United Kingdom transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD
United Kingdom transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD
Setiap orang pribadi atau badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak adalah Wajib Pajak yang berkewajiban membayar pajak.
Hal ini juga berlaku untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pelaku UMKM yang memenuhi kriteria sesuai undang-undang yang berlaku memiliki kewajiban membayar PPh Final UMKM atau yang biasanya disebut dengan dengan PPh pasal 4 ayat 2. Mari kita kenali ketentuan PPh Final UMKM yang menurut aturan harus disetor setiap bulan.
Untuk diketahui, kebijakan perpajakan selalu dinamis menyesuiakan dengan kondisi yang ada. Saat ini tarif PPh Final UMKM adalah sebesar 0,5 persen. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
Pemerintah kemudian memperbarui aturan tersebut dengan menerbitkan UU Nomor 7 Tahun 2021 atau dikenal dengan nama Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Tarif PPh Final UMKM mengalami perubahan, yakni UMKM dengan omzet Rp 500 juta – Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 30 persen; UMKM dengan omzet di atas Rp 5 miliar per tahun akan dikenakan pajak penghasilan sebesar 35 persen; sedangkan UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun akan dikenakan tarif pajak sebesar 0 persen atau dengan kata lain tidak dikenakan PPh.
PPh Final UMKM dengan tarif 0,5 persen sesuai PP 23/2018 tidak lagi berlaku karena adanya perubahan tarif sesuai dengan UU HPP yang masih berlaku. Namun, sesuai aturan terbaru, bagi UMKM dengan omzet di atas Rp 500 juta akan dikenakan tarif PPh final 0.5 persen dengan rincian antara lain, 5 bulan pertama bebas pajak sesuai dengan ketentuan batas peredaran bruto terbaru. Sedangkan untuk sisa bulan berikutnya, baru dikenai pajak 0.5 persen. Untuk UMKM dengan penghasilan di bawah Rp 500 juta tidak akan dikenakan pajak sehingga tidak perlu setor dan lapor pajak.
Contoh kasusnya sebagai berikut:
Pandu adalah UMKM yang memiliki omzet Rp 10 juta setiap bulannya. Artinya, dalam setahun omzetnya baru mencapai Rp 120 juta. Penghasilan ini masih di bawah Rp 500 juta sehingga Pandu dikenakan tarif pajak 0 persen alias bebas pajak.
Berbeda dengan Pandu, Amin adalah pengusaha yang memiliki omzet sebesar Rp 100 juta per bulan. Artinya, penghasilan Amin dalam setahun adalah Rp 1,2 miliar, alias sudah melewati batas peredaran bruto Rp 500 juta sehingga dikenakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5 persen. Maka cara menghitung pajaknya, pada 5 bulan pertama, Amin akan bebas pajak karena ketentuan batas peredaran bruto (Rp 100 juta x 5 bulan = Rp 500 juta). Pada sisa bulan berikutnya (bulan keenam hingga kedua belas), Amin dikenakan pajak sebesar 0,5 persen, yakni Rp 100 juta x 7 bulan x 0,5 persen = Rp 3.500.000. Jadi, pajak yang harus dibayar Amin hingga akhir tahun pajak adalah Rp 3,500.000.
Untuk menyederhanakan mekanisme perpajakan dan mengurangi beban administrasi Wajib Pajak, PPh Final UMKM langsung dibayarkan ketika penghasilan diterima dalam masa pajak. Perhitungan PPh Final UMKM 0,5 persen dari omzet bruto disetor ke kas negara setiap tanggal 15 bulan berikutnya dengan mencantumkan Kode Akun Pajak 411128 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 420. Dengan asumsin pengasilan seperti di atas, maka PPh Final terutang yang harus dibayarkan Amin setiap masa pajak adalah Rp 500.000.
Sumber :https://www.pajak.com/pajak/kenali-ketentuan-pph-final-umkm-disetor-tiap-bulan/
TBrights adalah Konsultan Pajak di Indonesia yang dapat membantu Pajak anda di Indonesia.
Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dari jasa konstruksi akan dikenakan objek Pajak Penghasilan (PPh) final. Namun, skema PPh final atas usaha jasa konstruksi mempunyai tarif yang berbeda-beda, tergantung pada jenis jasa dan status kepemilikan Sertifikat Badan Usaha (SBU). Ketentuan PPh final jasa konstruksi berdasarkan UU HPP.
Seperti apa perbedaannya? Pajak.com akan mengulasnya berdasarkan ketentuan yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2022.
Apa itu jasa konstruksi?
