Kenali Ketentuan PPh Final UMKM Disetor Tiap Bulan

Setiap orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak adalah Wajib Pajak yang berkewajiban membayar pajak.

Hal ini juga berlaku untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pelaku UMKM yang memenuhi kriteria sesuai undang-undang yang berlaku memiliki kewajiban membayar PPh Final UMKM atau yang biasanya disebut dengan dengan PPh pasal 4 ayat 2. Mari kita kenali ketentuan PPh Final UMKM yang menurut aturan harus disetor setiap bulan.

Untuk diketahui, kebijakan perpajakan selalu dinamis menyesuiakan dengan kondisi yang ada. Saat ini tarif PPh Final UMKM adalah sebesar 0,5 persen. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

Pemerintah kemudian memperbarui aturan tersebut dengan menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 atau dikenal dengan nama Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Tarif PPh Final UMKM mengalami perubahan, yakni UMKM dengan omzet Rp 500 juta – Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 30 persen; UMKM dengan omzet di atas Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 35 persen; sedangkan UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun akan dikenakan tarif pajak sebesar 0 persen atau dengan kata lain tidak dikenakan PPh.

PPh Final UMKM dengan tarif 0,5 persen sesuai PP 23/2018 tidak lagi berlaku karena adanya perubahan tarif sesuai dengan UU HPP yang masih berlaku. Namun, sesuai aturan terbaru, bagi UMKM dengan omzet di atas Rp 500 juta akan dikenakan tarif PPh final 0.5 persen dengan rincian antara lain, 5 bulan pertama bebas pajak sesuai dengan ketentuan batas peredaran bruto terbaru. Sedangkan untuk sisa bulan berikutnya, baru dikenai pajak 0.5 persen. Untuk UMKM dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta tidak akan dikenakan pajak sehingga tidak perlu setor dan lapor pajak.

Contoh kasusnya sebagai berikut:

Pandu adalah UMKM yang memiliki omzet Rp 10 juta setiap bulannya. Artinya, dalam setahun omzetnya baru mencapai Rp 120 juta. Penghasilan ini masih di bawah Rp 500 juta sehingga Pandu dikenakan tarif pajak 0 persen alias bebas pajak.

Berbeda dengan Pandu, Amin adalah pengusaha yang memiliki omzet sebesar Rp 100 juta per bulan. Artinya, penghasilan Amin dalam setahun adalah Rp 1,2 miliar, alias sudah melewati batas peredaran bruto Rp 500 juta sehingga dikenakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5 persen. Maka cara menghitung pajaknya, pada 5 bulan pertama, Amin akan bebas pajak karena ketentuan batas peredaran bruto (Rp 100 juta x 5 bulan = Rp 500 juta). Pada sisa bulan berikutnya (bulan keenam hingga kedua belas), Amin dikenakan pajak sebesar 0,5 persen, yakni Rp 100 juta x 7 bulan x 0,5 persen = Rp 3.500.000. Jadi, pajak yang harus dibayar Amin hingga akhir tahun pajak adalah Rp 3,500.000.

Untuk menyederhanakan mekanisme perpajakan dan mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, PPh Final UMKM langsung dibayarkan ketika penghasilan diterima dalam masa pajak. Perhitungan PPh Final UMKM 0,5 persen dari omzet bruto disetor ke kas negara setiap tanggal 15 bulan berikutnya dengan mencantumkan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 420. Dengan asumsin pengasilan seperti di atas, maka PPh Final terutang yang harus dibayarkan Amin setiap masa pajak adalah Rp 500.000.

Sumber :https://www.pajak.com/pajak/kenali-ketentuan-pph-final-umkm-disetor-tiap-bulan/
TBrights adalah Konsultan Pajak di Indonesia yang dapat membantu Pajak anda di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Whatsapp Us
💬 Need Consultation ?
Hello, Can TBrights help you?