Akibat adanya pandemi covid-19, ekonomi global mengalami kondisi ketidakpastian dengan sejumlah perlambatan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara. Banyak sektor yang berimbas akibat ketidakpastian tersebut salah satunya adalah sektor properti. Maka dari itu Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menjaga kestabilan ekonomi salah satunya adalah mendorong pertumbuhan investasi di bidang properti dan real estate. Beberapa kebijakan seperti Loan to Value dan Financing to Value sebesar 100% untuk kredit properti.
Selain itu, untuk meningkatkan konsumsi dan utilitas sektor properti pemerintah mengeluarkan kebijakan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Melalui kebijakan tersebut, terjadi pertumbuhan pada industri real estate dan sektor konstruksi sebesar 0,63% pada kuartal III-2022. Berdasarkan data dari BPS juga menunjukkan adanya peningkatan kepemilikan rumah, pada tahun 2021 sebesar 81,08% menjadi 84,49 % kepemilikan rumah pada tahun 2023. Properti pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga mengalami peningkatan, KPR Tapak tipe kecil mengalami pertumbuhan paling tertinggi dari tipe lainnya yakni sebesar 48,47% pada November 2023, dibandingkan pada tahun sebelumnya. Hal tersebut terjadi diperkirakan karena adanya subsidi pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Properti merupakan investasi yang menjanjikan bagi sebagian masyarakat maka dari itu pengusaha properti harus mempertimbangkan peluang bisnis, keadaan pasar serta kebijakan yang berlaku termasuk pemahaman terkait pajak properti. Pajak properti meliputi setiap transaksi jual-beli properti yang terjadi termasuk kedalam komponennya yakni subjek pajak yang terdiri dari penjual dan pembeli serta objek pajaknya yakni properti. Berikut ini Beberapa Pajak Properti atau real estate yang dibebankan pada pengusaha bisnis properti serta pembeli :
- Pajak Penghasilan (PPh) Final
PPh Final ini terkait dengan pengalihan Hak atas Tanah & Bangunan yang dikenakan dengan tarif dasar pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima. Pajak PPh properti ini wajib dibayarkan oleh subjek pajak baik itu perorangan atau badan yang merupakan bagian dari penghasilan dari setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Perhitungan PPh ini yakni 2,5 % dari harga properti yang disepakati sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Tarif Baru PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah atau Bangunan.
- Pajak Bumi Bangunan (PBB)
Tanah dan bangunan dengan adanya keuntungan dan /atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak di atasnya atau memperoleh manfaat maka akan dikenakan pajak, Pajak inilah yang disebut dengan Pajak PBB. Nilai Besaran dari Pajak PBB tergantung pada lokasi yang dapat dilihat di Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan. Pemerintah pusat memiliki otoritas terhadap pengaturan PBB namun pemungutan pajak tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pembeli properti juga akan dikenakan pajak atas transaksi jual beli properti, pajak tersebut diantaranya adalah :
- Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Di bidang properti, PPN akan dikenakan terhadap properti primary yang dijual oleh developer ke konsumen/ pembeli, namun untuk properti secondary atau rumah bekas tidak akan dibebankan PPN. PPN tersebut dibayar oleh pembeli dan dipungut oleh penjual yang terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). PPN tidak akan dikenakan pada rumah yang harga jualnya diatur oleh pemerintah atau rumah subsidi.
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
PPnBM di bidang properti berlaku untuk primary product yang berasal dari developer ke konsumen dan tidak berlaku untuk transaksi yang terjadi antara individu atau secondary product. PPnBM pada properti adalah 20% dari Nilai Transaksi yang merupakan bagian dari kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house dan sejenisnya. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 61 Tahun 2020 tentang Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB merupakan bea atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Besaran BPHTB yang dikenakan pada properti yakni sebesar 5% Nilai Transaksi (Nilai transaksi yang dikurangi oleh Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak yang berlaku di daerah tersebut). Pajak ini berlaku jika perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang pribadi dan badan, misalnya jual beli, warisan, hibah, tukar menukar, pemekaran usaha dan lain sebagainya.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Pembayaran berupa PNBP dilakukan ketika pengajuan permohonan balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
- Bea Balik Nama (BBN)
Bea ini akan dikenakan saat terjadinya proses balik nama sertifikat pada properti. Biasanya pajak ini akan langsung diurus oleh pihak developer dan langsung dibayarkan oleh konsumen ketika terjadi proses jual beli properti. Tetapi jika properti dibeli secara perorangan maka biayanya dapat diurus sendiri atau diurus oleh pihak notaris. Besaran pajak ini juga berbeda-beda setiap daerah namun umumnya yakni sekitar 2% dari Nilai transaksi.
If you want to have more detail information, please contact TBrights
By Olina Rizki Arizal – Partner TBrights
TBrights merupakan tax consultant in indonesia yang saat ini menjadi integrated business
service in Indonesia yang dapat memberikan layanan perpajakan dan bisnis secara
komprehensif