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 2022, jasa konstruksi merupakan layanan jasa konsultansi konstruksi dan/atau pekerjaan konstruksi. Adapun usaha jasa konstruksi dapat dilakukan melalui layanan konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan konstruksi terintegrasi.
Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, layanan jasa konsultansi konstruksi yang dimaksud, meliputi layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan konstruksi suatu bangunan.
Kedua, layanan jasa pekerjaan, mencakup kegiatan yang meliputi pembangunan, pengoperasian, pemeliharaan, pembongkaran, dan pembangunan kembali suatu bangunan.
Ketiga, layanan jasa pekerjaan konstruksi terintegrasi, meliputi gabungan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi. Hal itu termasuk di dalamnya terkait penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan.
Berapa tarif PPh final jasa konstruksi?
Atas ketiga layanan jasa konstruksi, tarif PPh final yang dikenakan berbeda-beda. Penentuan tarif didasarkan atas kriteria penyedia jasa, dan kepemilikan SBU, yaitu:
1. Jasa konsultansi konstruksi, pengenaan tarif PPh final dibedakan menjadi dua kriteria penyedia jasa, antara lain:
– Tarif PPh final 3,5 persen untuk penyedia jasa yang memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 6 persen untuk penyedia jasa yang tidak memiliki SBU atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 1,75 persen untuk penyedia jasa yang memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 4 persen untuk penyedia jasa yang tidak memiliki SBU kualifikasi kecil atau sertifikat kompetensi kerja untuk usaha orang perorangan.
– Tarif PPh final 2,65 persen untuk penyedia jasa selain yang telah disebutkan.
3. Layanan pekerjaan konstruksi terintegrasi, tarif PPh final yang dikenakan dibagi menjadi dua, yaitu:
– Untuk penyedia jasa yang memiliki SBU dikenakan tarif PPh final sebesar 2,65 persen.
– Penyedia jasa yang tidak memiliki SBU dikenakan tarif lebih tinggi, yakni 4 persen.
PPh final atas usaha jasa konstruksi dihitung dengan mengalikan tarif dan dasar pengenaan pajak (DPP). Berdasarkan Pasal 5 Ayat (2) PP Nomor 9 Tahun 2022, besaran DPP atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah senilai jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran. Adapun jumlah pembayaran atau penerimaan pembayaran itu merupakan bagian dari nilai kontrak jasa konstruksi.
Pemotongan PPh final atas jasa konstruksi termaktub dalam Pasal 5 Ayat (1) dan Pasal 6 PP Nomor 51 Tahun 2008.
Dalam aturan itu, ada beberapa kondisi yang diperhitungkan untuk menentukan pihak yang melakukan pemotongan atau penyetoran PPh final.
– PPh final dipotong oleh pengguna jasa yang merupakan pemotong pajak pada saat pembayaran.
– Jika pengguna jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh final disetor sendiri oleh penyedia jasa.
– Bila timbul selisih kurang bayar akibat jumlah PPh final berdasarkan pada nilai kontrak jasa konstruksi lebih tinggi daripada pajak yang telah dibayarkan, selisih PPh final disetor sendiri oleh penyedia jasa.
Nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh pengguna jasa. Pada kondisi ini PPh final atas nilai yang tidak dibayarkan tersebut tidak perlu disetorkan atau dipotong sepanjang penyedia jasa mencatatkannya sebagai piutang yang tidak dapat ditagih.
Sumber : https://www.pajak.com/pajak/pajak-nasional/ketentuan-pph-final-jasa-konstruksi-berdasarkan-uu-hpp/
TBrights adalah Konsultan Pajak di Indonesia yang dapat membantu Pajak anda di Indonesia.
United States of America (USA) transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD
Japan transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan ragam insentif pajak bagi perusahaan yang melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Salah satu ragam insentif pajak yakni tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan untuk perusahaan terbuka (Tbk) ditetapkan sebesar 19 persen atau lebih rendah 3 persen dari tarif normal 22 persen. Kebijakan ini telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Ada keuntungan dari aspek perpajakan diberikan untuk mendorong perusahaan melantai di bursa saham. Seperti diketahui, selain budgeter untuk keuangan negara untuk pembangunan, pajak juga memiliki fungsi sebagai regulerend, fungsi mengatur, yang artinya dalam posisi ini DJP memberikan pengaturan termasuk insentif kepada perekonomian. UU HPP mengatur secara jelas bagaimana kita memberikan stimulus bagi pemulihan ekonomi, salah satunya bagi perusahaan yang mencatatkan diring di bursa,” jelas Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan Direktorat P2Humas DJP Natalius dalam webinar Capital Market Summit and Expo (CMSE) 2022 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Pajak.com (15/10)).
