Aset tetap merupakan aset tidak lancar yang berwujud, dimiliki, dan digunakan oleh perusahaan dalam menghasilkan pendapatan. Oleh karena itu, aset tetap memiliki masa pemanfaatan yang lebih besar daripada aset lancar dan biasanya tidak untuk dikonsumsi atau diubah menjadi kas dalam waktu lebih dari satu tahun. Nilai aset tetap ini dapat mengalami penyusutan berdasarkan jenis dan masa manfaatnya, sehingga nilai aset dapat dicatat secara wajar dalam laporan keuangan dan pelaporan pajak.
Direktorat jenderal pajak (DJP) telah menetapkan peraturan terbaru mengenai penyusutan harta berwujud dan/atau amortisasi harta tak berwujud melalui peraturan menteri keuangan (PMK) nomor 72 tahun 2023 pada 13 Juli 2023, yang berlaku sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 ayat (10) dan Pasal 22 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Menurut pasal 2, terdapat dua metode utama penyusutan aset tetap yang diakui dalam perpajakan, yaitu metode garis lurus (straight-line method) dan metode saldo menurun (declining balance method). Metode garis lurus dilakukan dengan mengalokasikan biaya penyusutan dalam jumlah yang sama setiap tahunnya selama masa manfaat aset. Sementara itu, metode saldo menurun menerapkan tarif penyusutan yang lebih besar di tahun-tahun awal masa manfaat, sehingga beban penyusutan menurun setiap tahunnya. Aset tetap berupa bangunan, hanya metode garis lurus yang diperbolehkan. Sedangkan untuk aset tetap bukan bangunan, wajib pajak dapat memilih salah satu dari kedua metode tersebut, namun harus konsisten (taat asas) dalam penerapannya. Pengelompokan aset tetap berdasarkan masa manfaat juga diatur, misalnya aset kelompok 1 disusutkan selama 4 tahun, kelompok 2 selama 8 tahun, kelompok 3 selama 16 tahun, dan kelompok 4 selama 20 tahun, dengan tarif penyusutan yang berbeda untuk masing-masing metode. Untuk bangunan permanen, masa manfaat ditetapkan 20 tahun dengan tarif penyusutan 5% per tahun, sedangkan bangunan tidak permanen disusutkan selama 10 tahun dengan tarif 10% per tahun.
Berdasarkan pasal 5 ayat 1, penyusutan mulai dilakukan pada bulan aset diperoleh atau mulai digunakan, dengan pengecualian bagi aset yang masih dalam proses pengerjaan. Jika aset baru mulai menghasilkan penghasilan setelah beberapa waktu, wajib pajak dapat mengajukan permohonan agar penyusutan dimulai pada saat aset tersebut mulai digunakan secara produktif. Selain itu, penyusutan atas biaya perbaikan aset tetap juga diatur yaitu pada pasal 7. Biaya perbaikan aset tetap ditambahkan pada nilai sisa buku fiskal aset tetap dan disusutkan sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam hal perbaikan tidak menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut. Dalam hal perbaikan menambah masa manfaat harta berwujud, penghitungan penyusutan atas hasil penjumlahan dilakukan sesuai sisa masa manfaat fiskal harta berwujud tersebut ditambah dengan tambahan masa manfaat akibat perbaikan dan paling lama sesuai masa manfaat kelompok harta berwujud tersebut. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran untuk perbaikan harta berwujud tersebut, kecuali untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan perbaikan, penyusutan dimulai pada bulan selesainya pengerjaan perbaikan harta berwujud tersebut.
By Tommy HO – Managing Partner TBrights
TBrights merupakan konsultan pajak di Indonesia yang saat ini menjadi Integrated Business Service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara komprehensif.
Referensi :
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2023 tentang Penyusutan Harta Berwujud Dan/Atau Amortisasi Harta Tak Berwujud