Sudah lama negara-negara di dunia telah menyadari pentingnya usaha untuk menghadapi global warming yang sudah terjadi dan telah lama merasakan dampaknya. Lalu muncul beberapa kebijakan untuk memajaki pembuangan emisi karbon yang dibuang ke udara. Pada awalnya, hanya negara-negara maju di benua Eropa dan Amerika yang sudah mengimplementasikan kebijakan ini. Ini dikarenakan banyaknya protes anti pajak terutama yang berasal dari kalangan industri dan individu. Alasannya adalah karena pajak atas emisi karbon akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga di negara tersebut menjadi tidak terkendali. Selain itu alasannya adalah tingginya harga bahan bakar terbarukan mapun harga teknologi yang menunjang ramah lingkungan.
Di Indonesia sendiri pelaksanaan pajak karbon telah diatur melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut Kepala BKF Bapak Febriom Kacaribu, peraturan perundangan yang memayungi pajak karbon tidak hanya turunan dari UU HPP telah ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Pajak karbon direncanakan akan mulai diberlakukan pada bulan Juli 2022 untuk kegiatan PLTU batubara. Diharapkan pajak karbon ini dapat mendorong pelaku usaha untuk beralih ke aktivitas ekonomi yang lebih ramah lingkungan.
Lalu mengapa harus ada pajak karbon di Indonesia? Bukankah cukup bagi pemerintah untuk hanya melarang atau memerintahkan agar emisi gas dikurangi?. Pertimbangan negara bahwa pajak karbon diperlukan antara lain:
– Pemerintah merasa perlu melakukan langkah-langkah untuk melindungi masyarakat akibat berbagai dampak dan akibat perubahan iklim mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat
– Pajak karbon adalah pajak merupakan alat pengendali yang efektif untuk memenuhi komitmen mitigasi emisi domestik
– Pemerintah telah melakukan ratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United JVatfons Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim) yang didalamnya memuat kewajiban Pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan secara nasional untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2″C(dua derajat celcius) hingga 1,5″C (satu koma lima derajat celcius) dari tingkat suhu praindustrialisasi, oleh karena ini pajak karbon diperlukan sebagai bentuk komitmen negara dalam berkontribusi ke dunia.
Penulis
Olina Rizki Arizal, SE, MA, BKP
Partner TBrights