Kendati demikian, ada sejumlah syarat bagi perusahaan untuk mendapatkan tarif PPh badan sebesar 19 persen. Pertama, menyetorkan saham untuk diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40 persen. Kedua, saham yang ada harus dimiliki paling sedikit oleh 300 pihak.
“Sedikitnya 300 pihak ini hanya boleh memiliki saham 5 persen dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor secara penuh. Ini harus dipenuhi dalam jangka waktu sekitar 183 hari atau enam bulan dan harus disampaikan kepada kami dalam bentuk laporan untuk kita berikan insentif,” jelas Natalius.
Secara lebih rinci, tata cara pemberian insentif pajak itu dilakukan berdasarkan pada Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyampaian Laporan serta Daftar Wajib Pajak dalam rangka Pemenuhan Persyaratan Penurunan Tarif Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka.
“Perusahaan-perusahaan itu akan dilayani oleh KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Perusahaan Masuk Bursa. KPP Perusahaan Masuk Bursa adalah sebuah kantor pajak yang kita dedikasikan untuk perusahaan-perusahaan yang listing di bursa efek. Sehingga secara fasilitas dan kompetensi, orang-orang di dalamnya memiliki keunggulan dibanding KPP lain,” tambah Natalius.
Selain itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,1 persen bagi penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri atas penjualan saham. Keuntungan lain bagi perusahaan yang melakukan IPO adalah fleksibilitas dalam angsuran PPh Pasal 25.
“Bagi Wajib Pajak yang masuk bursa, angsuran PPh Pasal 25 didasarkan pada laporan keuangan yang disampaikan setiap 3 bulan kepada bursa dan/atau OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Laporan itu terdiri atas laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi sejak awal tahun pajak sampai dengan periode yang dilaporkan. Oleh karena itu, penetapan angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayarkan menjadi lebih riil atau sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan pada saat pembayaran,” jelas Natalius.
Sementara, perusahaan yang tidak listing di BEI, angsuran PPh Pasal 25 yang dibayarkan perusahaan setiap bulan atas perhitungan menurut Surat Pemeritahuan (SPT) PPh tahun sebelumnya dikurangi dengan PPh yang dipotong dan/atau pungut dan PPh luar negeri dibagi 12.
“Bila dalam perjalanan tahun tersebut perusahaan mengalami dinamisasi, baik penurunan laba atau mungkin kenaikan laba yang akan berakibat kepada cash flow perusahaan, tentu akan berdampak yang kurang baik bagi perusahaan,” ujar Natalius.
Lalu, ada pula ketentuan dividen dari perusahaan go public yang diterima orang pribadi, yaitu dikecualikan dari objek PPh. Namun, syaratnya, dividen itu harus diinvestasikan kembali selama 3 tahun dalam instrumen investasi yang telah ditentukan oleh pemerintah, misalnya Surat Berharga Negara (SBN).
Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Layanan dan Pengembangan Perusahaan Tercatat BEI Saptono Adi Junarso menambahkan, selain insentif pajak, manfaat penting yang diperoleh perusahaan go public, yaitu soal kemudahan memperoleh pendanaan.
“Keuntungan dan manfaat go public sangat banyak, yang utama pasti pendanaan. Tetapi pendanaan bukan satu-satunya manfaat. Perusahaan juga dapat meningkatkan nilai perusahaan, menciptakan kemandirian perusahaan, dan mendapatkan mitra usaha strategis,” ujar Saptono.
Di sisi lain, dengan melantai di BEI, perusahaan bisa mempercepat penerapan good corporate governance (GCG). Bahkan, bisa pula menghindari kemungkinan konflik perpecahan pemilik perusahaan.
“Dengan go public, perusahaan memberikan saham kepada karyawan, maka ada likuiditas untuk pemilik dan karyawan untuk menjual sahamnya. Citra perusahaan pun akan meningkat karena go public. Perusahaan yang akan masuk ke bursa akan menjadi tempat yang bisa diperhatikan investor di seluruh dunia. Namun, yang penting bisa meningkatkan kinerja perusahaan,” ungkap Saptono.
Hingga 20 September 2022, ada 44 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI sepanjang tahun ini. Total dana yang dihimpun dari penawaran umum perdana itu mencapai Rp 21,8 triliun.
Sumber : https://www.pajak.com/pajak/ini-ragam-insentif-pajak-untuk-perusahaan-yang-ipo/
TBrights adalah Konsultan Pajak di Indonesia yang dapat membantu Pajak anda di Indonesia.
