Pelaku usaha pada akhir-akhir ini menggemari bisnis waralaba dengan dibuktikan semakin bertambahnya bisnis waralaba yang beredar di lingkungan masyarakat. Hal ini membuktikan bahwa brand pada suatu produk memiliki daya tarik masyarakat dikarenakan memiliki kemudahan dalam berbisnis serta resiko kegagalan yang kecil daripada merintis usaha dari awal. Dalam sistem usaha waralaba, terdapat istilah franchisor dan franchisee. Dalam bidang perpajakan, franchise tidak terlepas dari perlakuan perpajakan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2024 pasal 1 tentang waralaba, waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh seseorang atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan kriteria yang telah ditetapkan dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa dan dapat dimanfaatkan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Terdapat 2 kategori franchise yaitu franchise dalam negeri dan franchise luar negeri. PP Nomor 35 tahun 2024 berfokus pada aturan waralaba, yang diatur secara rinci untuk memberikan kepastian hukum dan mendorong penguatan UMKM melalui kemitraan dengan bisnis waralaba.
Adapun kriteria waralaba sebagai berikut:
- Bisnis sudah memberikan keuntungan
- Memiliki sistem bisnis
- Dukungan yang berkesinambungan dari franchisor dan/atau franchisor lanjutan kepada franchisee waralaba dan/atau franchisee
Bagaimana perlakuan royalti fee pada usaha waralaba?
Sebagaimana yang kita ketahui, franchise adalah sistem bisnis yang didasarkan pada hak bisnis sesuai dengan perjanjian. Atas perjanjian tersebut, maka akan timbul royalty fee terhadap hak merek dagang. Royalty fee yang dibayarkan dapat dikategorikan penghasilan sesuai pasal 23 UU Pajak Penghasilan (PPh). Royalty fee yang dibayarkan ke pemilik merek dalam negeri dipotong sebesar 15% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN. Apabila pemilik merek berasal dari luar negeri maka dipotong dan dikenakan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan ketentuan tax treaty.
Berdasarkan PER 1/PJ/2023 dalam hal pemilik merek merupakan orang pribadi yang melakukan pencatatan norma, maka dasar pengenaan pajak atas royalty fee adalah 40% dari jumlah bruto dan wajib menggunakan surat pemberitahuan penggunaan norma serta diberikan kepada pemotong PPh Ps. 23.
Berdasarkan Undang-undang pajak pertambahan nilai (UU PPN) pasal 4 ayat 1 huruf g hak merek dagang termasuk dalam barang kena pajak (BKP) tidak berwujud sehingga penyerahan tersebut terutang PPN. PPN dapat dipungut apabila pemilik merek telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).
By. Tommy HO – Managing Partner
TBrights is a tax consultant in Indonesia that is currently an Integrated Business Service in Indonesia that can provide comprehensive tax and business services.
Referensi:
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2024 Tentang Waralaba
- Peraturan Direktur Jendral Pajak PER 1/PJ/2023 Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Atas Penghasilan Royalti Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto