Jakarta Upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan untuk mengejar target penerimaan pajak masih menuai kendala. Salah satunya sulitnya DJP mendapatkan akses Nomor Induk Kependudukan (NIK) demi kepentingan pajak.
“Bayangkan, DJP setengah mati untuk mendapatkan akses informasi E-KTP, dan NIK. Mana supporting system oleh negara. DJP tidak boleh dibiarkan sendirian dalam upaya memungut pajak,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun, Kamis (12/7/2018)
Padahal, menurut dia, DJP seharusnya menjadi lembaga yang paling kuat dengan memiliki big data. Baik berupa nama, alamat, nomor telepon, KTP, KK, penghasilan dan sebagainya.Namun, kata Misbakhun, hal itu belum sepenuhnya terwujud. “Sekarang DJP menghadapi problem administrasi, siapa yang menyelesaikan?” tanya dia.
Politikus ini menjelaskan, merujuk teori welfare state atau negara kesejahteraan maka saat ini negeri yang paling makmur di dunia bukan Amerika Serikat (AS) tapi Denmark. Hanya saja, negara di kawasan Skandinavia itu memang menerapkan pajak tinggi.
“Anda mau seperti Denmark, punya gaji Rp 100 juta, tapi diserahkan Rp 65 juta kepada negara? Anda pulang hanya bawa gaji Rp 35 juta,” jelas Misbakhun.
Namun ada hal yang bisa dicontoh dari Denmark. Warga Denmark rela menyerahkan 65 pesen dari penghasilan mereka kepada negara dan tak menghadapi problem tentang nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan sebagainya.
Karena itu Misbakhun juga mengajak masyarakat lebih sadar akan pajak. Menurutnya, memperkuat DJP merupakan ikhtiar penting untuk membuat Indonesia makin kuat.
“Kalau Anda mengakui kemerdekaan Indonesia dan sadar bahwa kedaulatan negara ini diraih dengan perjuangan, maka kita juga akan berjuang bagaimana membuat negara ini berdaulat dengan membayar pajak. Negara ini tidak akan terhormat kalau Anda masih berutang. DJP kuat, negara kuat, Indonesia berdaulat,” tukas Misbakhun.
sumber ; liputan6.com