Usaha dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT) banyak diminati karena berbagai keuntungan. Misalnya adanya pemisahan aset perusahaan dan pemilik, ketentuan hukum yang jelas, serta kemudahan akses pembiayaan. Sebelumnya, PT harus didirikan oleh minimal dua orang. Hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya usaha-usaha kecil dan mikro. Sebagai upaya memberi kemudahan berusaha, UU Cipta Kerja mengatur bahwa kini perseroan dapat berbentuk Perseroan Perorangan.
Apa itu Perseroan Perorangan?
Sebelum mengulas lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari badan hukum ini. Dikutip dari Smesco, lembaga resmi Kemenkop & UKM RI yang berfokus pada akses pemasaran UKM, Perseroan Perorangan adalah sebuah badan hukum yang bersifat perorangan dan didirikan hanya oleh satu orang. Badan ini harus memenuhi persyaratan usaha mikro dan kecil atau UMK.
Dalam ketetapannya, ada beberapa ketentuan yang harus dimiliki oleh Perseroan Perorangan. Pertama, jika termasuk unsur perorangan, badan ini dapat didirikan oleh satu orang namun pendirinya harus warga negara Indonesia (WNI). Nantinya, pendiri akan bertindak juga sebagai pemegang saham. Sedangkan untuk unsur UMK, pendirian perseroan ini ditujukan untuk usaha yang termasuk dalam usaha mikro dan kecil.
Pendiri tidak perlu membuat akta notaris saat akan membentuk Perseroan Perorangan, cukup dengan surat pernyataan pendirian saja. Selain nama dan lokasi, surat pernyataan ini harus memuat beberapa informasi, seperti jangka waktu pendirian, maksud dan tujuan kegiatan usaha, jumlah modal yang disetor dan ditempatkan, jumlah saham, serta data pribadi pendiri.
Bagaimana Ketentuan Pajaknya?
Ditjen Pajak menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2022 untuk mengatur masalah perpajakan Perseroan Perorangan. Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa Perseroan ini merupakan subjek pajak badan. Meskipun dimiliki oleh satu orang entitas tersebut tidak dipandang sebagai subjek pajak orang pribadi.
Hal ini merujuk pada pengertian bahwa Perseroan Perorangan merupakan bagian dari arti Perseroan Terbatas yang diperluas dalam UU Cipta Kerja. Maka, selayaknya Perseroan ini pun ditetapkan sebagai subjek pajak badan seperti PT. Lalu, apa saja ketentuan pajak yang perlu diperhatikan?
-Memiliki NPWP dan Dikukuhkan Sebagai PKP
Perseroan Perorangan yang sudah memenuhi ketentuan perpajakan harus memiliki NPWP. Selain merupakan kewajiban, NPWP juga berfungsi menertibkan pembayaran pajak dan membuat administrasi perpajakan selalu terpantau. Lebih lanjut, Perseroan Perorangan juga dapat dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) sepanjang memenuhi persyaratan untuk menjadi PKP.
-Dikenakan Pajak Penghasilan
Sementara itu, penghasilan badan hukum ini dikenakan pajak penghasilan. Penghasilan yang dimaksud meliputi keseluruhan pertambahan nilai ekonomi yang diperoleh, yang dapat digunakan untuk kegiatan konsumsi ataupun menambah nilai kekayaan. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang didapat dari dalam negeri maupun luar negeri.
-Tarif Pajak Perseroan Perorangan
Melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Wajib Pajak UMKM yang menggunakan PP-23/2018 diberikan fasilitas PTKP sebesar Rp500 Juta. Namun ketentuan tersebut hanya berlaku untuk orang pribadi. Perusahaan perseorangan tidak dapat memanfaatkan fasilitas tersebut karena merupakan subjek pajak badan.
Dengan demikian, tarif PPh yang berlaku adalah tarif PPh Badan. Perseroan Perorangan masih bisa memanfaatkan pengurangan tarif seperti telah diatur dalam Pasal 31 E UU Pajak Penghasilan. Pasal tersebut menyatakan bahwa subjek pajak badan dalam negeri yang memiliki peredaran bruto mencapai Rp50 Miliar memperoleh keuntungan berupa pemotongan tarif sebanyak 50% yang dihitung dari tarif Pajak Penghasilan yang dikenakan untuk subjek pajak badan.
Sumber : https://ortax.org/ingin-punya-perseroan-perorangan-ini-ketentuan-perpajakannya
TBrights adalah Konsultan Pajak di Indonesia yang dapat membantu Pajak anda di Indonesia.
Australia transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Malaysia transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD
Singapore transfer pricing profile in table belows. For any of transfer pricing cases in Indonesia, please contact TBrights, as Tax consultant in Indonesia where we have Transfer Pricing division to solve any TP issues.
Source : OECD