan 59,97 triliun rupiah, deposito 36,44 triliun rupiah dan tanah bangunan sebesar 26,35 triliun rupiah. Sedangkan secara jenis usaha, pengusaha atau pegawai swasta mendominasi dengan total laporan 300,04 triliun rupiah, disusul oleh jasa perorangan lainnya 59,16 triliun rupiah, pedagang eceran 13,66 triliun rupiah, pegawai negeri sipil (PNS) 9,72 triliun rupiah dan real estate 9,48 triliun rupiah.[5]
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif
Oleh Tommy HO – Managing Partner TBrights
[1] https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/1a28b5ae-91df-44f0-8e40-5e21056a974e/V-1-Final-Publikasi-APBN-KiTa-Edisi-Januari-2023.pdf?ext=.pdf
[2] https://ekonomi.bisnis.com/read/20220306/259/1507182/wajib-pajak-simak-aturan-kebijakan-pps-2022-berikut ini#:~:text=Tarif%20PPS%20kebijakan%20I%20adalah,6%2F3%2F2022).&text=Kebijakan%20I%20ditujukan%20bagi%20wajib,yang%20diperoleh%20sebelum%20Desember%202015.
[3] https://media.kemenkeu.go.id/getmedia/1a28b5ae-91df-44f0-8e40-5e21056a974e/V-1-Final-Publikasi-APBN-KiTa-Edisi-Januari-2023.pdf?ext=.pdf
[4] Ibid
[5] https://www.cnbcindonesia.com/news/20221229144723-4-401186/sri-mulyani-cs-kantongi-rp-61-t-dari-tax-amnesty-jilid-ii